Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Perbedaan Koperasi Merah Putih dan BUMDes, yuk Cari Tahu!

ilustrasi sedang rapat (unsplash.com/CoWomen)
ilustrasi sedang rapat (unsplash.com/CoWomen)
Intinya sih...
  • Koperasi Merah Putih dan BUMDes adalah lembaga usaha untuk membangun kemandirian ekonomi desa.
  • Koperasi Merah Putih didirikan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025, sementara BUMDes didirikan sesuai UU No 6/2014 tentang Desa.
  • Koperasi Merah Putih memiliki prinsip gotong royong, sedangkan BUMDes dikelola langsung oleh desa dengan modal dari pemerintah dan pendapatan asli desa.

Dalam upaya membangun kemandirian ekonomi desa, pemerintah dan masyarakat memiliki berbagai pilihan lembaga usaha yang dapat digunakan untuk mengelola potensi lokal. Dua di antaranya yang sering digunakan adalah Koperasi Merah Putih dan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).

Adapun perbedaan Koperasi Merah Putih dan BUMDes ialah memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Tentu saja mulai dari prinsip dasar hukum yang berbeda hingga sistem kerja keduanya berbeda. Namun, keduanya masih memiliki peran aktif dalam melayani masyarakat.

Dengan memahami perbedaan-perbedaan utama berikut ini, desa dapat lebih tepat dalam menentukan strategi pengembangan ekonomi lokal dan membangun kelembagaan usaha yang sesuai dengan karakter serta kebutuhan warganya. Berikut enam perbedaan antara Koperasi Merah Putih dan BUMDes yang perlu kamu ketahui. Yuk, simak!

1. Dasar hukum yang berbeda

ilustrasi hak suara atau voting (unsplash.com/Element5 Digital)
ilustrasi hak suara atau voting (unsplash.com/Element5 Digital)

Koperasi Merah Putih didirikan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 yag diteken oleh Presiden Prabowo pada 27 Maret 2025 dan disesuaikan dengan amanat Surat Edaran (SE) oleh Menteri Koperasi (Menkop) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.

Sebagai badan hukum koperasi yang diakui oleh negara setelah melalui proses pengesahan di Kementerian Koperasi dan UKM, maka setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam pengambilan keputusan, menjadikannya lembaga yang demokratis dan partisipatif.

Sedangkan pada BUMDes didirikan sesuai UU No 6/2014 tentang Desa, tata cara pendiriannya mengacu pada Permendesa No 4/2015 dan Peraturan Pemerintah No 11/2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Sebagaimana tertuang pada penyelenggaraan BUMDes pada pasal 117 Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

BUMDes memiliki status sebagai badan hukum publik yang dikelola langsung oleh desa. Artinya, seluruh aset dan keuntungan BUMDes sebagian besar kembali kepada desa sebagai Pendapatan Asli Desa (PADes). Pemerintah desa memegang kendali dalam pengangkatan pengelola, pengawasan, dan penggunaan laba.

2. Tujuan dalam bentuk usaha yang berbeda

ilustrasi sedang mencatat pendapatan (unsplash.com/Jakub Żerdzicki)
ilustrasi sedang mencatat pendapatan (unsplash.com/Jakub Żerdzicki)

Pada Koperasi Merah Putih memiliki beragam bentuk usaha seperti layaknya pada koperasi umumnya yang memiliki prinsip-prinsip gotong royong terhadap para anggotanya. Adapun bentuk usaha yang dilakukan Koperasi Merah Putih mencakup orientasi pada pelayanan anggota seperti simpan pinjam, distribusi barang kebutuhan pokok, hingga pemasaran hasil bumi anggota.

Setiap anggota memiliki hak suara yang sama tanpa memandang jumlah modal yang ditanamkan dan kegiatan usaha ditentukan oleh rapat anggota, bukan oleh pemerintah desa.

Sementara itu, pada BUMDes merupakan lembaga usaha yang didirikan oleh pemerintah desa untuk mengelola potensi ekonomi desa dan menciptakan sumber pendapatan asli desa. Tujuan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan jenis usahanya dapat disesuaikan dengan potensi lokal, seperti pengelolaan wisata desa, pengelolaan air bersih, perdagangan hasil bumi, dan jasa transportasi.

3. Modal yang diberikan berbeda

ilustrasi wanita sedang memberikan modal (unsplash.com/Alexander Grey)
ilustrasi wanita sedang memberikan modal (unsplash.com/Alexander Grey)

Perbedaan selanjutnya adalah terletak pada modal usaha Koperasi Merah Putih dengan BUMDes. Jika Koperasi Merah Putih mengandalkan modal yang bersumber dari Dana Desa, alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta potensi pinjaman dari bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Dalam hal ini, modal koperasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab anggota. Karena itu, keuntungan (SHU) dan risiko usaha pun ditanggung bersama sesuai proporsi partisipasi masing-masing anggota.

