Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Derita Petrokimia di Tengah PHK Massal Industri Tekstil

Suasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.
Intinya sih...
  • Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mendorong sektor-sektor strategis nasional.
  • Sektor manufaktur, terutama industri tekstil, mengalami PHK massal dan penutupan pabrik, berdampak pada industri petrokimia dengan penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50 persen.
  • Pemerintah diminta memberikan kebebasan pajak bagi industri petrokimia, merangsang investasi baru, serta mematangkan instrumen neraca komoditas untuk memantau produk impor.

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen guna mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan investasi, dan mendorong sektor-sektor strategis nasional.

Namun, jika tidak didukung dengan regulasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, upaya untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 8 persen mustahil direalisasikan.

Sejalan dengan target tersebut, kondisi perekonomian Indonesia pada dasarnya tengah tidak baik-baik saja. Contoh konkretnya terlihat pada sektor manufaktur yang padat karya berada dalam tekanan berat dan kemudian berimbas pada maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK.

Sepanjang semester I-2024 saja tercatat 32.064 pekerja dirumahkan. Angka tersebut naik 21,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

1. PHK di industri tekstil beri pukulan ke petrokimia

ilustrasi pemecatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Sektor manufaktur yang paling parah mengalami PHK massal adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dalam dua tahun terakhir sudah sebanyak 30 pabrik tekstil yang tutup.

Penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11.000 orang kehilangan pekerjaannya. Pelemahan ini dipastikan meluas ke sektor lainnya seperti petrokimia yang berimbas pada penurunan permintaan bahan baku aromatik untuk industri tekstil.

Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), melemahnya industri tekstil pasti akan berdampak pada kinerja industri petrokimia.

“Hal ini lantaran industri petrokimia memiliki peran penting dalam mendukung berbagai sektor. Mulai dari plastik, tekstil, karet sintetis, kosmetik, bahan pembersih hingga farmasi. Apalagi, turunan aromatik saat ini lebih banyak diserap industri tekstil,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Inaplas, Fajar Budiyono dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis (28/11/2024).

Saat ini, diperkirakan industri petrokimia menghadapi penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50 persen. Di sisi lain, potensi investasi senilai Rp437 triliun di sektor petrokimia juga terancam mandek akibat kekacauan pasar domestik dan menambah tantangan bagi pemulihan ekonomi nasional.

Selain penetrasi barang impor, industri hulu petrokimia pun masih gamang merealisasikan investasi lantaran ketidakpastian kebijakan. Ada kebijakan yang diharapkan mampu menopang kinerja, antara lain insentif harga gas bumi hingga kepastian insentif fiskal berupa tax holiday yang belakangan belum disahkan secara resmi.

“Kondisi penurunan dan ketidakpastian petrokimia diperparah dengan penurunan yang terjadi di industri tekstil sebagai penyerap produk hulu. Utilisasi industri tekstil saat ini sudah berada di bawah level 50 persen, bahkan banyak yang menutup pabriknya. Ini terbukti, terkonfirmasi dari penerimaan PPN atas tekstil pada 2023 dan 2024 itu mengalami sedikit penurunan dari sisi value rupiahnya,” papar Fajar.

2. Kebebasan pajak bagi industri hulu petrokimia

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), Henry Chevaller turut meminta pemerintah memberikan kebebasan pajak bagi industri hulu petrokimia sehingga bahan baku yang diproduksi hilir dapat lebih terjangkau.

"Berikan free tax untuk industri petrokimia agar kami bisa menyerap bahan baku yang murah dan menciptakan produk jadi plastik yang murah sehingga mampu bersaing dengan produk jadi yang masuk Indonesia," ujar Henry.

Sejalan dengan hal tersebut, Ahli Madya Bidang Hilirisasi Minyak dan Gas Bumi BKPM, Ikhsan Adhi Prabowo mengakui peran penting industri petrokimia layak diselamatkan. Dia mengharapkan dari segenap kebijakan yang ada bisa merangsang kehadiran investasi baru petrokimia.

“Petrokimia merupakan salah satu ibu industri karena produknya menjadi bahan baku industri lain. Potensinya masih terbuka lebar, harus dimanfaatkan,” ujar dia.

3. Upaya pemerintah buat situasi industri petrokimia lebih kondusif

Pabrik Petrokimia Gresik. (dok. Petrokimia Gresik)

Di sisi lain, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, Wiwik Pudjiastuti menyampaikan bahwa pemerintah terus mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia bisa lebih kondusif. Untuk memantau produk impor misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrumen neraca komoditas.

"Kalau dengan neraca komoditas kita bisa melihat pasti selalu by data supply dan demand, kalau supply-nya rendah, demand-nya lebih rendah berarti masih ada potensi untuk impor," kata Wiwik.

Sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya masih didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi. 

Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional meliputi olefin memiliki kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton, produk aromatik 4,61 juta ton, dan produk C1 metanol dan turunannya sebesar 980 ribu ton.  

"Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," tutur Wiwik. 

Di samping itu, Wiwik melihat terdapat rencana proyek industri kimia dengan investasi mencapai 34 miliar dolar Amerika Serikat (AS) hingga 2030. Adapun proyek terdekat adalah investasi dari PT Lotte Chemical Indonesia atau Lotte dan Petrokimia Gresik yang ditargetkan dapat beroperasi pada 2025 mendatang.

"Harapannya tentu dengan beroperasinya Lotte tahun 2025 ini berarti sebagian kebutuhan petrokimia, khususnya polypropylene [PP] yang masih jauh supply dari demand-nya bisa mengisi permintaan lokal yang saat ini masih terpenuhi produk impor," ujar dia.

Lebih lanjut, Wiwik menerangkan pemerintah telah berupaya untuk mengajukan usulan pembebasan bea masuk bahan baku petrokimia, khususnya LPG yang saat ini dikenakan biaya 5 persen.

Di sisi lain, Kemenperin juga tengah membuat peta jalan industri kimia dasar dengan melakukan pendalaman dan menyusun pohon industri berbasis minyak bumi, gas dan batu bara.  Tak hanya itu, untuk memberikan kemudahan bagi industri kimia, pemerintah telah memberikan insentif fiskal berupa kemudahan tax holiday, tax allowance, maupun mini tax holiday, sekaligus perpanjangan masa pengkreditan PPN.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us