Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Kesalahan Umum yang Sering Dilakukan Turis saat Liburan di Jepang

Potret Osaka Castle di Jepang
Potret Osaka Castle di Jepang (unsplash.com/hk_kenc)

Jepang merupakan salah satu destinasi impian sekaligus favorit banyak wisatawan, terutama yang berasal dari Indonesia. Negeri Sakura ini menawarkan perpaduan budaya tradisional dan modern yang memikat. Ada kuil bersejarah, taman cantik, hingga pusat perbelanjaan yang serba canggih.

Namun, di balik pesonanya, ada etika dan kebiasaan lokal yang cukup berbeda dari negara lain. Banyak turis tanpa sadar melakukan kesalahan yang bisa dianggap kurang sopan di mata masyarakat Jepang.

Kesalahan-kesalahan ini sering terjadi, karena kurangnya informasi atau persiapan sebelum berangkat. Padahal, memahami aturan dan budaya setempat tidak hanya membuat liburan jadi lebih nyaman, tetapi juga menunjukkan rasa hormat pada masyarakat setempat.

Sebelum liburan ke Jepang, simak beberapa kesalahan umum turis liburan di Jepang, seperti dilansir Travel+Leisure berikut!

1. Tidak paham table manner ala Jepang

Kesalahan pertama yang sering dilakukan turis saat liburan di Jepang adalah tidak memahami table manner. Etika makan di Jepang itu memang cukup detail. Terutama dalam hal penggunaan sumpit. Gak perlu mahir, asal kamu tahu bagaimana cara meletakannya.

Saat tidak sedang makan, letakkan sumpit di tatakan yang disediakan. Untuk sumpit sekali pakai, kamu bisa membuat tatakan dengan melipat dua kertas pembungkusnya. Jangan pernah menancapkan sumpit tegak lurus ke dalam mangkuk berisi nasi atau makanan, karena hal ini melambangkan persembahan untuk orang yang sudah meninggal.

Hindari menunjuk sesuatu atau bahkan orang lain dengan sumpit, serta tidak boleh melakukan “double dipping,” yakni mengambil makanan dari piring bersama dengan sumpit yang sudah masuk ke mulut.

Selain penggunaan sumpit, ada beberapa tata krama makan di Jepang yang wajib dipatuhi. Misalnya makan sushi sebaiknya langsung dengan tangan, lipat rapi handuk oshibori setelah digunakan, jangan datang terlambat saat sudah reservasi, meninggalkan makanan yang tidak habis, atau memakai parfum menyengat (terutama di restoran kaiseki atau sushi).

2. Terlalu berisik

Ilustrasi orang makan ramen di kedai Jepang
Potret orang makan ramen di kedai Jepang (unsplash.com/reddfrancisco)

Bagian dari menjaga harmoni sosial di Jepang yang padat penduduk adalah turut serta menjaga ketenangan. Orang-orang Jepang sangat jarang berbicara keras atau berteriak di tempat umum, terutama di tempat makan. Biasanya mereka baru terlihat bersuara lepas dan keras saat berada di pub, taman bermain, atau festival.

Hal ini juga berlaku untuk percakapan telepon. Menjawab telepon di transportasi umum atau restoran dianggap tidak sopan. Sebagai turis, kamu juga wajib memahami dan menaati aturan ini, ya!

3. Menghambat perjalanan transportasi umum

Pernahkah melihat tayangan video petugas mendorong penumpang masuk ke kereta sampai penuh? Hal ini memang nyata dan sering terjadi, terutama saat rush hour di Tokyo. Tak jarang, ada ada wisatawan yang membawa koper besar ke kereta dan meletakannya di depan pintu. Tatapan sinis dari orang-orang akan tertuju pada si pembawa koper tersebut.

