Kenapa Gunung 3.000 Mdpl Tidak Disarankan Tektok?

Mendaki gunung kini semakin populer dan diminati banyak orang, termasuk juga tren pendakian tektok, yaitu pendaki naik dan turun gunung pada hari yang sama tanpa menginap. Teknik ini mengutamakan efisiensi waktu, sehingga cocok bagi pendaki yang memiliki waktu terbatas atau pemula, serta umumnya dilakukan di gunung yang tidak terlalu tinggi dengan jalur relatif pendek.
Meski terlihat praktis, metode ini sebenarnya tidak disarankan untuk gunung dengan ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau lebih, lho. Lantas, kenapa gunung 3.000 mdpl tidak disarankan tektok bagi para pendaki? Ini beberapa alasannya!
1. Risiko kelelahan ekstrem dan dehidrasi

Pendakian tektok sering kali dilakukan dengan waktu terbatas dan hal ini membuat banyak pendaki terburu-buru mencapai puncak tanpa memberi tubuh waktu istirahat yang cukup. Kelelahan akibat pendakian yang terlalu cepat, terutama di ketinggian 3.000 mdpl atau lebih, bisa berisiko tubuh mengalami kelelahan ekstrem dan dehidrasi.
Pada ketinggian tersebut, tubuh membutuhkan lebih banyak waktu untuk beristirahat serta beradaptasi. Jika pendaki memaksakan diri untuk terus mendaki tanpa istirahat cukup, tubuh bisa kehilangan energi lebih cepat hingga meningkatkan risiko kecelakaan.
2. Medan yang cukup berat dan terjal

Gunung-gunung dengan ketinggian 3.000 mdpl atau lebih umumnya memiliki medan yang sangat terjal dan sulit dilalui. Banyak jalur pendakian yang curam, berbatu, hingga licin.
Bagi pendaki pemula yang belum berpengalaman, medan seperti ini bisa sangat berbahaya. Tanpa persiapan yang baik, pendaki bisa tergelincir atau terjatuh. Oleh karena itu, gunung dengan ketinggian tersebut tidak disarankan tektok agar tidak terjadi kecelakaan selama pendakian.
3. Perubahan cuaca yang tiba-tiba

Gunung dengan ketinggian 3.000 mdpl atau lebih memiliki cuaca yang ekstrem dan bisa berubah dengan cepat. Seperti hujan deras dan kabut yang sering kali datang tiba-tiba, bahkan di musim yang seharusnya cerah.
Perubahan cuaca yang cepat ini bisa membuat pendakian menjadi sangat berbahaya, terutama bagi pendaki yang tidak membawa perlengkapan sesuai atau tidak berpengalaman dalam menghadapi kondisi ekstrem. Cuaca buruk bisa menyebabkan pendaki terjebak di jalur yang berbahaya atau bahkan kehilangan orientasi. Bahkan, hal ini bisa memicu hipotermia yang dapat membahayakan nyawa pendaki.
4. Risiko terkena Acute Mountain Sickness (AMS)

Saat pendaki mencapai ketinggian lebih dari 2.500 mdpl, tubuh akan mulai merasakan perbedaan oksigen yang signifikan. Di ketinggian lebih dari 3.000 mdpl, udara semakin tipis dan tubuh membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kekurangan oksigen tersebut. Jika tidak dapat beradaptasi dengan cepat, pendaki berisiko mengalami AMS atau penyakit akibat ketinggian.
Penyakit ini bisa bertambah buruk jika tidak menurunkan ketinggian atau melakukan langkah penanganan yang tepat. Oleh karena itu, pendakian tektok yang mengharuskan pendaki untuk mencapai ketinggian dalam waktu singkat, sangat berisiko terutama bagi mereka yang belum beradaptasi atau tidak dalam kondisi fisik yang optimal.
5. Kurangnya waktu untuk menikmati alam

Salah satu kerugian terbesar pendakian tektok pada ketinggian 3.000 mdpl adalah minimnya waktu untuk menikmati keindahan alam. Pendakian ini biasanya dilakukan dalam tempo cepat dan fokus pada kejar target waktu daripada menikmati perjalanan.
Salah satu esensi mendaki gunung adalah menikmati suasana hutan, udara segar, langit cerah, matahari terbit, serta momen tenang yang jauh dari hiruk pikuk kota. Akibatnya, tujuan pendakian berubah dari menikmati alam menjadi semata-mata menaklukan ketinggian. Hal ini tentu dapat mengurangi kualitas pengalaman dan membuat pendakian terasa lebih melelahkan secara fisik maupun mental.
Pendakian tektok di gunung 3.000 mdpl bukan hanya soal stamina, tetapi juga soal risiko serius. Maka dari itu, tidak disarankan untuk melakukannya pada ketinggian tersebut. Jika tujuan pendakian adalah pengalaman yang aman, menyenangkan, dan penuh makna, maka sebaiknya berikan tubuh waktu untuk beradaptasi serta menikmati perjalanan tanpa terburu-buru.
















