Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tempat Wisata di Dekat Klenteng Chandra Nadi Palembang

potret Kelenteng Chandra Nadi, Palembang (giwang.sumselprov.go.id)
potret Kelenteng Chandra Nadi, Palembang (giwang.sumselprov.go.id)

Palembang sempat menjadi tujuan perdagangan pada masa Kerajaan Sriwijaya. Wajar saja kalau banyak pedagang dari berbagai negara dan etnis datang ke sini, termasuk etnis Tionghoa dari China. Jejaknya dapat dilihat dari adanya sejumlah kelenteng megah bersejarah, salah satunya Kelenteng Chandra Nadi.

Kelenteng Chandra Nadi atau Soei Goeat Kiong merupakan kelenteng tertua di Palembang yang dibangun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam. Kelenteng yang berusia lebih dari 285 tahun ini, terletak di Jalan Benteng 9/10 Ulu, Palembang. Lokasinya strategis dan mudah dijangkau, terlebih dekat Jembatan Ampera, landmark Palembang.

Kamu sedang mengunjungi kelenteng ini? Bila punya waktu luang, bisa melipir sejenak ke beberapa tempat wisata di sekitarnya. Sebab, kamu akan merasakan nuansa beragam, karena dekat dengan pemukiman muslim dan beberapa bangunan bersejarah yang gak kalah menarik.

Berikut ini lima tempat wisata dekat Kelenteng Chandra Nadi Palembang yang bisa kamu eksplorasi. Bisa dijangkau dengan jalan kaki!

1. Benteng Kuto Besak

potret Benteng Kuto Besak (budaya-data.kemdikbud.go.id)
potret Benteng Kuto Besak (budaya-data.kemdikbud.go.id)

Benteng Kuto Besak (BKB) berjarak 2 km dari Kelenteng Chandra Nadi. Lokasinya di Jalan Sultan Mahmud Badaruddin, 19 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil, Kota Palembang. Kamu perlu menyeberang melalui Jembatan Ampera untuk bisa sampai di benteng ini.

Benteng Kuto Besak merupakan bagian Keraton Palembang Darussalam dari abad ke-18. Dilansir laman resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan, benteng ini dibangun selama 17 tahun (1780–1797). Lahan tempatnya berdiri dikelilingi sungai, yaitu Sungai Kapuran yang kini telah menjadi Jalan Merdeka, Sungai Musi, Sungai Sekanak, dan Sungai Tengkuruk yang kini menjadi Jalan Tengkuruk sebagai landasan Jembatan Ampera

Benteng tersebut dibangun sebagai pertahanan Kerajaan Palembang Darussalam sekaligus menjadi pusat Kesultanan Palembang pada masa Sultan Badaruddin II (1803–1821). Bangunan bersejarah ini sudah beralih fungsi sebagai tempat wisata yang dihiasi patung ikan belida di bagian tengah areanya. Pelatarannya ditata menjadi plaza atau alun-alun yang dapat digunakan oleh warga setempat maupun wisatawan beraktivitas.

Benteng Kuto Besak buka setiap hari, pukul 08.00–21.00 WIB. Sore hingga malam hari menjadi waktu paling ramai pengunjung. Harga tiketnya Rp5.000 per orang.

2. Museum Sultan Mahmud Badaruddin II

potret Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (giwang.sumselprov.go.id)
potret Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (giwang.sumselprov.go.id)

Gak perlu jalan jauh, kamu bisa menuju Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang letaknya bersebelahan dengan Benteng Kuto Besak. Sesuai namanya, adanya museum ini sebagai bentuk penghormatan kepada sultan yang telah memimpin Palembang pada abad ke-19 itu. Sebelum berfungsi sebagai museum, dulunya merupakan kediaman keluarga Sultan yang dibangun pada 1977.

Museum ini memiliki koleksi berupa artefak bersejarah Lampung, seperti pakaian tradisional, senjata kuno, dan barang pribadi kerajaan. Ada kalanya menjadi tempat penyelenggaraan pameran, lokakarya, dan kunjungan bersama. Bila mau berkunjung, datanglah antara pukul 08.00—15.30 WIB.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II terletak di Jalan Sultan Mahmud Badaruddin 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat, Kota Palembang. Harga tiket masuknya Rp5.000 per orang, Rp2.000  untuk anak-anak dan pelajar, sedangkan turis asing Rp20.000 per orang.

