Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menyibak Hutan Pinus Demi Kopi Eksotis di Gunung Manglayang

Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)
Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)

Jakarta, IDN Times - Petualangan yang menantang dilakoni IDN Times bersama Starbucks Indonesia beberapa hari lalu. Menyusuri Sukasari, Sumedang, penulis memasuki hutan di timur Gunung Manglayang demi bisa menjangkau kopi Java Preanger yang eksotis dari kawasan ini.

Perjalanan dimulai dari Jakarta, pada Rabu (16/10/2024). Kami sempat mampir ke Desa Buninagara, Kabupaten Bandung Barat. Di sini, sebenarnya juga merupakan kawasan perkebunan kopi. Tapi, penulis tak memasuki kebun karena hanya bertemu dengan komunitas petani kopi.

Baru pada keesokan harinya, penulis mulai bergerak menuju Sumedang, dari Pasteur, Bandung. Perjalanan ditempuh dalam waktu satu setengah jam. Kami sempat mampir ke rumah Ketua Kelompok Tani Linggarsari, Yusuf, bercerita tentang pertanian kopi yang dikelolanya bersama ratusan warga lainnya.

"Di sini sebenarnya kopi sudah ada dari 2007. Tapi, baru seriusnya, kami dapat pelatihan, pengetahuan soal penanaman, itu di 2016. Jadi, kami dapat bibit awal yang bagus ya saat itu. Makanya, baru beberapa tahun belakangan kami baru bisa menikmati hasilnya, karena kan kopi lama budidayanya," ujar Yusuf saat berbincang dengan IDN Times.

1. Menyaksikan proses pascapanen yang cukup rumit

Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)
Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)

Dari rumah Yusuf, penulis bergerak menuju ke kebun kopi yang berada di wilayah gunung Manglayang. Medan yang dilalui begitu menantang dengan tanjakan berkemiringan ekstrem, membuat perjalanan cukup menegangkan.

Jalan yang dilalui juga tak sepenuhnya aspal atau cor beton, melainkan banyak pula tanah dan bebatuan. Semua tantangan itu bisa terobati, karena pada dasarnya penulis melewati hutan pinus yang asri demi bisa masuk ke perkebunan kopi. Udara segar, bisa menjadi obat buat paru-paru ini.

Hingga, penulis sampai ke kamp pengolahan pascapanen kopi Kelompok Tani Linggarsari. Penulis singgah di sini demi melihat proses pascapanen yang berlangsung.

Yusuf membawa penulis ke area pulping. Ini merupakan proses yang dilakukan setelah kopi dipetik, disortir lewat teknik rambang, dicuci, lalu dikupas kulit luarnya. Proses ini menjadi salah satu yang paling krusial, karena harus memisahkan kulit cascara dari biji kopi. Setelahnya, kopi yang dikupas kulit luarnya, dijemur di greenhouse.

"Waktunya gak menentu untuk penjemuran, variatif, karena tergantung cuaca. Setelah kering, ini belum selesai karena harus melalui proses di huller, untuk mengupas kulit dalamnya lagi. Ada juga proses natural, kami jemur biji kopi dengan buah cerinya langsung. Nah, prosesnya akan menentukan rasanya, pasti beda," ujar Yusuf.

Jika dilihat, kualitas kopi yang diproduksi Yusuf masuk ke dalam Grade 1, alias terbaik. Ada defect atau biji kopi yang rusak, tapi jumlahnya tak banyak.

Kopi yang rusak juga tak dibuang oleh Yusuf. Karena sebenarnya masih memiliki nilai komersial. Dia menjualnya ke pengepul lain yang mau menjadikan kopi tersebut dalam bentuk saset.

Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)
Kopi Arabika Java Preanger produksi kelompok Tani Linggarsari di Manglayang Timur (IDN Times / Satria Permana)

2. Areanya memang pas buat penanaman kopi

Setelah diajak berkeliling di kamp pengolahan pascapanen, barulah penulis masuk ke hutan di gunung Manglayang. Seperti trekking pada umumnya, medan yang ditempuh terbilang menarik dan begitu memanjakan mata.

Jika dilihat lewat aplikasi Google Earth Pro, ketinggian perkebunan kopi Linggarsari berada dalam level 1.260 hingga 1.310 meter di atas permukaan laut. Ini merupakan ketinggian ideal bagi penanaman kopi arabika dan bisa memberikan cita rasa yang khas dalam kopinya.

Hingga, penulis masuk ke wilayah kebun kopi di tengah hutan pinus. Buah kopi yang berwarna merah, memang sudah jarang ditemukan, karena musim panen sudah lewat. Tapi, beberapa pohon justru masih memiliki buah kopi yang hijau kekuningan, menunjukkan segera matang.

"Berkah memang tahun ini, panennya melimpah. Kami pernah juga gagal panen. Cuma, tahun ini masih ada stok bahkan beberapa ada yang belum dipetik karena masih hijau, terus kuning. Alhamdulillah, ya," kata Yusuf.

Namun, pohon kopi yang ada di sekitar perkebunan harus segera diremajakan karena sudah makin tua dan masa produktivitasnya menurun. Kebetulan, Starbucks Indonesia memberikan bantuan 44 ribu bibit yang bisa dimanfaatkan.

Yusuf berterima kasih kepada Starbucks Indonesia yang sudah memberikan 44 ribu bibit kopi di wilayahnya. Sebab, ratusan petani Kelompok Linggarsari, memang membutuhkan bibit kopi baru, lantaran yang sebelumnya sudah berusia senja.

"Kami berterima kasih atas bantuan Starbucks Indonesia. Semoga kami bisa terus berkontribusi dalam meningkatkan industri kopi di Indonesia," kata Yusuf.

3. Single origin, enak dinikmati

Ketua Kelompok Petani Kopi Linggarsari, Manglayang Timur, Sumedang,  Yusuf, saat menerima bantuan 44 ribu bibit kopi dari Starbucks Indonesia (Dokumentasi Starbucks Indonesia)
Ketua Kelompok Petani Kopi Linggarsari, Manglayang Timur, Sumedang, Yusuf, saat menerima bantuan 44 ribu bibit kopi dari Starbucks Indonesia (Dokumentasi Starbucks Indonesia)

Rasa kopi yang diproduksi Kelompok Tani Linggarsari begitu menarik. Ada aftertaste buah yang dirasakan, dengan bodi tak terlalu tebal, selain itu tingkat keasamannya terbilang ringan.

Aroma biji kopinya cukup menarik, karena terasa seperti wine. Tapi, ternyata sama sekali tak melalui wine process.

"Itu anaerob, makanya jadi seperti wine. Gimana, enak kan?" ujar Yusuf.

Karakter kopi ini, sebenarnya memang terbilang belum terlalu adaptif dengan menu-menu kekinian. Penulis, secara jujur, merasa kopi ini bisa dinikmati oleh orang-orang yang punya selera tinggi atas single origin. Makanya, jika mau dijadikan kopi susu, sudah seharusnya menemukan kalibrasi yang pas dalam level roasting. Gimana, tertarik gak coba kopinya?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us