Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Kekurangan Paspor Elektronik yang Jarang Disadari

ilustrasi kekurangan e-paspor (pexels.com/nappy)
ilustrasi kekurangan e-paspor (pexels.com/nappy)

Seiring dengan kemajuan teknologi, paspor elektronik (e-paspor) semakin populer di kalangan pelancong karena menjanjikan keamanan data yang lebih baik dan kemudahan dalam proses imigrasi. Namun, ada beberapa kekurangan paspor elektronik yang perlu kamu ketahui karena jarang disadari.

Paspor elektronik memang memiliki berbagai keunggulan, tetapi di balik fitur-fitur canggihnya, terdapat sejumlah kekurangan yang bisa berdampak pada kenyamanan dan keamananmu saat bepergian. Apa saja? Cek di bawah ini, ya.

1. Biaya lebih mahal dan tempat pembuatan terbatas

ilustrasi paspor (pexels.com/Hiren Lad)
ilustrasi paspor (pexels.com/Hiren Lad)

Salah satu kekurangan yang paling nyata adalah biaya pembuatannya yang lebih mahal dibandingkan paspor biasa. Untuk membuat e-paspor, kamu bisa menghabiskan hampir dua kali lipat dari harga paspor konvensional. Ini karena e-paspor menggunakan chip khusus yang menyimpan data biometrik, dan teknologi ini tentu membutuhkan biaya tambahan dalam proses produksinya.

Selain itu, gak semua kantor imigrasi di Indonesia menyediakan layanan pembuatan e-paspor, lho. Sekarang baru ada sekitar 52 kantor imigrasi di Indonesia yang bisa melayani pembuatan paspor ini. Jadi, kalau kamu tinggal di luar kota besar atau di wilayah yang belum mendukung layanan ini, kamu harus rela bepergian ke kota lain hanya untuk mengurus paspor elektronikmu. Hal ini jelas menyulitkan dan menyita waktu serta tenaga, kan?

2. Proses pembuatan lebih rumit dan lama

ilustrasi paspor (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi paspor (pexels.com/Gustavo Fring)

Apa kekurangan paspor elektronik dari segi proses? Salah satu hal yang sering dikeluhkan adalah waktu dan kerumitan proses pembuatannya. Karena e-paspor melibatkan pengumpulan data biometrik dan pengolahan informasi ke dalam chip RFID, prosedurnya cenderung lebih kompleks dibandingkan paspor biasa. Kamu harus melalui proses verifikasi yang lebih ketat dan membutuhkan waktu lebih lama hingga paspor siap.

Belum lagi, jika terjadi kesalahan teknis atau kegagalan sistem saat perekaman data, prosesnya bisa tertunda lebih lama. Ini tentu menyulitkan kamu yang sedang dikejar waktu, apalagi jika membutuhkan paspor dalam waktu singkat untuk keperluan mendesak seperti pekerjaan atau studi di luar negeri.

3. Risiko keamanan dan privasi data

ilustrasi paspor (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi paspor (pexels.com/RDNE Stock project)

Apa kekurangan paspor elektronik dari sisi keamanan? Meski digadang-gadang lebih aman, e-paspor ternyata memiliki beberapa celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak gak bertanggung jawab, lho. Teknologi RFID yang digunakan memungkinkan chip dibaca secara nirkabel dari jarak dekat. Ini artinya, data dalam chip bisa dipindai tanpa kamu sadari, nih. Guys, praktik yang satu ini dikenal sebagai clandestine scanning atau penyadapan diam-diam.

Lebih jauh lagi, chip ID yang bersifat unik bisa digunakan untuk melacak pergerakan kamu, yang berpotensi mengganggu privasi. Selain itu, ada risiko passport cloning, di mana data dari chip bisa disalin dan digunakan untuk membuat paspor palsu. Meski terdapat tanda tangan digital, data tersebut gak selalu terikat pada chip tertentu sehingga duplikasi masih memungkinkan jika sistem keamanannya lemah.

