Untung-Rugi Food Estate dengan Contract Farming, Bagusan Mana ya?

Jakarta, IDN Times – Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, angkat bicara soal program pertanian contract farming yang digagas oleh calon presiden Anies Baswedan. Menurutnya, program lumbung pangan yang sudah dimulai oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo jauh lebih lengkap.
Anggawira menjelaskan, food estate merupakan kebijakan yang lebih lengkap dari hulu ke hilir dibandingkan dengan contract farming.
"Food estate ini ekosistem yang saling support, kalau contract farming itu hanya membahas sebagian saja dan tidak menyelesaikan semuanya. Dalam food estate ada contract farming, tapi dalam contract farming tidak ada upaya penyediaan lahan pertanian seperti food estate," ujar Anggawira dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).
1. Food estate disebut dapat meningkatkan daya saing produk lokal

Anggawira, yang juga alumni Institut Pertanian Bogor (IPB), meyakini food estate dapat meningkatkan daya saing produk lokal. Kebijakan ini juga dapat menekan impor komoditas pangan hingga menekan biaya produksi menjadi lebih murah.
"Food estate ini membuka lahan bagi petani maupun pihak swasta dan mereka bisa memakai lahannya untuk bertani dan kemudian hasil produknya dibeli oleh BUMN Pangan (ID Food)," ujar Anggawira, yang juga Ketua Tim Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas).
2. Sebaran food estate di Indonesia

Sebagai informasi, food estate sendiri tersebar di sejumlah kawasan. Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), food estate dibangun di Kalimantan Barat (120 ribu ha), Kalimantan Tengah (180 ribu ha), Kalimantan Timur (10 ribu ha) dan Maluku (190 ribu ha) dan Papua (1,2 juta ha), Sumatra Utara (1.000 ha), Nusa Tenggara Timur (365 ha).
Adapun lahan di Sumatra Utara difokuskan untuk penanaman komoditas bawang merah, bawang putih, dan kentang dengan luas potensial 1.000 hektare dengan luas efektif yang mengelola 748,6 hektare.
Sementara, di NTT Kabupaten Belu sudah dilayani irigasi sprinkler dan ditanami sekitar 43,9 hektare. Di mana 3,3 hektare untuk tanaman sorgum dan 40,6 hektare untuk tanaman jagung.
Lalu, food estate di Kabupaten Sumba Tengah dengan luas potensial mencapai 6.100 hektare di Waibakul, Waekabeti, Waidipi, dan Lokojange. Kegiatan yang dilakukan peningkatan jaringan irigasi kiri embung Lokojange.
Di Sumba bagian Timur juga ada food estate dengan luas potensial mencapai 900 hektare di Kecamatan Pandawai, 500 hektare di Kecamatan Umalulu untuk tanaman sorgum.
Di Laipori, kecamatan Pandawai mulai ditanami tanaman seluas 10 hektare bekerja sama dengan P3A/Kelompok Tani sejak Oktober 2022 lalu.
Lalu food estate di Papua Kabupaten Keerom untuk komoditas jagung dengan luas potensial mencapai 10 ribu ha. Pada 2022 lalu juga telah dilaksanakan land clearing seluas 496,6 hektare dengan progres 67 persen, termasuk pembangunan saluran drainase.
3. Kata Anies soal contract farming

Pada 29 November 2023, Anies mengkritik food estate yang dianggap tidak menyelesaikan masalah pertanian. Sebaliknya, kesejahteraan para petani justru dianggap menurun karena harga pupuk yang mahal dan mereka kesulitan memiliki lahan.
"Para petani itu sudah bertani lintas generasi, oke lalu negara punya uang sekarang untuk membangun pertanian. Nah, yang sudah bekerja di pertanian begitu lama malah tidak terima uang negara, lalu negara bikin tempat baru mengundang perusahaan untuk membangun pusat-pusat kegiatan pertanian,” kata Anies.
Anies kemudian mengusulkan supaya anggaran food estate dialihkan untuk subsidi pupuk, edukasi sistem pertanian yang baik, hingga bantuan saluran air. Dia pun menyebut DKI Jakarta yang telah sukses menerapkan sistem contract farming.
"Di Jakarta sudah mengerjakan itu, Jakarta sudah mengerjakan dengan berbagai wilayah di Indonesia contract farming. Kami kontrak beli 5 tahun. Petaninya tenang karena akan dibeli lima tahun (hasil pertaniannya). Kami juga tenang karena ada pasokan beras 5 tahun,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.