- Dr. Sofyan Djalil
- Prof. Ahmad M Ramli (Unpad)
- Prof. Satya Arinanto (UI)
- Prof. Nindyo Pramono (UGM)
- Prof. Nurhasan Ismail (UGM)
- Prof. Basuki Rekso Wibowo (Unas)
- Prof. Aidul Fitriciada Azhari (UMKT)
- Prof. Faisal Santiago (Univ Borobudur)
- Dr Ahmad Redi (Univ Barobudor)
- Dr. Ibnu Sina Chandranegara (UMT)
- Dzulfian Syafrian, S.E., M.Sc., Ph.D. (INDEF)
- Asep Ridwan, S.H., M.H. (AHP Lawfirm)
Ahli dan Akademisi Diajak Bahas Perppu Cipta Kerja, Apa Hasilnya?

Jakarta, IDN Times - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengajak para ahli dan akademisi untuk berdiskusi membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
“Pemerintah terus mendorong dalam bentuk Perppu Nomor 2 dan kemarin sudah dibacakan di paripurna DPR sehingga kita tinggal menunggu, selanjutnya tentu beberapa hal yang kami mohon yakni terus dukungan Bapak Ibu untuk mengawal proses Perppu ini agar bisa terus berjalan,” ungkap Airlangga di Jakarta, dikutip Kamis (9/2/2023).
Pembentukan Perppu Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendorong konsumsi rumah tangga, investasi domestik, hingga penciptaan lapangan kerja. Diterbitkannya Perppu Cipta Kerja diklaim sebagai salah satu stategi pemerintah dalam menghadapi risiko ketidakpastian global.
1. Para ahli dan akademisi dan ahli mendorong DPR setujui Perppu

Dalam diskusi tersebut, para akademisi dan ahli mendorong DPR untuk dapat menyetujui Perppu Cipta Kerja dan menetapkannya dengan UU Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi UU sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Berikut akademisi dan ahli yang hadir dalam diskusi tersebut:
2. Perppu cipta kerja dinilai sebagai sikap antisipatif atas kondisi ekonomi global

Dalam diskusi itu, Nurhasan Ismail dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai Perppu Cipta Kerja merupakan upaya antisipatif atas kondisi perekonomian dan kepastian hukum yang diperlukan dalam penciptaan lapangan kerja terutama dari sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
"Kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu tidak harus dimaknai telah terjadi kondisi kegentingan tetapi dimaknai sebagai sikap antisipatif," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah mengklaim substansi Perppu yang juga dilaksanakan oleh UU Cipta Kerja, telah memberikan manfaat kepada masyarakat. Airlangga menyebut manfaat itu antara lain dalam bentuk proses perizinan yang lebih mudah dan cepat dan kemudahan melakukan ekspor.
"Selain itu juga mengatur kebijakan afirmatif untuk UMKM, pelaksanaan investasi melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI), keberlanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan juga mengatur aspek ketenagakerjaan," ujar Airlangga.
3. Perppu bukan bentuk sikap otoriter presiden tapi tetap perlu disosialisasikan

Sementara itu, dari konteks hukum tata negara, Aidul Fitriciada Azhari dari Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) menilai Perppu bukanlah bentuk sikap otoriter Presiden. Sebab, Perppu harus diuji objektivitasnya di DPR dan juga dapat diuji di MK.
"Hal tersebut merupakan bentuk pembatasan kewenangan," tambah Aidul.
4. Butuh sosialiasi dan keterlibatan publik

Meskipun demikian, Faisal Santioago menekankan perlunya sosialisasi yang luas kepada masyarakat tentang Perppu Cipta Kerja.
“Fungsi hukum selain untuk memberikan kepastian dan kemanfaatan juga berfungsi sebagai infrastruktur transformasi dan Perppu Cipta Kerja menjawab ketidakpastian dari UU Cipta Kerja pasca putusan MK pada Tahun 2021 lalu,” ungkap Ramli.
Sementara itu Menko Airlangga mengatakan konsultasi publik perlu dilaksanakan atas RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Hal itu, menurutnya, perlu dilakukan ke berbagai pihak dengan penerapan partisipasi yang bermakna (meaningful participation).



