3. Jembatan Ampera

potret Jembatan Ampera (commons.wikimedia.org/Gaudi_Renanda)
potret Jembatan Ampera (commons.wikimedia.org/Gaudi_Renanda)

Bila kamu berangkat dari Kelenteng Chandra Nadi menuju kedua tempat sebelumnya, maka akan melewati Jembatan Ampera. Jembatan kebanggaan palembang ini menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan Sungai Musi. Sebagai landmark Kota Palembang, Jembatan Ampera memiliki sejarah panjang sejak dibangun pada 1962.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Palembang, dulunya jembatan ini bernama Jembatan Soekarno, presiden yang saat itu menjabat. Walau dianggap sebagai penghormatan kepada presiden, tapi beliau kurang berkenan. Sebab, tidak ingin menimbulkan tendensi individu tertentu.

Pada 1960, jembatan sepanjang 1.117 meter itu diberi nama seperti slogan Indonesia kala itu, Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Selain fungsinya sebagai jembatan penghubung, kamu bisa jalan kaki dengan santai sambil melihat perahu tradisional yang melintasi Sungai Musi. Selain itu, Benteng Kuto Besak dan Masjid Agung Palembang dapat dilihat dari sini.

4. Kampung Kapitan

potret Kampung Kapitan, Palembang (giwang.sumselprov.go.id)
potret Kampung Kapitan, Palembang (giwang.sumselprov.go.id)

Kalau gak mau menyeberang Jembatan Ampera, kamu bisa berjalan sekitar 700 meter dari Kelenteng Chandra Nadi menuju Kampung Kapitan. Kampung tematik ini terletak di tepian Sungai Musi, tepatnya di 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang. Tempat ini menyuguhkan pemukiman dengan arsitektur Tionghoa kuno yang telah menjadi cagar budaya Kota Palembang sejak 2011.

Saat menjelajahi Kampung Kapitan, kamu akan menjumpai Rumah Kapitan yang digunakan turun-temurun oleh para Kapitan Tionghoa. Arsitekturnya merupakan akulturasi budaya Palembang dan Tionghoa. Tampak dari atap limas yang berpadu dengan bentuk bangunan kotak dengan halaman tengah dan ornamen merah.

Selain menyuguhkan bangunan bersejarah, Kampung Kapitan menjadi salah satu pusat perayaan Cap Go Meh dan menyambut Imlek di Palembang. Kamu juga akan menjumpai penjaja kuliner di kawasan ini, termasuk pempek. Cocok nih buat walking tour dan hunting foto!

5. Kampung Wisata Al-Munawar

potret Kampung Al-Munawar, Palembang (sisparnas.kemenparekraf.go.id)
potret Kampung Al-Munawar, Palembang (sisparnas.kemenparekraf.go.id)

Masih dengan kampung tematik, berjarak sekitar 1 km dari Kelenteng Chandra Nadi terdapat Kampung Wisata Al-Munawar. Berbeda dari sebelumnya, kampung ini merupakan pemukiman keturunan Arab. Kampung wisata ini memiliki nuansa berbeda, mulai dari arsitekturnya hingga kuliner khas yang ditawarkan.

Mayoritas pemukiman di Kampung Al-Munawar terbuat dari kayu ulin dan berlantaikan batu marmer. Pada bangunan bersejarahnya memiliki motif lantai yang unik, memadukan kesan tradisional nan elegan dengan sentuhan Eropa. Terdapat 17 rumah tua yang dapat kamu jumpai di sana, sebagian merupakan bangunan cagar budaya.

Kendati kamu bisa berkunjung ke sini kapan saja, tapi waktu paling ramai saat perayaan hari penting Islam. Seperti Tahun Baru Islam, Ramadan, dan Maulid Nabi. Di luar waktu tersebut, kadang ada pertunjukan kesenian, salah satunya gambus.

Jika di Kampung Kapitan menyuguhkan pempek, di Kampung Al-Munawar menawarkan kopi. Kamu bisa menyeruput kopi sambil menikmati makanan pendamping yang dijajakan oleh warga setempat. Mereka biasanya menyajikan secara munggahan, yakni tradisi makan bersama secara lesehan.

Ternyata Kelenteng Chandra Nadi dikelilingi kawasan bersejarah dengan latar berlakang beragam yang keberadaannya masih terjaga. Kamu pun bisa menjadikannya sebagai rute walking tour untuk mengeksplorasi wisata di Palembang. Sudah siap buat jalan-jalan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us