4. Ketergantungan pada teknologi yang gak selalu andal

ilustrasi paspor (pexels.com/Vinta Supply Co. | NYC)
ilustrasi paspor (pexels.com/Vinta Supply Co. | NYC)

Karena e-paspor mengandalkan teknologi, alhasil sistemnya bergantung dengan perangkat serta jaringan untuk membaca chip. Kalau sistem di bandara alami gangguan atau perangkat gak kompatibel, maka bisa saja kamu terlambat atau bahkan gagal lewati pemeriksaan imigrasi, lho.

Selain itu, jika chip dalam e-paspor kamu rusak karena penyimpanan yang gak tepat, maka paspor tersebut bisa menjadi gak terbaca. Belum lagi, chip e-paspor lebih mudah rusak jika dibandingkan paspor konvensional. Kalau sudah rusak, seluruh data biometrik di dalamnya gak bisa diakses, deh.

5. Fasilitas autogate masih terbatas

ilustrasi bandara (pexels.com/Brett Sayles)
ilustrasi bandara (pexels.com/Brett Sayles)

Memang betul e-paspor mendukung proses otomatisasi di gerbang imigrasi yang dikenal sebagai autogate. Sayangnya, fasilitas ini masih sedikit di Indonesia karena hanya ada di Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Ngurah Rai. Artinya, kamu mungkin gak menikmati keunggulan fasilitas ini ketika terbang dari atau ke bandara yang lebih kecil.

Kalau autogate gak tersedia, kamu harus antre manual seperti pengguna paspor biasa. Jadi, investasi mahal dalam membuat e-paspor bisa terasa sia-sia kalau kamu sering bepergian lewat bandara yang belum memiliki teknologi tersebut, deh.

6. Potensi kebocoran data dan kelemahan kriptografi

ilustrasi paspor (pexels.com/Vlada Karpovich)
ilustrasi paspor (pexels.com/Vlada Karpovich)

Meski dilindungi oleh sistem enkripsi, implementasi teknologi kriptografi pada e-paspor gak selalu kuat. Dalam beberapa kasus, kunci enkripsi yang digunakan tergolong lemah atau gak diperbarui secara berkala. Ini bisa membuka celah bagi pihak yang ingin mencuri atau menyalahgunakan informasi biometrik kamu.

Kekhawatiran lain adalah kemungkinan terjadinya kebocoran data saat pemeriksaan otomatis di perbatasan. Karena proses ini mengandalkan sistem tanpa pengawasan manusia langsung, kesalahan sistem bisa menyebabkan informasi biometrik kamu tersebar atau disalahgunakan. Privasi kamu sebagai pengguna bisa terancam jika sistem keamanan digital gak diterapkan dengan baik.

7. Isu privasi dan hak sipil

ilustrasi paspor (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi paspor (pexels.com/Gustavo Fring)

Data biometrik yang berisi sidik jari dan foto wajah termasuk informasi pribadi yang sangat sensitif, lho. Ketika data ini disimpan dan dikirimkan secara nirkabel melalui RFID, risiko penyalahgunaan semakin besar. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, mungkin saja dipakai untuk tindak kejahatan identitas, lho.

Selain itu, penggunaan teknologi seperti ini menimbulkan kekhawatiran akan pengawasan massal. Tanpa pengawasan dan regulasi yang ketat, pemerintah atau pihak lain bisa saja menyalahgunakan akses terhadap data biometrik untuk tujuan yang gak transparan. Hal ini tentu bisa mengancam kebebasan individu dalam jangka panjang, terutama jika gak ada kontrol yang memadai.

Ternyata meski lebih canggih daripada paspor biasa, paspor elektronik pun memiliki kekurangan. Jadi, sebelum memutuskan untuk beralih ke paspor elektronik, ada baiknya kamu mempertimbangkan baik-baik kebutuhan perjalananmu, lokasi kantor imigrasi yang tersedia, serta sejauh mana kamu merasa nyaman dengan potensi risiko privasi. Semoga informasi di atas bisa jadi pertimbangan bagi kamu yang akan bikin paspor ya!

 

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us