Danantara Bisa Caplok Aset Kemensetneg, Pengamat: Jangan Terburu-buru

- Danantara ditugaskan mengelola aset Kemensetneg, termasuk Gelora Bung Karno senilai 25 miliar dolar AS.
- Peneliti menyarankan Danantara untuk fokus pada BUMN yang sehat dan bersih terlebih dahulu sebelum mengelola aset lainnya.
- Managing Director PEPS menekankan perlunya pengawasan ekstra dari lembaga pemerintah seperti KPK, BPK, dan BPKP terhadap kinerja Danantara.
Jakarta, IDN Times - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mendapatkan tugas baru, yakni mengelola aset yang sebelumnya dikelola Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Di tahap awal, Danantara akan mengelola Gelora Bung Karno (GBK), yang nilainya diperkirakan sebesar 25 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Dengan mengelola GBK, maka aset kelolaan Danantara bisa tembus 1 triliun dolar AS, atau sekitar Rp16 ribu triliun.
Menurut Peneliti NEXT Indonesia, Herry Gunawan, Danantara tak perlu buru-buru mengelola banyak entitas untuk meningkatkan nilai asetnya.
“Kalau menurut saya jangan terburu-buru. Ambil saja dulu BUMN yang sehat, karena Danantara dibebani oleh rencana strategis dari pemerintah,” kata Herry saat dihubungi IDN Times, Selasa (29/4/2025).
1. Aset gemuk tak berarti kinerja sehat

Herry mengatakan, aset yang tercatat dalam Danantara mencakup ekuitas dan liabilitas dari perusahaan-perusahaan yang dikelola. Di dalamnya, ada perusahaan yang sedang mengalami masalah keuangan, sebut saja BUMN karya.
Oleh sebab itu, menurutnya dengan menambahkan pengelolaan aset dari Kemensetneg, belum tentu Danantara mendapatkan aset yang sehat.
“Menurut saya gak penting aset gemuk, tapi ternyata di dalam gemuknya ada penyakit, macam-macam, itu malah susah bergerak, lebih baik ramping tapi kemudian larinya lebih kencang, itu juga lebih sehat,” ucap Herry.
2. Banyak aset berisiko

Contoh lainnya, aset dari BUMN perbankan mencakup modal perusahaan, liabilitas yang mencakup Dana Pihak Ketiga (DPK), dan sebagainya. Menurut Herry, aset-aset itu adalah aset berisiko.
“Yang dikelola itu, itu banyak barang berisiko juga tuh, banyak barang panas yang dikelola itu,” tutur Herry.
Oleh sebab itu, menurutnya Danantara fokus mengelola BUMN sehat terlebih dahulu, agar aset yang dikelolanya bisa dioptimalkan dengan cepat.
“Sebaiknya menurut saya bersih-bersih dulu. Walaupun nanti size-nya mengecil, gitu ya. BUMN yang sakit itu setelah dibersih-bersihkan,misalkan dari size-nya dari Rp10 triliun tinggal Rp500 miliar, enggak apa-apa. Yang penting ini sehat. Nah, setelah sehat, bersih, baru cemplungin ke Danantara. Dengan begitu Danantara bisa lari,” ucap Herry.
3. Harus ada tenaga ekstra buat awasi Danantara

Menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, dengan besarnya kapasitas Danantara, dan juga harapan pemerintah dari lembaga tersebut, maka pengawasannya harus lebih ekstra.
Semua perangkat pengawasan pemerintah, baik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus mengawal ketat kinerja lembaga tersebut.
“Semoga pengawas ada di BPK, BPKP, dan KPK, mereka kan sudah harus hati-hati dari awal. Ya, pokoknya saja positif. Semoga ini menjadi semacam pencegahan dari penyalahgunaan,” ucap Anthony kepada IDN Times.