Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inflasi Korsel Naik 2,1 Persen, Harga Pangan dan Jasa kian Mahal

Bendera Korea Selatan (pexels.com/aboodi vesakaran)
Bendera Korea Selatan (pexels.com/aboodi vesakaran)
Intinya sih...
  • Inflasi Korea Selatan naik 2,1 persen secara tahunan pada Maret 2025, lebih tinggi dari perkiraan ekonom yang memperkirakan penurunan ke 1,9 persen.
  • Depresiasi won menekan harga barang impor, terutama produk pangan dan kebutuhan pokok. Harga makanan olahan melonjak 3,6 persen.
  • Sektor jasa mencatat kenaikan 2,3 persen secara tahunan, dengan beberapa kategori mengalami lonjakan tajam. Biaya asuransi naik drastis hingga 15,1 persen.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Inflasi Korea Selatan kembali merangkak naik, mencatat kenaikan 2,1 persen secara tahunan pada Maret 2025. Pelemahan won terhadap dolar AS memperburuk kenaikan harga pangan dan jasa, memicu kekhawatiran soal daya beli masyarakat.

Berdasarkan data Statistics Korea, laju inflasi ini lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang memperkirakan penurunan ke 1,9 persen. Kondisi ini memperkuat spekulasi bahwa Bank of Korea (BOK) kemungkinan menahan kebijakan pelonggaran suku bunga untuk sementara waktu.

1. Pelemahan won mendorong kenaikan harga pangan

ilustrasi inflasi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi inflasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Depresiasi won menekan harga barang impor, terutama produk pangan dan kebutuhan pokok. Data menunjukkan harga produk pertanian, peternakan, dan perikanan naik 0,9 persen secara tahunan, sementara harga barang industri meningkat 1,7 persen.

Di sektor pangan, harga makanan olahan melonjak 3,6 persen karena perusahaan besar menaikkan harga akibat mahalnya bahan baku impor. Tak hanya itu, tarif listrik, gas, dan air juga mengalami kenaikan 3,1 persen, semakin menambah beban pengeluaran rumah tangga.

“Harga layanan pribadi sedang dalam tren naik, terutama setelah universitas swasta besar menaikkan biaya kuliah. Selain itu, kenaikan harga makanan olahan tetap terlihat,” ujar Lee Doo-won, pejabat Statistics Korea, dikutip dari The Korea Herald, Rabu (2/4/2025).

Harga kebutuhan sehari-hari, termasuk makanan, pakaian, dan perumahan, naik 2,4 persen dari tahun sebelumnya. Meski sedikit melambat dibandingkan kenaikan 2,6 persen pada Februari, tekanan harga tetap terasa di berbagai lini kehidupan masyarakat.

2. Biaya jasa kian melambung, asuransi meroket

ilustrasi asuransi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi asuransi (IDN Times/Aditya Pratama)

Sektor jasa mencatat kenaikan 2,3 persen secara tahunan, dengan beberapa kategori mengalami lonjakan tajam. Biaya asuransi naik drastis hingga 15,1 persen, sementara tarif pemeliharaan apartemen meningkat 4,3 persen.

Harga makanan di luar rumah juga terus menanjak, dengan kenaikan 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini menjadi salah satu faktor utama yang memperberat beban pengeluaran masyarakat, terutama bagi kelas menengah.

“Harga layanan pribadi sedang dalam tren naik, terutama setelah universitas swasta besar menaikkan biaya kuliah. Selain itu, kenaikan harga makanan olahan tetap terlihat,” kata Lee.

Di sisi lain, inflasi inti—yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi—tetap di level 1,9 persen selama enam bulan berturut-turut. Meskipun lebih rendah dari inflasi utama, kenaikan harga di berbagai sektor menunjukkan tekanan inflasi yang masih menguat.

3. Bank sentral berpotensi tunda pemangkasan suku bunga

Ilustrasi Suku Bunga (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Suku Bunga (IDN Times/Aditya Pratama)

BOK telah memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali sejak Oktober 2024, tetapi kenaikan inflasi terbaru ini bisa mengubah arah kebijakan moneter dalam waktu dekat.

Menurut laporan Financial Post, sebagian besar ekonom memperkirakan BOK akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan kebijakan 17 April mendatang. Langkah ini diambil guna menjaga stabilitas harga di tengah tekanan eksternal, termasuk dampak kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Selain itu, ketidakpastian politik di dalam negeri juga menjadi faktor yang memengaruhi pasar. Presiden Yoon Suk Yeol sempat memberlakukan darurat militer pada Desember 2024, yang berdampak pada melemahnya kepercayaan bisnis dan konsumen.

Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan ritel melambat dari 11,7 persen pada Januari menjadi 4,4 persen di Februari, sementara indeks kepercayaan konsumen turun dari 95,2 menjadi 93,4 pada Maret.

Sebagai respons terhadap tantangan ekonomi ini, pemerintah Korea Selatan mengalokasikan anggaran tambahan sebesar 10 triliun won (sekitar Rp112,8 triliun) untuk menopang pertumbuhan. Dana ini akan difokuskan pada mitigasi dampak kebijakan perdagangan global dan percepatan pemulihan wilayah selatan yang terdampak kebakaran hutan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us