Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Bakal Produksi Emas hingga 70 Ton pada 2025

Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso dalam acara peresmian injeksi bauksit perdana Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Smelter tembaga dan PMR PTFI di Gresik selesai dibangun, memungkinkan produksi emas sendiri dengan kapasitas 50-70 ton per tahun.
  • Pembangunan smelter mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor konsentrat, sedangkan proyek yang sempat terbakar telah memasuki tahap pemulihan commissioning dan ramp-up.

Jakarta, IDN Times – Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso menyampaikan sejumlah progress proyek strategis perusahaan pada tahun ini. Salah satunya, smelter tembaga dan pabrik pengolahan logam mulia (precious metal refinery/PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Manyar, Gresik, Jawa Timur telah selesai dibangun.

Selesainya smelter itu akan memungkinkan PTFI untuk memproduksi emas sendiri. Diperkirakan, kapasitas emas yang bisa diproduksi sekitar 50 hingga 70 ton.

Hendi menyampaikan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

"Alhamdulillah, dengan selesainya smelter tembaga dan precious metal refinery yang ada di Manyar, Gresik, insyaallah ke depan Indonesia akan punya produksi emas sendiri, kisarannya 50-70 ton (per tahun)," kata Hendi, dikutip dari ANTARA.

1. Kurangi ketergantungan RI pada ekspor konsentrat

Kondisi di Smelter PT Freeport Indonesia, Gresik. Dok. PT Freeport Indonesia.

Adapun selesainya pembangunan smelter tersebut akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor konsentrat.

"Dulu, waktu PTFI melakukan ekspor konsentrat, kita Indonesia belum bisa memanen mineral-mineral ikutannya," ujar Hendi.

Sementara itu, dia juga menyampaikan proyek smelter tembaga dan PMR di Gresik yang sempat terbakar pada Senin (14/10) lalu telah memasuki tahap pemulihan commissioning (uji coba komponen pabrik atau bangunan) dan ramp-up (peningkatan signifikan dalam tingkat output dari produk atau layanan perusahaan).

2. Inalum bersinergi dengan Antam

Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) yang dikelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang Tbk atau Antam. (dok. Inalum)

Adapun PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang disebut tak lagi mengimpor bahan baku untuk pabrik aluminium karena telah bersinergi dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) terkait bauksit.

Kerja sama dilakukan melalui Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter ini dinilai berperan penting dalam merajut hilirisasi dari hulu hingga hilir.

"Dulunya, kalau kita ekspor itu hanya di bawah 20 dolar (Amerika Serikat/AS), sekarang dengan sinergi yang terjadi dari bahan yang nilainya di bawah 20 dolar (AS) ini, kita sudah bisa menjual di ujung dengan harga 2.400 dolar AS begitu menjadi aluminium," tutur Hendi.

"Jadinya, sudah terintegrasi dari bauksit menjadi alumina, dari alumina menjadi aluminium," imbuhnya.

3. PLTU Tanjung Enim beroperasi

Tambang batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA). (dok. PTBA)

Proyek strategis lainnya, yakni proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) dengan kapasitas 2x390 MW (megawatt) telah beroperasi.

"Bukit Asam mempunyai potensi batu bara yang sangat besar, juga ingin melakukan kontribusi di bidang kelistrikan hingga sudah membangun PLTU Mulut Tambang (di Tanjung Enim). Mungkin salah satu yang terbesar senilai 2x390 MW di Tanjung Enim," ujarnya.

Dia menambahkan, PT Bukit Asat Tbk (PTBA) juga berhasil menjalin kerja sama dengan pabrik baterai listrik terbesar di dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL). CATL ini merupakan supplier dari baterai listrik Tesla, Mercedes, dan BMW.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Farid Kurniawan
Jujuk Ernawati
Farid Kurniawan
EditorFarid Kurniawan
Follow Us