Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kapan Waktu Ideal untuk Pendakian Tektok? Ini Penjelasannya!

ilustrasi pendaki gunung
ilustrasi pendaki gunung (unsplash.com/Getty Images)
Intinya sih...
  • Mulai pendakian sekitar pukul 22.00—01.00 untuk tiba di puncak saat matahari terbit, hindari kelelahan dan cuaca buruk.
  • Hindari mulai pendakian terlalu pagi jika istirahat tidak cukup, fokus pada kondisi tubuh di jam tersebut.
  • Jangan mulai pendakian setelah pukul 09.00 pagi, perhitungkan estimasi waktu turun dan sesuaikan dengan cuaca serta regulasi gunung.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kalau kamu pernah dengar istilah tektok dalam dunia pendakian gunung, pasti langsung kebayang aktivitas ekstrem yang naik dan turun gunung dalam satu hari tanpa kemah. Namun, pertanyaan yang paling sering muncul adalah tektok enaknya jam berapa, ya? Sebab, waktu mulai pendakian bisa jadi penentu lancar atau tidaknya perjalanan kamu.

Sebelum kamu asal pilih waktu pendakian, pahami dulu kapan sebenarnya waktu ideal untuk memulai pendakian tektok berikut ini. Dalam pendakian cepat seperti ini, strategi waktu itu krusial. Salah pilih jam mulai bisa bikin kamu kehabisan tenaga, dikejar malam, atau bahkan hadapi cuaca buruk di tengah jalur.

1. Mulai sekitar pukul 22.00—01.00 biar summit saat matahari terbit

ilustrasi pendaki di Gunung Semeru
ilustrasi pendaki di Gunung Semeru (pexels.com/Iqx Azmi)

Mulai tektok antara jam 22.00—01.00 adalah pilihan paling ideal untuk banyak pendaki profesional. Pendakian malam memungkinkanmu tiba di puncak saat sunrise alias matahari terbit, yang biasanya terjadi sekitar pukul 05.30—06.00. Naik saat malam juga bikin suhu udara lebih dingin dan stabil, sehingga tubuh tidak cepat kehilangan energi karena panas. Jalur pun cenderung sepi dibanding waktu subuh atau pagi hari, sehingga kamu bisa atur ritme dengan lebih bebas.

Selain itu, pendakian malam membantu menghindari potensi hujan siang yang umum terjadi di pegunungan. Namun, pendakian malam butuh persiapan ekstra, seperti pastikan headlamp terang, baterai cadangan ada, tim tidak mengantuk, dan jalur sudah kamu pahami sebelumnya. Cocok untuk gunung tipe medium, seperti Gunung Prau, Gunung Andong, hingga gunung dengan waktu tempuh 4—8 jam ke puncak.

2. Hindari mulai pendakian terlalu pagi kalau istirahat gak cukup

ilustrasi pendaki
ilustrasi pendaki (pexels.com/kwnos Iv)

Banyak yang berpikir memulai pendakian jam 04.00 pagi itu bagus, tapi sebenarnya risiko kelelahan cukup tinggi kalau kamu tidak tidur cukup sebelumnya. Tubuh kamu butuh energi penuh saat tektok, karena ritme pendakian lebih cepat dibanding trekking biasa. Kalau kamu baru tidur tengah malam dan bangun jam 03.00 pagi, fokus dan kekuatan otot belum pulih. 

Akibatnya, pendakian terasa lebih berat, dan potensi cedera karena lengah jadi lebih besar. Alternatifnya, kamu bisa tidur lebih awal lalu mulai pendakian jam 02.00—03.00 pagi. Ini memungkinkan tubuh tetap dalam kondisi prima, pendakian tetap kondusif, dan kamu masih punya waktu untuk sampai puncak sebelum cuaca berubah. Intinya, bukan hanya soal jam mulai, tapi seberapa siap tubuh kamu di jam tersebut.