Bahkan di luar jam sibuk, wisatawan juga tidak sebaiknya menghalangi pintu atau gerbang. Berdiri di tempat yang kosong dan bawa barang secukupnya. Makan atau minum di kendaraan umum juga tidak diperbolehkan, baik di kereta maupun transportasi umum lainnya, kecuali di perjalanan jarak jauh, seperti Shinkansen.

4. Tidak membawa uang tunai

Portet uang Yen Jepang
Portet uang Yen Jepang (unsplash.com/arkenstone_jr)

Selama pandemik, Jepang memang menjadi lebih ramah terhadap pembayaran digital. Namun, masih banyak tempat yang hanya menerima uang tunai, terutama bisnis kecil (UMKM).

Banyak turis kebingungan mencari ATM setelah makan dan baru menyadari tempat tersebut tidak menerima pembayaran digital. Nah, supaya hal seperti ini tidak terjadi, bawalah uang tunai secukupnya saat hendak ke Jepang.

Selain itu, ada hal lain yang perlu diperhatikan. Orang Jepang jarang menyerahkan uang langsung ke kasir untuk menghindari sentuhan tangan. Sebagai gantinya, mereka meletakkan uang tunai di nampan kecil di dekat kasir, lalu kasir yang mengambilnya. Uang kembalian juga akan diberikan dengan cara yang sama, biasanya diletakkan di atas struk.

5. Memberi tip

Beberapa orang, terutama Amerika Serikat, memiliki kebiasaan memberi tip, terutama di rumah makan dan hotel. Di Jepang, memberi tip untuk layanan apa pun tidak dianjurkan dan malah menimbulkan kebingungan. Karyawan atau kasir biasanya akan bersikeras mengembalikan uang tip tersebut.

Jika karyawan di suatu tempat dianggap memberikan layanan maksimal dan baik, hadiah kecil, seperti cokelat atau permen, biasanya akan diterima, terutama jika hadiah itu berasal dari negara lain dan sulit ditemukan di Jepang. Namun, bukan berarti hal ini menjadi kewajiban, ya! Pastikan kamu mengucapkan terima kasih yang tulus terhadap pelayanannya.

6. Salah menunjukkan gestur

Potret perempuan Jepang mengenakan yukata
Potret perempuan Jepang mengenakan yukata (unsplash.com/genji0503)

Komunikasi non-verbal bisa membantu wisatawan yang tidak bisa berbahasa Jepang. Namun, tidak semua gestur memiliki arti yang sama dan sering menimbulkan kesalahpahaman.

Salah satu yang sering terjadi adalah gestur memanggil. Di Jepang, gestur memanggil dilakukan dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan jari-jari ditekuk ke arah diri sendiri. Namun, bagi orang-orang Barat, gestur ini diartikan sebagaii gerakan menyuruh pergi Barat.

Untuk meminta tagihan, beberapa orang menirukan gerakan menulis. Namun, gestur yang lebih umum adalah menyilangkan jari telunjuk membentuk X yang berarti tidak ingin memesan lagi.

Terakhir, membungkuk sambil menempelkan kedua telapak tangan di depan dada dianggap tanda terima kasih di banyak negara Asia Tenggara, tetapi justru di Jepang terlihat seperti memohon berlebihan. Membungkuk yang benar adalah dengan tangan di samping tubuh atau terlipat rapi di depan pinggang.

7. Membuka pintu taksi secara manual

Potret taksi di Jepang
Potret taksi di Jepang (unsplash.com/nicsandman20)

Orang-orang sering bercanda bahwa Jepang hidup di masa depan. Ketika pertama kali tiba, pintu taksi otomatis membuat banyak wisatawan terheran-heran.

Sopir cukup menekan tombol dan pintu akan terbuka untuk penumpang. Begitu pula saat turun dan setelah membayar, pintu akan terbuka secara otomatis. Jika masih nekat membukanya secara manual, tak jarang supir akan menegur penumpang.

Tips lain yang perlu diperhatikan saat naik taksi adalah biarkan sopir membantu memasukkan barang ke bagasi sebagai bagian dari layanannya. Penumpang juga boleh menghentikan taksi di jalan, asalkan ada tempat untuk menepi.

