Mengapa Harga Mobil Listrik Cepat Anjlok Saat Dijual Lagi?

- Baterai menjadi faktor utama penurunan harga mobil listrik bekas
- Perkembangan teknologi yang cepat membuat mobil listrik lama terlihat ketinggalan zaman
- Infrastruktur pengisian daya yang belum merata mempengaruhi harga jual kembali mobil listrik bekas
Popularitas mobil listrik di Indonesia terus meningkat seiring dengan kehadiran model yang semakin terjangkau. Namun, ada fenomena yang mengejutkan banyak pemilik, yakni harga jual kembalinya (resale value) yang turun jauh lebih cepat dibanding mobil bahan bakar .
Penurunan nilai ini bukan hanya faktor usia kendaraan, melainkan juga dipengaruhi oleh tren pasar hingga teknologi baterai. Untuk memahami mengapa harga mobil listrik bisa anjlok saat dijual lagi, mari kita bedah beberapa faktor utamanya.
1. Daya tahan dan biaya penggantian baterai

Baterai adalah komponen paling vital sekaligus paling mahal pada mobil listrik, dengan harga bisa mencapai 30–40% dari nilai kendaraan. Seiring pemakaian, baterai akan mengalami degradasi, hingga membuat kapasitasnya berkurang, jarak tempuh menurun, dan performa pengisian menjadi kurang optimal.
Untuk pembeli mobil listrik bekas, ini menjadi kekhawatiran besar, apalagi biaya penggantian baterai bisa mencapai ratusan juta rupiah. Banyak calon pembeli akhirnya menghindari mobil listrik bekas yang sudah berumur karena takut menanggung biaya besar tersebut. Akibatnya, penjual harus memangkas harga cukup dalam agar unitnya laku di pasaran.
2. Perkembangan teknologi yang cepat

Industri mobil listrik berkembang dengan kecepatan luar biasa. Setiap tahun, pabrikan menghadirkan model baru dengan jarak tempuh lebih jauh, fitur keselamatan lebih canggih, dan waktu pengisian baterai yang lebih singkat. Model keluaran lama otomatis terlihat ketinggalan zaman, meskipun kondisinya masih sangat layak pakai.
Fenomena ini mirip seperti smartphone, di mana inovasi yang terlalu cepat membuat perangkat lama kehilangan daya tariknya di mata pembeli. Karena itu, harga jual kembali mobil listrik lama merosot jauh lebih cepat dibandingkan mobil bensin dengan usia yang sama.
3. Infrastruktur pengisian daya yang belum merata

Meski jumlah stasiun pengisian daya (SPKLU) terus meningkat, distribusinya di Indonesia masih belum merata. Konsumen yang tinggal di daerah dengan sedikit atau bahkan tanpa fasilitas pengisian publik akan merasa kesulitan menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan harian.
Mobil listrik bekas yang dijual di wilayah seperti ini cenderung sulit laku, kecuali harganya diturunkan secara signifikan. Bahkan, sebagian pembeli di daerah tertentu sama sekali tidak mempertimbangkan mobil listrik karena kendala pengisian, sehingga pasar mobil bekasnya menjadi sangat terbatas.
4. Persepsi dan kepercayaan konsumen

Meskipun popularitasnya meningkat, masih banyak konsumen yang ragu terhadap mobil listrik. Kekhawatiran terbesar meliputi daya tahan baterai, biaya perbaikan, dan ketersediaan suku cadang. Minimnya informasi dan pengalaman langsung membuat persepsi ini sulit diubah dalam waktu singkat.
Dampaknya, pasar mobil listrik bekas lebih sempit dibanding mobil konvensional, dan penjual sering kali terpaksa menurunkan harga demi menarik minat. Selama persepsi negatif ini bertahan, nilai jual kembali mobil listrik kemungkinan akan tetap rendah.
5. Insentif pemerintah pada mobil baru

Di Indonesia dan banyak negara lain, insentif pemerintah untuk mobil listrik biasanya hanya berlaku bagi unit baru. Insentif ini bisa berupa potongan harga, pembebasan pajak, atau keringanan bea masuk, yang membuat harga mobil baru menjadi lebih terjangkau.
Konsumen akhirnya lebih memilih membeli unit baru yang mendapat subsidi daripada membeli unit bekas yang tidak mendapat fasilitas tersebut. Hal ini menciptakan tekanan besar pada harga jual kembali mobil listrik bekas, serta memaksa penjual memangkas harga agar tetap kompetitif.
Meskipun nilai depresiasi yang cepat menjadi tantangan, penting untuk melihat gambaran yang lebih besar. Pergerakan harga ini merupakan bagian dari dinamika pasar yang sedang berkembang, di mana teknologi terus berubah dan adopsi massal masih dalam tahap awal.