Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bankir Cyrillus Harinowo Rilis Buku Multi-pathway Mobil Elektrifikasi

Cyrillus Harinowo bikin buku multi-pathwar mobil elektrifikasi (Istimewa)
Intinya sih...
  • Cyrillus Harinowo merilis buku "Multi-pathway for Car Electrification" tentang tren teknologi otomotif terkini dan upaya mengikis karbon.
  • Perdana Menteri Inggris akan melarang penjualan mobil konvensional pada 2030, mendorong diskusi Cyrillus mengenai tren industri mobil listrik.
  • Penggunaan BEV di Indonesia tidak benar-benar tanpa emisi, sementara Brasil telah mengadopsi penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan untuk dekarbonisasi.

Jakarta, IDN Times - Seorang bankir dan ahli moneter, Cyrillus Harinowo, baru saja merilis buku berjudul "Multi-pathway for Car Electrification". Buku ini merupakan pandangan Cyrillus terhadap tren teknologi otomotif terkini, seperti mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) dan upaya mengikis karbon.

Lewat berbagai riset, penerapan teori, dan kajian lapangan, dia melakukan pendalaman pada masalah industri otomotif terkini. Melalui buku hampir 300 halaman tersebut, harapannya dia dapat memberi penjelasan yang masuk akal dan berpotensi mendukung keberlanjutan ekonomi, industri, serta masa depan visi NZE (Net Zero Emissions) Indonesia.

1. Pernyataan Perdana Menteri Inggris

Bukunya dibuat lewat berbagai riset (Istimewa)

Salah satu peristiwa yang menarik Cyrillus untuk membahas soal tren teknologi industri mobil adalah pernyataan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada 2020 lalu, yang mengatakan negaranya akan melarang penjualan mobil konvensional pada 2030 dan hanya memperbolehkan mobil listrik.

"Satu pernyataan Boris Johnson itu membuat saya berpikir bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak akan bisa kembali lagi atau irreversible. Sementara masyarakat Indonesia sendiri belum sepenuhnya paham mengenai itu," ujar Cyrillus dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Rabu (6/11/2024).

2. Transisi mobil listrik

Puluhan unit bZ4X diturunkan (TAM)

Menurut Cyrillus, saat ini penggunaan BEV di Indonesia tidak benar-benar tanpa emisi. Karena saat mengecas baterai mobil listrik, 80 persen listriknya masih berasal dari pembangkit listrik yang digerakkan oleh bahan bakar fosil.

"Pada kenyataannya, upaya dekarbonisasi sektor otomotif memang serempak dilakukan secara global. Hanya saja, transisi menuju mobil listrik tidaklah mudah, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Infrastruktur pengisian baterai masih terbatas, sementara tuntutan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca semakin meningkat," jelas Cyrillus.

Saat ini pun banyak produsen mobil global termasuk yang beroperasi di Indonesia, mulai mengembangkan Hybrid Electric Vehicle (HEV) dan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), sebagai langkah awal sebelum beralih sepenuhnya ke mobil listrik.

3. Penggunaan bioetanol

Corolla Cross HEV Flexy Fuel (Toyota)

Cyrillus mengatakan, Brasil menjadi contoh yang tepat buat Indonesia, yang memiliki kesamaan dalam hal sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar.

Dalam upaya dekarbonisasi, Brasil telah mengadopsi penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan, yang dihasilkan dari industri gula mereka. Brasil adalah produsen bioetanol terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Penggunaan bioetanol di Brasil berpotensi mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi, yang merupakan penyumbang utama emisi karbon di negara tersebut. Negara tersebut juga mengembangkan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan untuk diesel, serta mobil flexy hybrid yang menggunakan bioetanol.

Sedangkan bagi Indonesia, menurut Cyrillus, dengan mempertimbangkan kemunculan tren berbagai teknologi dalam dekarbonisasi, maka memiliki peluang untuk menguasai rantai pasok kendaraan berteknologi listrik dan mesin flexy.

4. Melawan arus

Parkiran mobil listrik di dealer Mazda Simprug (IDN Times/Fadhliansyah)

Menurut Cyrillus, pandangan dalam bukunya tersebut memang seakan melawan arus, yaitu tren mobil listrik dianggap satu-satunya yang bisa menyelesaikan persoalan emisi karbon.

Tetapi dia menekankan pentingnya memahami bahwa teknologi otomotif ramah lingkungan tidak hanya terbatas pada mobil listrik, tergantung masing-masing negara. Contohnya Norwegia, yang bisa dikatakan listriknya hampir 100 persen hijau karena menggunakan pembangkit tenaga air yang ramah lingkungan.

"Saya awalnya tidak aware dan dogmatis sekali, pokoknya mobil listrik adalah mobil yang ramah lingkungan. Namun akhirnya menjadi paham bahwa mobil LCGC bisa menjadi ramah lingkungan dibandingkan (dalam varian hybrid) mobil listrik yang ada. Begitu pula mobil hybrid dan mobil flexy,” imbuh Cyrillus.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fadhliansyah
Sunariyah
Fadhliansyah
EditorFadhliansyah
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us