Namun, umumnya pangkalan taksi tersedia di depan stasiun atau hotel. Taksi online, seperti Uber, ada di Jepang, tetapi hanya di kota besar dan tetap terhubung dengan taksi konvensional.

8. Merokok di tempat umum

Sejak adanya perubahan Undang-undang Kesehatan Masyarakat pada 2020, kegiatan merokok dibatasi dengan sangat ketat di Jepang. Tujuannya untuk mencegah paparan asap rokok bagi orang lain. Semua orang tidak boleh merokok di area publik, seperti restoran dan hotel, kecuali di ruang khusus merokok. Semua layanan kereta, termasuk Shinkansen, bebas rokok.

Merokok sambil berjalan di jalan juga dilarang. Polisi dapat langsung memberikan denda jika tertangkap. Area merokok biasanya ditemukan di luar stasiun atau tempat berkumpul, lengkap dengan tempat pembuangan puntung rokok.

Sedangkan, rokok elektrik diatur dengan aturan yang sama dan cairan vape yang mengandung nikotin tidak dijual di Jepang (wisatawan dapat membawa hingga 120 ml untuk penggunaan pribadi).

9. Tidak menghormati kuil dan tempat ibadah Shinto

Potret Kuil Itsukushima di Pulau Miyajima, Hiroshima, Jepang
Potret Kuil Itsukushima di Pulau Miyajima, Hiroshima, Jepang unsplash.com/juliebaa)

Sebagian besar orang Jepang memiliki hubungan yang "santai" dengan agama, jika dibandingkan orang Barat, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Mereka kerap memadukan praktik Buddha, Shinto, dan bahkan Kristen. Namun, itu bukan berarti mereka tidak menghormatinya.

Tak sedikit orang Jepang yang mengeluh banyak turis yang kurang menunjukkan rasa hormat saat liburan di kuil dan tempat ibadah Shinto. Yang wajib dipahami adalah seluruh area kuil dianggap suci.

Saat berkunjung ke sana, lepaskan topi dan kacamata hitam, berbicaralah dengan pelan, jangan memotret upacara tanpa izin, dan jangan memanjat atau berakrobat di gerbang torii. Satu tips penting yang perlu dipahami bahwa bagian tengah jalan di bawah torii diperuntukkan bagi para dewa, jadi berdirilah di sisi kiri atau kanan saat berfoto.

10. Berenang di pemandian air panas

Mengunjungi pemandian air panas atau sento adalah pengalaman budaya yang menyenangkan dan telah berlangsung lebih dari seribu tahun. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari kehidupan sosial dan spiritual di Jepang. Berendam sebelum tidur pun masih menjadi kebiasaan di banyak orang.

Tak jarang, wisatawan memperlakukan kolam pemandian air panas, seperti kolam renang pada umumnya, mengenakan pakain renang, dan terlali banyak bergerak seperti orang berenang. Padahal, air di pemandian tersebut hanya boleh digunakan untuk berendam degan tenang, supaya tubuh dan pikiran rileks.

Selain itu, wiatawan sebaiknya juga mandi terlebih dahulu sebelum berendam. Tujuannya untuk memastikan tubuh tidak membawa keringat dan kotoran.

Petugas akan memberikan handuk kecil yang diberikan petugas tidak boleh menyentuh kolam (biasanya diletakkan di kepala) dan hanya bisa digunakan untuk mencuci badan. Selama berendam, bicara keras atau bermain air dianggap tidak sopan, jadi masuklah dengan tenang dan berbicaralah dengan pelan.

Nah, itu dia kesalahan umum turis liburan di Jepang, seperti dilansir Travel+Leisure. Jangan sampai hal-hal di atas kamu lakukan, agar liburanmu aman dan menyenangkan!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dewi Suci Rahayu
EditorDewi Suci Rahayu
Follow Us