Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bahlil Rilis Izin Tambang Rakyat, Ini Syarat Lengkapnya

20251015_130159(1).jpg
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di JICC, Jakarta, Rabu (15/10/2025). (IDN Times/Trio Hamdani)
Intinya sih...
  • Syarat penetapan wilayah pertambangan rakyat
  • Gubernur wajib susun dokumen pengelolaan tambang rakyat
  • Pembatasan luas tambang rakyat untuk orang pribadi dan koperasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menandatangani Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2025.

Regulasi itu berupa Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Regulasi tersebut mengatur tata kelola Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang berfungsi sebagai landasan bagi pemerintah provinsi untuk mengelola Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Peraturan tersebut menjelaskan IPR adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam WPR dengan batasan luas wilayah dan modal yang terbatas, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (10). Sementara itu, Pasal 1 ayat 29 menyebutkan WPR adalah bagian dari Wilayah Pertambangan (WP) tempat kegiatan Usaha Pertambangan rakyat dijalankan.

Dalam konteks penerbitan izin, pihak Koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang mengedepankan asas kekeluargaan dan prinsip Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, menurut Pasal 1 ayat (33).

1. Syarat penetapan wilayah pertambangan rakyat

Ilustrasi Tambang  (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Wilayah Pertambangan Provinsi kini mencakup penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), Wilayah Pencadangan Negara (WPN), dan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK), sesuai dengan Pasal 73 ayat (1).

"WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diusulkan oleh gubernur dengan persyaratan," bunyi Pasal 73 ayat (2).

​Syarat tersebut mengharuskan adanya pertimbangan terhadap rencana WP dan adanya kegiatan penambangan oleh masyarakat setempat yang belum memenuhi persyaratan perizinan.

Selain itu, penetapan WPR harus memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lingkungan hidup, termasuk endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba. Penetapan WPR juga harus memenuhi kriteria pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah provinsi.

Komoditas yang dapat ditambang harus berupa cadangan primer mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter atau cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai atau di antara tepi sungai.

​Pasal 73 ayat (3) membatasi usulan WPR oleh gubernur untuk satu blok dengan luasan paling luas 100 hektare. Berdasarkan evaluasi pemenuhan persyaratan tersebut, Menteri akan menetapkan WPR sebagai bagian dari WP.

2. Gubernur wajib susun dokumen pengelolaan tambang rakyat​

Screenshot_20250629-133644_Chrome (1).jpg
Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah WPR ditetapkan oleh Menteri, Pasal 74 ayat (1) mengamanatkan gubernur untuk segera menyusun dokumen pengelolaan WPR, baik untuk satu blok maupun lebih.

Dokumen tersebut wajib dilengkapi deskripsi yang memuat sepuluh poin penting, meliputi koordinat dan peta, kondisi batuan dan tanah, kondisi perairan, rencana penambangan, perencanaan pengolahan, perhitungan biaya produksi, pengelolaan keselamatan, pengelolaan lingkungan, pedoman pengenaan iuran pertambangan rakyat, serta rencana reklamasi dan pascatambang.

​Pasal 74 ayat (2) juga mewajibkan pengajuan dokumen pengelolaan WPR untuk dilengkapi dengan persetujuan atau rekomendasi teknis untuk blok lokasi.

Persetujuan tersebut dapat berupa persetujuan penggunaan kawasan hutan, rekomendasi teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum terkait pengelolaan sumber daya air jika lokasi berada di daerah aliran sungai, dan/atau persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang darat atau perairan dari kementerian/lembaga atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

"Atas hasil evaluasi persyaratan dan dokumen pengelolaan WPR yang diajukan oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menetapkan dokumen pengelolaan WPR," bunyi Pasal 74 ayat (3).

3. Pembatasan luas tambang rakyat untuk orang pribadi dan koperasi

Ilustrasi tambang (pexels.com/Ikbal Alahmad)
Ilustrasi tambang (pexels.com/Ikbal Alahmad)

​Pasal 75 ayat (1) menyebutkan atas penetapan dokumen pengelolaan WPR, gubernur akan menerbitkan IPR. Penerbitan IPR ini diatur batas luasan wilayahnya pada Pasal 75 ayat (2). IPR untuk orang perseorangan dibatasi maksimal 5 hektare, sedangkan untuk Koperasi dibatasi maksimal 10 hektare.

Pasal 75 ayat (3) mewajibkan orang perseorangan atau Koperasi untuk melengkapi Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan klasifikasi kegiatan usaha yang sesuai di bidang Usaha Pertambangan.

"Gubernur menerbitkan IPR sesuai dengan blok yang ditetapkan Menteri pada dokumen pengelolaan WPR," bunyi Pasal 75 ayat (4).

4. Tambang rakyat wajib jaminan reklamasi 10 persen penjualan

Ilustrasi uang (IDN Times/Mela Hapsari)
Ilustrasi uang (IDN Times/Mela Hapsari)

​Dalam pelaksanaan IPR, Pasal 76 ayat 1 menyebutkan gubernur wajib bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pemulihan dampak lingkungan termasuk kegiatan pascatambang.

"​Pemegang IPR wajib membuka rekening bank qq gubernur untuk penempatan jaminan reklamasi dalam bentuk penyetoran sebesar 10 persen dari setiap penjualan mineral," bunyi Pasal 76 ayat (2).

Jaminan tersebut baru dapat dicairkan setelah seluruh kewajiban reklamasi telah dilaksanakan, sesuai Pasal 76 ayat 3.

Pasal 76 ayat 4 juga mengatur gubernur akan menunjuk badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan usaha swasta untuk melakukan pengolahan dan pemurnian Mineral logam yang dihasilkan dari penambangan IPR di wilayahnya.

​Terkait kewajiban finansial, Pasal 77 ayat 1 menegaskan pemegang IPR wajib membayar iuran pertambangan rakyat. Khusus bagi komoditas non-logam, Mineral non-logam jenis tertentu, dan batuan, juga wajib membayar pajak daerah.

"Iuran pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi bagian dari struktur pendapatan daerah berupa pajak dan/atau retribusi daerah yang penggunaannya untuk pengelolaan tambang rakyat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 77 ayat (2).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us

Latest in Business

See More

BTN Tuntas Salurkan Penempatan Dana Rp25 T, Ini Mayoritas Penerimanya

21 Nov 2025, 14:07 WIBBusiness