Belajar dari Tumbangnya Ansett dan PanAm, RI Perlu Dukung Garuda

- Bisnis maskapai penerbangan global buktikan flag carrier butuh dukungan negara. Maskapai besar di dunia tumbang dalam dua tahun terakhir.
- Suntikan modal Danantara akan memperbaiki struktur keuangan Garuda.
- Rencana penyertaan modal mencakup setoran tunai dan konversi pinjaman pemegang saham menjadi saham baru.
Jakarta, IDN Times - Indonesia dinilai perlu belajar dari kasus dua maskapai nasional dalam sejarah industri penerbangan global. Kasus tumbangnya dua maskapai legendaris yakni Pan American Airways (PanAm) di Amerika Serikat dan Ansett Airlines di Australia dinilai bisa menjadi contoh dalam menghadapi kondisi Garuda Indonesia.
Analis kebijakan publik, Hendri Satrio mengatakan kedua maskapai asing tersebut pernah menjadi simbol kejayaan nasional, namun akhirnya lenyap akibat ketidakhadiran negara saat krisis datang. Tanpa perlindungan, keduanya tak sempat bertransformasi dan akhirnya ditinggalkan pasar tanpa kembali.
Hari ini, Garuda Indonesia berada di persimpangan sejarah yang serupa dan bukan untuk pertama kalinya. Sebagai maskapai nasional, Garuda memikul peran yang jauh melampaui sekadar fungsi komersial.
"Garuda menjadi wajah diplomasi udara Indonesia, membuka akses ke wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), serta menjembatani konektivitas ekonomi, logistik, dan sosial di seluruh penjuru Nusantara," kata Hendri dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Jumat (17/10/2025).
1. Bisnis maskapai penerbangan global buktikan flag carrier butuh dukungan negara

Bisnis maskapai penerbangan sendiri bukanlah usaha yang mudah dijalankan, bahkan dalam kondisi ekonomi yang stabil. Dalam dua tahun terakhir, sejumlah maskapai besar di berbagai belahan dunia turut tumbang.
Jetstar Asia, anak usaha Qantas di Singapura, menutup operasinya pada Juli 2025. Air Belgium bangkrut pada April 2025 akibat tekanan biaya dan operasional. Flybe di Inggris kembali kolaps pasca-relaunch. Viva Air Colombia menghentikan operasinya pada Februari 2023 karena gagal merger dan lonjakan harga avtur. Di Brasil, Voepass Airlines kehilangan izin terbang karena masalah tata kelola dan keselamatan.
Fenomena ini memperkuat bukti bahwa negara-negara di dunia tetap memberikan dukungan pada flag carrier mereka bukan karena semata-mata mengejar keuntungan, tetapi karena perannya yang strategis. Flag carrier adalah wajah negara. Mereka membawa turis, pelaku bisnis, dan diplomasi luar negeri. Menjaganya adalah bagian dari menjaga daya saing nasional dan menjaga aliran devisa masuk.
2. Dukungan dari Danantara untuk Garuda

Permohonan penyertaan modal sebesar Rp30,31 triliun kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menandai langkah strategis untuk mengamankan kesinambungan operasional dan transformasi Garuda.
Rencana penyertaan modal mencakup dua skema yakni setoran tunai dan konversi pinjaman pemegang saham menjadi saham baru. Garuda juga telah menyiapkan rencana alokasi penggunaan dana secara terstruktur, mulai dari kebutuhan operasional dan perawatan armada, penguatan modal anak usaha Citilink, ekspansi armada, hingga pelunasan utang pembelian bahan bakar.
Dalam konteks ini, menurut Hendri, dukungan Danantara terhadap Garuda tidak sekadar dimaknai sebagai keputusan investasi. Hendri mengatakan dukungan itu menjadi bagian dari mandat negara untuk menjaga kedaulatan langit, memperkuat struktur industri penerbangan nasional, dan memastikan simbol negara tetap hadir dan berdaya saing di pentas internasional.
“Danantara menjalankan mandat ini bukan semata demi menyelamatkan Garuda Indonesia, tetapi demi menjaga kehormatan negara," ujar Hendri.
Langkah ini dinilai bukan hanya strategis, melainkan juga mencerminkan komitmen terhadap masa depan kebanggaan nasional.
"Kita tidak memiliki pilihan lain selain memastikan Garuda tetap mengangkasa, lebih maju, lebih kompetitif, dan mampu bersaing secara sehat di tengah industri penerbangan global yang kian dinamis. Menjaga keberlangsungan Garuda Indonesia berarti menjaga simbol, marwah, dan kedaulatan kita sebagai bangsa.”
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza C Suryanata memperkirakan bahwa suntikan modal Danantara akan memperbaiki struktur keuangan Garuda secara signifikan.
“Ekuitas bisa meningkat menjadi sekitar 350 juta dolar AS, current ratio mencapai 1,5 kali, dan liabilitas berkurang melalui konversi pinjaman pemegang saham,” kata Liza.
3. Garuda perlu restrukturisasi penuh

