APINDO Kritik soal Pengupahan di Perppu Cipta Kerja

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyoroti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja terutama poin pengupahan dan alih daya atau outsourcing.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani khawatir penerapan Perppu Ciptaker ini akan menurunkan penyerapan tenaga kerja dan menambah angka pengangguran.
"Kalau mengikuti seperti Permenaker 18, saya mengandaikan, andaikata tetap seperti itu di mana inflasi ditambahkan pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks tertentu. Ini sebetulnya malah akan menyusutkan tenaga kerja," paparnya di Jakarta, Selasa (2/1/2023).
1. Penyerapan tenaga kerja semakin turun

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) pada 2013 penyerapan tenaga kerja mencapai 1.829.950 orang dengan investasi Rp398,5 triliun. Namun, pada 2021 investasi naik Rp901 triliun, tapi hanya mampu membuka lapangan kerja sebanyak 1,2 juta tenaga kerja.
"Artinya apa, naik investasi selama delapan tahun tetapi penyerapannya turun sampai 70 persen, itu datanya seperti itu," paparnya.
2. Upah Indonesia akan jadi tertinggi di ASEAN lima tahun mendatang

Anggota Komite Regulasi dan Kelembagaan APINDO, Susanto Haryono memprediksi pengupahan di Indonesia akan menjadi tertinggi di ASEAN.
"Kami menggunakan data yang kami olah sebelum PP 36 2021, artinya sebelum terjadinya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, kita bisa melihat posisi upah Indonesia diantara beberapa negara-negara di ASEAN ini menunjukkan proyeksi upah tertinggi dalam lima tahun mendatang," katanya.
3. Jangan hanya fokus pada upah minimun

Susanto mengungkapkan terdapat perubahan formula baru dalam pasal 88D yang menambahkan yang menggabungkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi dengan indeks tertentu yang memberatkan pengusaha.
Selain itu juga terdapat pasal baru 88F yang menetapkan menetapkan formula pengupahan Upah Minimum berbeda dengan formula dalam pasal 88 D ayat 2.
"Kami beri highlight di sini, jangan sampai hanya menggebu-gebu fokus di area upah minimum untuk mendorong daya beli, jangan sampai nanti akhirnya menjadi kontradiktif dengan hal-hal yang seharusnya menjadi fokus dari Indonesia sendiri," imbuhnya.