Di sisi lain, BUMDes memperoleh modal terutama dari bantuan keuangan yang disalurkan oleh pemerintah melalui beragam tingkatan, mulai dari desa, kabupaten/kota, hingga provinsi, serta kerja sama dengan pihak ketiga, seperti menerima investasi atau kemitraan. Modal tersebut kemudian dikelola oleh unit usaha BUMDes di bawah pengawasan langsung pemerintah desa.

Keuntungan dari kegiatan usaha akan masuk kembali ke desa sebagai Pendapatan Asli Desa (PADes), bukan dibagi kepada individu masyarakat.

4. Pengelola organisasi

ilustrasi sedang rapat organisasi (unsplash.com/Campaign Creators)
ilustrasi sedang rapat organisasi (unsplash.com/Campaign Creators)

Pengelolaan yang dilaksanakan pada Koperasi Merah Putih diberikan kepada pengurus yang dipilih secara demokratis oleh para anggotanya. Dalam koperasi, setiap anggota memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan tanpa memandang besar kecilnya modal yang disetor.

Pengelolaan operasional juga dilakukan oleh pengurus yang bertanggung jawab kepada anggota. Pengawas koperasi memiliki tugas untuk mengontrol kegiatan pengurus dan memastikan kesesuaian dengan aturan serta kepentingan anggota.

Sebaliknya, jika BUMDes dikelola oleh direktur atau jajaran direksi yang umumnya ditunjuk secara langsung oleh pemerintah desa dan disahkan dalam musyawarah desa. Karena, pemerintah desa memiliki kewenangan strategis dalam menentukan arah usaha BUMDes melalui peraturan desa (Perdes).

Pertanggungjawaban pengelolaan disampaikan kepada kepala desa dan masyarakat melalui laporan rutin. Dalam praktiknya, BUMDes dituntut untuk menerapkan prinsip profesionalisme, efisiensi, dan transparansi sebagai badan hukum publik.

5. Bentuk usaha yang bergerak

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (unsplash.com/Mathieu Stern)
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (unsplash.com/Mathieu Stern)

Baik Koperasi Merah Putih dan BUMDes sama-sama memiliki peran strategis dalam mendorong kemandirian ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di desa. Namun, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda dalam hal jenis dan bentuk usaha yang dijalankan, sesuai dengan karakter kelembagaan.

Pada Koperasi Merah Putih, usaha yang dijalankan olehnya umumnya berorientasi pada kebutuhan anggota. Seperti menyediakan layanan keuangan seperti pinjaman modal usaha, dana darurat, pendirian klinik desa, hingga penyediaan fasilitas penyimpanan hasil panen pertanian.

Sedangkan pada BUMDes usaha yang dijalankan ialah bertujuan untuk mengelola potensi lokal dan aset desa untuk meningkatkan pendapatan desa serta memberikan layanan ekonomi bagi seluruh masyarakat desa. Seperti Menyediakan tempat jual beli produk lokal, memberikan layanan air bersih, pengelolaan tempat wisata alam, budaya, atau agrowisata yang dimiliki oleh desa, Warung atau toko modern yang melayani seluruh masyarakat desa, serta produk hasil pertanian atau kerajinan untuk dipasarkan ke luar desa.

6. Modal pendirian

ilustrasi uang koin (unsplash.com/Muhammad Asyfaul)
ilustrasi uang koin (unsplash.com/Muhammad Asyfaul)

Pada Koperasi Merah Putih, modal awal yang diberikan secara keseluruhan bisa mencapai Rp400 triliun, disetiap unit koperasi yang didirikan akan mendapatkan alokasi dana sebesar Rp5 miliar per desa. Modal tersebut diberikan oleh pemerintah melalui dana APBN, APBD, dana desa, dan pinjaman dari bank Himbara (bank pelat merah/BUMN).

Sementara itu, pada BUMDes didirikan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa, dan modal pendiriannya berasal dari anggaran keuangan desa setempat dan aset milik desa yang dipisahkan. Biasanya modal awal untuk pendirian sebuah BUMDes sangat bervariatif di setiap daerah, minimal yang ditetapkan sebesar Rp20 juta.

Melalui pemahaman di atas, terhadap perbedaan Koperasi Merah Putih dan BUMDes, diharapkan masyarakat dan pemerintah desa dapat mengambil langkah strategis dalam membangun ekonomi lokal secara berkelanjutan. Selain itu, bisa menjadi panduan awal bagi desa dalam menentukan bentuk kelembagaan ekonomi yang paling sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us