Sementara itu, analis aviasi senior dan mantan anggota tim restrukturisasi Garuda, Gatot Rahardjo menyatakan hal yang dibutuhkan Garuda bukan sekadar pendanaan, tetapi mitra yang mampu mendorong restrukturisasi menyeluruh. Ia menambahkan bahwa banyak armada Garuda Indonesia masih tidak aktif karena keterbatasan biaya perawatan.
"Dukungan dari Danantara bisa mengaktifkan armada, menambah kapasitas produksi, dan memperkuat efisiensi operasional berbasis teknologi," kata Gatot.
Dengan langkah-langkah tersebut, sinyal pemulihan sudah mulai terlihat. Data semester I-2025 menunjukkan bahwa meskipun jumlah armada operasional masih terbatas, pendapatan rata-rata per armada meningkat 1,3 persen menjadi 15,88 juta dolar AS.
"Kinerja ini menjadi indikasi bahwa Garuda Indonesia tetap memiliki daya tahan bisnis dan akan mampu bangkit lebih cepat jika struktur pendanaannya diperkuat."
4. Dua warga asing masuk jajaran direksi Garuda Indonesia

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu (15/10/2025), menjadi momen penting dalam tahapan restrukturisasi Garuda. Dalam agenda tersebut, pemegang saham menyetujui susunan manajemen baru yang memperkuat dimensi tata kelola dan profesionalisasi, baik dari sisi kapasitas finansial, operasional, maupun transformasi budaya perusahaan.
Dua nama warga asing masuk di jajaran direksi. Mereka adalah Balagopal Kunduvara sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko dan Neil Raymond Mills sebagai Direktur Transformasi. Hal ini diklaim sebagai simbol keseriusan arah baru bagi Garuda.
CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa penempatan ekspatriat ini bukan kebetulan atau tren semata, melainkan keputusan strategis berbasis analisis kebutuhan dan manfaat jangka panjang. Ia menjelaskan bahwa figur-figur tersebut memiliki rekam jejak panjang di maskapai global seperti Singapore Airlines dan Iberia Airlines.
“Ya memang ini berkaitan tentunya dengan ekspat yang kita tempatkan di dalam Garuda. Ya karena ini kita mau menunjukkan bahwa kita serius,” ungkap Rosan dalam pernyataan publik pada Kamis (16/10/2025).
5. Berpeluang untuk diterapkan di BUMN lain

Kebijakan ini sejatinya bukan inisiatif parsial hanya untuk Garuda. Rosan juga membuka peluang bahwa pendekatan serupa akan diterapkan di sejumlah BUMN lain.
“Kita akan analisa, kita juga tidak akan ‘oh ini perlu ekspat’. Tapi kita benar-benar analisa bahwa ekspat yang kita bawa ini di BUMN-BUMN itu memang bisa memberikan transfer of technology, knowledge,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menyatakan bahwa regulasi sudah diubah untuk memberi ruang legal bagi WNA menempati posisi direksi di BUMN. Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa reformasi ini bertujuan untuk menghadirkan manajemen BUMN yang profesional, efisien, dan bertaraf internasional.
Prabowo pub menginstruksikan pemangkasan jumlah BUMN secara drastis, dari sekitar 1.000 menjadi hanya 200. Hal ini dilakukan agar BUMN lebih fokus dan kompetitif di pasar global.