Harga Minyak Dunia Terancam Melejit, Pemerintah Diminta Siapkan Antisipasi

- Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Iran-Israel dapat memicu capital outflow dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
- Potensi harga minyak dunia melejit mengancam defisit APBN, sehingga pemerintah perlu merevisi kebijakan subsidi energi.
- Indonesia harus aktifkan jalur diplomasi untuk merespons konflik di Timur Tengah, melalui kerja sama dalam forum G77 dan OKI.
Jakarta, IDN Times – Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, memproyeksi harga minyak mentah dunia berpotensi menembus 100 dolar AS per barel jika konflik antara Iran dan Israel terus berlanjut. Kondisi ini dinilainya dapat menjadi beban berat bagi fiskal Indonesia, mengingat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor energi.
Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis guna merespons dampak ekonomi dari meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, terlebih dengan keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik tersebut.
“Pemerintah Indonesia harus segera bertindak, bukan sekadar membuat pernyataan normatif. Presiden dan jajaran ekonomi perlu menyiapkan langkah darurat untuk menghadapi lonjakan harga minyak dunia,” ujar Syafruddin, Senin (23/6/2025).
1. Kekhawatiran pasar bisa guncang stabilitas ekonomi

Ketegangan geopolitik ini juga memicu kekhawatiran pasar global dan dapat mendorong capital outflow dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Situasi tersebut berisiko menekan nilai tukar rupiah dan memicu inflasi, yang pada akhirnya dapat mengguncang stabilitas ekonomi nasional.
Pemerintah didesak untuk memperkuat koordinasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk melalui intervensi moneter dan komunikasi kebijakan yang efektif untuk menjaga kepercayaan pasar.
"Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan harus memperkuat koordinasi untuk menjaga stabilitas rupiah. Intervensi pasar saja tidak cukup, komunikasi kebijakan juga harus diperkuat agar pasar tetap tenang,” jelasnya.
2. Kemenkeu perlu revisi target penyaluran subsidi energi
.jpg)
Lebih lanjut, Syafruddin pun mendesak pemerintah untuk segera merevisi kebijakan subsidi energi menyusul potensi meningkatnya harga minyak dunia. Pasalnya, dalam APBN, asumsi harga minyak berdasarkan Indonesia Crude Price (ICP) dipatok hanya 82 dolar AS per barel. Perbedaan level harga minyak ini pun berpotensi memperparah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Dengan gejolak harga minyak yang cenderung naik, penyesuaian subsidi energi menjadi krusial. Bila dibiarkan, hal ini dapat memperburuk posisi fiskal negara,” ujarnya.
3. Indonesia harus aktifkan jalur diplomasi untuk respons konflik di Timur Tengah
.jpg)
Di tengah eskalasi krisis geopolitik global, Indonesia didorong untuk segera menghidupkan kembali jalur diplomasi, khususnya melalui kerja sama dalam forum G77 dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Ketidakhadiran suara kolektif dari negara-negara Global South dalam merespons konflik dinilai telah memperkuat dominasi narasi geopolitik oleh blok G7, yang cenderung mengabaikan kritik terhadap agresi Israel.
Sebagai negara dengan rekam jejak kuat dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan kepemimpinan di antara negara-negara berkembang, Indonesia dinilai memiliki posisi strategis untuk memimpin inisiatif diplomatik global dalam mendorong penghentian kekerasan dan penegakan hukum internasional.
“Saat dunia terbelah antara mereka yang memproduksi kekacauan dan mereka yang menjadi korbannya, Indonesia harus berpihak pada stabilitas dan keadilan global,” ujar Syafruddin Karimi.
Ia menegaskan bahwa keterlambatan dalam mengambil posisi tegas hanya akan meningkatkan kerentanan Indonesia sendiri, baik secara politik maupun ekonomi. Konflik yang melibatkan kawasan Tel Aviv dan Teheran dikhawatirkan berdampak luas, mulai dari fluktuasi harga minyak dunia, tekanan terhadap nilai tukar rupiah, hingga lonjakan harga kebutuhan pokok di dalam negeri.
“Oleh karena itu, ketegasan dalam diplomasi dan kesiapan menghadapi dampak ekonomi global bukanlah pilihan, tetapi keniscayaan,” tegasnya.