Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Selebrasi Pemain Akan Diatur Ketat, Premier League Dianggap Berlebihan

potret bola Premier League (pixabay.com/kelvinstuttard-5920577)
potret bola Premier League (pixabay.com/kelvinstuttard-5920577)

Selebrasi menjadi salah satu elemen yang tak lepas dari sepak bola. Setiap gol yang tercipta biasanya disertai ekspresi kegembiraan yang unik dan emosional. Namun, belakangan ini, English Premier League (EPL) berencana membuat aturan ketat mengenai selebrasi pemain.

Dalam beberapa pertandingan terakhir, sejumlah pemain mendapatkan sanksi akibat selebrasi mereka yang dianggap melewati batas. Dari Iliman Ndiaye hingga Myles Lewis-Skelly, mereka menghadapi konsekuensi hanya karena melakukan perayaan yang dianggap mengolok lawan. Langkah ini menuai banyak reaksi, baik dari para pemain, pengamat, maupun penggemar sepak bola.

1. Selebrasi Iliman Ndiaye dan Myles Lewis-Skelly menuai sorotan dari Premier League

Iliman Ndiaye menjadi sorotan setelah mencetak gol kemenangan Everton saat menghadapi Brighton & Hove Albion pada Sabtu (25/1/2025) lalu. Dalam selebrasinya, ia mengepakkan tangannya seperti burung camar, sebuah gerakan yang jelas merujuk pada julukan Brighton, yaitu The Seagulls.

Wasit Tim Robinson langsung memberinya kartu kuning karena aksi tersebut dianggap provokatif, sesuai dengan peraturan International Football Association Board (IFAB) yang melarang selebrasi yang bersifat mengolok, mengejek, atau bersifat provokatif.

Tak hanya Ndiaye, Pemain Arsenal, Myles Lewis-Skelly, juga mengalami hal serupa. Setelah mencetak gol dalam kemenangan 5-1 Arsenal atas Manchester City, ia merayakan dengan meniru pose meditasi yang sering dilakukan Erling Haaland. Selebrasi ini memicu reaksi beragam, termasuk kritik dari Jamie Carragher yang menganggap aksi tersebut sebagai bentuk ejekan terhadap Haaland. Premier League melalui Professional Game Match Officials Limited (PGMOL) pun mengeluarkan peringatan bahwa tindakan semacam ini bisa berujung pada sanksi jika dianggap melewati batas.

2. PGMOL dituntut lebih aktif dalam menegakkan aturan selebrasi

Premier League Chief Football Officer, Tony Scholes, menegaskan bahwa selebrasi yang mengandung unsur ejekan atau kritik terhadap lawan akan ditindak. Aturan ini sejalan dengan regulasi dari IFAB yang menyatakan bahwa selebrasi tidak boleh berlebihan. Selebrasi yang menghabiskan terlalu banyak waktu atau menimbulkan reaksi negatif dari lawan dan suporter juga dapat dikenai sanksi.

Beberapa bentuk selebrasi yang kini semakin dibatasi antara lain, melepas jersey setelah mencetak gol, menutup wajah dengan baju, dan menampilkan slogan atau pesan di balik seragam. Bahkan, gestur-gestur yang dianggap provokatif atau menghina juga bisa dikenai sanksi. Contohnya, Neal Maupay yang pernah meniru selebrasi James Maddison dengan gestur darts sempat mendapat sorotan karena dianggap mengolok lawannya.

Selain itu, dengan semakin ketatnya aturan, wasit didorong untuk lebih aktif menegakkan kebijakan ini. PGMOL menegaskan bahwa mereka akan memberikan sanksi tegas terhadap pemain yang melakukan selebrasi yang dianggap melampaui batas. Dengan semakin banyaknya kasus seperti ini, pertanyaan besar pun muncul: sampai sejauh mana batas yang dianggap wajar dalam merayakan gol?

3. Premier League akan kehilangan daya tarik jika selebrasi pemain terlalu diatur

Banyak pemain, pengamat, dan penggemar sepak bola menilai bahwa kebijakan baru ini terlalu berlebihan dan mereduksi esensi dari permainan itu sendiri. Sepak bola adalah tentang emosi dan gairah, dan selebrasi merupakan bagian dari pengalaman yang tidak dapat dipisahkan. Jika setiap gerakan pemain harus diperhitungkan agar tidak dianggap sebagai penghinaan, maka elemen spontanitas dalam permainan akan semakin terkikis.

Salah satu kritik datang dari kalangan pengamat yang menilai bahwa aturan ini berpotensi membuat sepak bola semakin kaku dan kehilangan daya tariknya. Seperti VAR, yang awalnya diterapkan untuk mengurangi kesalahan wasit, tetapi justru memperpanjang waktu pertandingan dan sering kali menimbulkan kebingungan di kalangan tim dan suporter. Demikian pula dengan aturan selebrasi yang berisiko menghilangkan momen-momen ikonik yang menjadi bagian dari sejarah sepak bola.

Penggemar sepak bola juga tidak tinggal diam. Banyak yang menganggap bahwa sepak bola seharusnya tetap menjadi tontonan yang menyenangkan, bukan sekadar permainan yang penuh dengan aturan ketat. Mereka menyoroti bahwa selama selebrasi tidak mengandung unsur kebencian atau pelecehan, pemain seharusnya diberikan kebebasan untuk mengekspresikan kegembiraan mereka di lapangan.

Sepak bola merupakan permainan yang mengandalkan emosi, gairah, dan ekspresi. Jika semua bentuk selebrasi mulai diatur dengan ketat, maka permainan ini bisa kehilangan sebagian dari daya tariknya. Premier League perlu mempertimbangkan kembali batasan yang mereka terapkan agar sepak bola tetap menjadi hiburan yang penuh dengan kegembiraan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Hafizhuddin
EditorMuhammad Hafizhuddin
Follow Us