Apindo Minta Pemerintah Fokus Amankan Pasar Dalam Negeri

- Apindo minta pemerintah perkuat kebijakan dalam negeri, antisipasi perang dagang AS-China yang belum pasti.
- Shinta W. Kamdani dorong Indonesia turunkan tarif resiprokal AS 32%, fokus pada kondisi ekonomi domestik dan peluang ekspor ke AS.
- Syafruddin Karimi, Ekonom Universitas Andalas, tekankan pentingnya memperluas pasar ekspor dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Jakarta, IDN Times – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk fokus pada langkah-langkah antisipatif serta memperkuat kebijakan dalam negeri, meskipun tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China telah mereda.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, hingga kini belum ada kepastian atau keputusan final terkait dinamika perang dagang tersebut, karena penurunan tarif dagang antara kedua negara hanya berlaku selama 90 hari. Dengan demikian, masih ada potensi bagi kedua negara untuk mengubah kebijakan dan keputusan mereka sewaktu-waktu.
Oleh karena itu, lanjut Shinta, Indonesia perlu segera memprioritaskan upaya untuk menurunkan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang dikenakan oleh AS terhadap produk asal Indonesia, meskipun penerapannya masih ditunda selama tiga bulan ke depan.
"Kita harus fokus pada kondisi yang terjadi di Indonesia. Tarif 32 persen yang dikenakan kepada kita jelas akan berdampak. Saat ini kami juga tengah berupaya melakukan negosiasi agar tarif tersebut bisa diturunkan," ujar Shinta dikutip, Rabu (14/5/2025).
1. Indonesia punya peluang merebut pangsa ekspor di AS

Selain isu perdagangan internasional, Shinta juga menyoroti kondisi ekonomi domestik. Ia berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap gejolak ekonomi dalam negeri, seperti melemahnya daya beli masyarakat dan penurunan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025.
Di tengah tantangan tersebut, Apindo melihat Indonesia masih memiliki peluang untuk merebut pangsa pasar ekspor di Amerika Serikat, terutama untuk produk pakaian dan alas kaki. Penerapan tarif tinggi oleh AS terhadap produk dari China sebesar 145 persen, Vietnam 46 persen, dan Bangladesh mencapai 37 persen, membuka celah bagi Indonesia yang tarifnya relatif lebih rendah, yaitu 32 persen.
2. Perluas pasar ekspor dan perkuat rantai pasok

Sementara itu, Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, meminta pemerintah memanfaatkan meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China untuk memperluas pasar ekspor serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
"Indonesia perlu memanfaatkan peluang dari penurunan ketegangan dagang ini untuk memperluas pasar ekspor dan memperkuat posisi tawar dalam rantai pasok global," ujarnya.
Ia menambahkan, meredanya tekanan harga akibat gangguan pasokan dan tarif perdagangan membuka peluang baru bagi dunia usaha Indonesia untuk menembus pasar internasional secara lebih kompetitif, terutama bagi pelaku industri.
"Sektor manufaktur menjadi salah satu yang paling diuntungkan. Dengan pelonggaran hambatan dagang antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China, peluang ekspor produk Indonesia ke kedua negara semakin terbuka," tegasnya.
3. Meredanya ketegangan AS-China bisa munculkan trade diversion

Terlebih lagi, baik AS maupun China saat ini diperkirakan tengah mencari mitra dagang baru untuk menggantikan produk-produk yang sebelumnya terdampak tarif tinggi selama masa ketegangan dagang.
Normalisasi hubungan dagang AS–China dapat memicu trade diversion, yakni alih arus perdagangan yang sebelumnya menguntungkan Indonesia kembali ke China. Hal ini berpotensi menggerus pangsa pasar ekspor Indonesia yang sempat tumbuh selama masa perang dagang.
"Dengan normalisasi hubungan dagang AS–China, beberapa peluang ekspor yang selama ini mengalir ke Indonesia akibat disrupsi tarif bisa kembali direbut oleh China," jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan sigap merespons dinamika tersebut melalui strategi negosiasi dagang bilateral, peningkatan efisiensi industri, dan penguatan daya saing produk lokal.
"Strategi negosiasi bilateral dan peningkatan daya saing domestik menjadi sangat penting untuk menjaga momentum perdagangan nasional," ucapnya.