Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Mobil Niaga Jarang yang Hybrid?

Ilustrasi truk (Pexels/Quintin Gellar)
Ilustrasi truk (Pexels/Quintin Gellar)

Banyak orang bertanya-tanya, jika teknologi hybrid semakin populer di mobil penumpang, mengapa mobil niaga, seperti pick-up, van, atau truk kecil, masih didominasi mesin bensin dan diesel konvensional? Padahal, secara teori, hybrid bisa membantu menekan konsumsi bahan bakar dan emisi operasional bisnis.

Namun kenyataannya, kebutuhan kendaraan niaga berbeda jauh dari mobil keluarga. Mobil ini dibeli bukan untuk gaya hidup atau kenyamanan, melainkan untuk bekerja keras, mengangkut barang, melayani pelanggan, dan menghasilkan keuntungan. Karena itu, efisiensi teknologi tidak selalu otomatis cocok untuk sektor komersial.

1. Pertimbangan biaya dan manfaat bisnis

Ilustrasi truk (Pexels/Alfred GF)
Ilustrasi truk (Pexels/Alfred GF)

Alasan terbesar adalah soal hitung-hitungan ekonomi. Teknologi hybrid membutuhkan komponen tambahan seperti motor listrik, baterai berkapasitas besar, sistem pendingin, dan inverter. Semua itu membuat harga jual mobil naik cukup signifikan. Bagi pelaku usaha, selisih harga puluhan juta rupiah bisa berdampak besar pada arus kas dan modal operasional.

Selain itu, penghematan bahan bakar belum tentu sebanding dengan kenaikan harga tersebut, terutama jika kendaraan sering dipakai jarak jauh atau di kecepatan konstan. Pengusaha logistik dan UMKM biasanya lebih realistis: lebih baik membeli kendaraan yang harganya terjangkau, biaya perawatan murah, dan suku cadangnya mudah ditemukan di seluruh daerah.

2. Kebutuhan daya angkut dan durabilitas

Ilustrasi truk (Pexels/ontoy Photography)
Ilustrasi truk (Pexels/ontoy Photography)

Mobil niaga dirancang untuk membawa muatan berat, bukan untuk akselerasi halus atau kenyamanan kabin. Baterai hybrid memiliki bobot yang besar, dan tambahan berat ini akan mengurangi kapasitas payload. Jika pick-up kehilangan 100–200 kilogram daya angkut, potensinya mengurangi jumlah barang yang bisa dibawa sekali jalan, dan itu berarti berkurangnya pemasukan.

Selain soal bobot, kendaraan niaga harus bekerja dalam kondisi ekstrem—panas, hujan, jalan rusak, hingga medan berbatu. Mesin diesel tetap menjadi pilihan andalan karena memiliki torsi besar, tahan banting, dan terkenal efisien saat membawa beban berat. Teknologi hybrid memang semakin kuat, tetapi masih dianggap belum setangguh diesel untuk kebutuhan operasional intensif.

3. Infrastruktur servis dan pola pemakaian

Ilustrasi truk (Pexels/Caio)
Ilustrasi truk (Pexels/Caio)

Salah satu tantangan hybrid di sektor komersial adalah ketersediaan bengkel dan teknisi terlatih. Banyak armada logistik beroperasi di daerah yang jauh dari kota besar, sementara perbaikan sistem hybrid membutuhkan peralatan khusus dan penanganan teknis yang lebih kompleks.

Selain itu, teknologi hybrid paling optimal digunakan pada kondisi stop-and-go perkotaan, karena energi pengereman dapat diubah kembali menjadi listrik. Sementara banyak kendaraan niaga bekerja di luar kota dengan kecepatan stabil—di mana efisiensi hybrid tidak begitu menonjol. Dalam skenario ini, mesin diesel tetap lebih unggul dalam hal konsumsi bahan bakar dan daya jelajah.

Pada akhirnya, bukan berarti mobil niaga hybrid tidak akan berkembang. Seiring meningkatnya regulasi emisi, penurunan harga baterai, dan kebutuhan logistik perkotaan yang lebih bersih, teknologi ini punya peluang besar. Namun untuk saat ini, sebagian besar pelaku usaha masih memilih formula yang sudah terbukti: sederhana, kuat, murah, dan mudah dirawat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in Automotive

See More

SUV Baru Chery Diperkenalkan di GJAW, Bisa Berubah Bentuk!

24 Nov 2025, 14:36 WIBAutomotive