3. Jangan mulai pendakian setelah pukul 09.00 pagi

ilustrasi pendaki gunung
ilustrasi pendaki gunung (pexels.com/Robert Forever Ago)

Mulai tektok setelah jam 09.00 sangat tidak disarankan, bahkan oleh porter dan ranger gunung. Pada jam ini, sinar matahari sudah mulai terasa menyengat, suhu naik drastis, dan potensi dehidrasi semakin tinggi. Kalau pendakian kamu memakan waktu lebih dari 5 jam ke puncak, kamu berisiko masih berada di jalur saat siang menjelang sore, yang merupakan waktu paling rentan terjadi badai di pegunungan. 

Selain itu, jalur gunung mulai ramai setelah jam 08.00 pagi, sehingga ritme pendakian kamu bisa terganggu. Kondisi tubuh juga cenderung lebih cepat lelah karena udara panas. Kalau baru bisa berangkat pagi, pastikan memulai pendakian maksimal pukul 05.00—06.00 dan siap turun sebelum sore untuk meminimalkan risiko.

4. Perhitungkan jam mulai berdasarkan estimasi waktu turun

ilustrasi pendaki di gunung berkabut (
ilustrasi pendaki di gunung berkabut (pexels.com/Ds babariya)

Yang sering dilupakan pendaki tektok adalah fase turunnya. Padahal, turunnya justru lebih berisiko, karena kaki mulai lelah dan otot mengalami tekanan besar. Contohnya, kalau estimasi naik 5—6 jam dan turun 3—4 jam, maka idealnya kamu start jam 23.00—00.00 malam. Dengan begitu, kamu bisa sampai puncak sekitar 05.00 pagi, turun santai, dan selesai pendakian sekitar pukul 13.00—15.00. 

Hindari turun saat hari mulai gelap, karena konsentrasi menurun dan potensi kecelakaan meningkat. Kalau tetap terpaksa turun malam, pastikan tim punya pengalaman, headlamp cukup, dan kondisi fisik masih stabil. Ingat, waktu turun bisa lebih lama dari estimasi kalau medan licin atau cuaca berubah.

5. Sesuaikan jam mulai pendakian dengan cuaca dan regulasi gunung

ilustrasi pendaki kehujanan
ilustrasi pendaki kehujanan (unsplash.com/Annie Spratt)

Beberapa gunung memiliki aturan pembukaan jalur pendakian yang wajib kamu taati. Contohnya, beberapa pos pendaftaran baru buka pagi hari, tapi tetap bisa dinegosiasi lewat briefing sebelumnya jika kamu hendak tektok malam. Selain aturan operasional, kamu juga harus cek prakiraan cuaca minimal H-1.

Misalnya, BMKG atau aplikasi cuaca gunung menunjukkan hujan turun mulai pukul 13.00, maka kamu harus sudah dalam perjalanan turun sebelum jam 10.00—11.00. Kalau cuaca ekstrem diprediksi sejak malam, pertimbangkan mulai lebih pagi dengan istirahat cukup. Jam mulai terbaik bukan hanya yang paling cepat, tapi yang paling adaptif terhadap regulasi dan kondisi alam. Pendaki profesional selalu prioritaskan keselamatan, bukan target waktu.

Kalau kamu masih bertanya “pendakian tektok enaknya jam berapa?”, maka waktu paling ideal adalah start pukul 22.00—01.00 dengan syarat fisik siap, cuaca mendukung, dan jalur sudah kamu pahami. Hindari mulai setelah pukul 09.00 pagi dan selalu hitung waktu turun agar kamu selesai pendakian sebelum sore.

Ingat, pendakian tektok itu soal strategi, bukan balapan ke puncak. Selama kamu tahu batas diri dan menghormati alam, pendakian cepat ini bisa jadi pengalaman seru, aman, dan tetap berkesan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us

Latest in Travel

See More

5 Tips Merancang Liburan Akhir Tahun tanpa Menguras Tabungan

27 Nov 2025, 15:32 WIBTravel