Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Boeing Dekati Kesepakatan Jual 500 Pesawat ke China

ilustrasi pesawat Boeing (pexels.com/Pham Huynh Tuan Vy)
ilustrasi pesawat Boeing (pexels.com/Pham Huynh Tuan Vy)
Intinya sih...
  • Penjualan 500 pesawat Boeing ke China bisa meredakan ketegangan dagang lama
  • Tarif impor Trump mempengaruhi negosiasi dagang AS-China terkait pembelian pesawat
  • Boeing menghadapi tantangan internal, namun raih kontrak besar dengan China dan negara lain
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Boeing tengah membicarakan penjualan hingga 500 pesawat ke China. Rencana ini disebut sebagai bagian dari kesepakatan dagang yang dibicarakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping. Sumber yang dikutip Bloomberg menyebut keberhasilan kontrak bergantung pada penyelesaian sengketa dagang yang sudah berlangsung sejak periode pertama Trump.

Di bawah kepemimpinan CEO Kelly Ortberg, Boeing masih menegosiasikan rincian jenis pesawat, jumlah unit, dan jadwal pengiriman.

Dilansir dari Anadolu Agency, Otoritas China juga sedang meminta masukan dari maskapai lokal untuk menentukan kebutuhan mereka. Kesepakatan ini diperkirakan mirip dengan negosiasi China bersama Airbus di Prancis untuk pembelian 500 pesawat.

1. Penjualan masa lalu Boeing ke China terhambat konflik dagang

Bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)
Bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Kesepakatan baru ini bisa menjadi langkah penting dalam meredakan ketegangan lama antara Boeing dan China. Menurut laporan Fox Business, pada periode pertama Trump, Boeing beberapa kali mengantongi pesanan besar dari China, biasanya terkait dengan kunjungan diplomatik tingkat tinggi. Namun, perang dagang yang menyusul kemudian membuat pesanan baru terhenti.

Pada November 2017, saat kunjungan kenegaraan Trump, China sepakat membeli 300 pesawat Boeing dengan nilai 37 miliar dolar AS (setara Rp602 triliun). Sayangnya, tarif impor dan perselisihan perdagangan membekukan kontrak lanjutan. Upaya serupa yang dilakukan era Presiden Joe Biden pada 2023 juga gagal, sehingga rencana terbaru ini bisa menjadi penjualan signifikan pertama sejak era awal Trump.

2. Tarif impor Trump pengaruhi negosiasi dagang AS–China

ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Di awal masa jabatan keduanya, Trump segera memberlakukan tarif impor luas, termasuk bea masuk 10 persen untuk seluruh barang dan tarif lebih tinggi terhadap produk China yang sempat mencapai 145 persen. Imbasnya, pada April lalu, China menghentikan sementara pembelian peralatan pesawat asal AS, meski transaksi kembali dilanjutkan pada Juni.

Di tengah negosiasi yang berjalan, China kemudian memperoleh gencatan tarif selama tiga bulan sejak 12 Agustus 2025. Trump juga menyebut bahwa pembicaraan Menteri Keuangan Scott Bessent dengan pejabat China berjalan sangat baik dan ia optimistis bisa bertemu Xi sebelum akhir tahun.

3. Boeing hadapi tantangan internal dan raih kontrak besar

Pesawat Boeing 737-8 MAX milik Air China dengan nomor registrasi B-1223. (Anna Zvereva from Tallinn, Estonia, Berkas ini dilisensikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 2.0 Generik, via Wikimedia Commons)
Pesawat Boeing 737-8 MAX milik Air China dengan nomor registrasi B-1223. (Anna Zvereva from Tallinn, Estonia, Berkas ini dilisensikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 2.0 Generik, via Wikimedia Commons)

Perundingan ini berlangsung di tengah pergantian pimpinan Boeing di China, setelah Alvin Liu mengundurkan diri dan digantikan Carol Shen sebagai presiden interim. Meski penuh rintangan, potensi kesepakatan dengan China disebut akan memberi dorongan besar bagi Boeing. Saham perusahaan bahkan sempat naik 3,7 persen dalam perdagangan pra-pasar Kamis (21/8/2025), meski kemudian stabil dengan kenaikan tipis 0,2 persen pada pukul 11.20 waktu setempat.

Saat ditanya mengenai laporan kesepakatan, Boeing menyampaikan pernyataan resmi kepada Agence France-Presse.

“Kami tidak mengomentari spekulasi,” kata perusahaan itu, dikutip dari Free Malaysia Today.

Pernyataan singkat ini mencerminkan sikap hati-hati Boeing dalam menghadapi isu sensitif.

Pada Juli lalu, Boeing melaporkan kerugian kuartal II yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya serta jumlah pengiriman pesawat tertinggi sejak 2018. Namun, masalah kualitas masih menghantui setelah panel badan pesawat 737 MAX nyaris terlepas pada Januari 2024, menyusul dua kecelakaan fatal model yang sama pada 2018 dan 2019. Di sisi lain, Boeing juga mencatat keberhasilan dengan pesanan 96 miliar dolar AS (setara Rp1,56 kuadriliun) dari Qatar Airways, serta komitmen Jepang membeli 100 pesawat dan Indonesia 50 unit dalam perjanjian dagang untuk menghindari tarif lebih berat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us