Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Investasi Asing Ramai-ramai Tinggalkan AS, Lari ke Tiongkok

Seorang anggota staf kebersihan Gedung Putih menyemprot ruang arahan pada malam Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali dari Walter Reed Medical Center setelah terkena penyakit virus korona (COVID-19), di Washington, Amerika Serikat, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Erin Scott)

Jakarta, IDN Times – Perusahaan asing ramai-ramai meninggalkan Amerika Serikat (AS) dan berpaling ke Tiongkok. Hal tersebut terjadi karena mereka berlomba-lomba meraup keuntungan dari ekonomi Tiongkok yang sedang berkembang pesat, dan karena manajemen negara itu atas pandemik COVID-19 jauh lebih baik dari AS.

Pernyataan tersebut tertuang dalam laporan Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan yang dirilis pada Minggu (24/1/2021).

1. Investasi asing langsung di AS anjlok

Presiden Amerika Serikat Joe Biden bersama Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris. (Instagram.com/joebiden)

Menurut laporan tersebut, sebagaimana dikutip dari CNN, investasi langsung di AS oleh perusahaan asing anjlok 49 persen menjadi 134 miliar dolar tahun lalu. Sebaliknya, investasi asing langsung di Tiongkok tumbuh sebesar 4 persen menjadi 163 miliar dolar pada tahun 2020.

“Tahun 2020 menandai tahun pertama dalam sejarah di mana investasi asing langsung di Tiongkok melampaui AS,” menurut PBB. Tiongkok sekarang menjadi penerima investasi perusahaan asing terbesar di dunia.

Laporan juga menyebut bahwa kondisi dunia yang penuh ketidakpastian saat ini akan tetap memengaruhi aliran investasi asing langsung ke AS dan negara lain tahun ini.

“Efek pandemik pada investasi akan tetap ada,” kata James Zhan, direktur divisi investasi UNCTAD, dalam sebuah pernyataan. “Investor cenderung tetap berhati-hati dalam menanamkan modalnya ke aset produktif baru di luar negeri.”

2. Penurunan investasi langsung di AS telah terjadi sebelum pandemik

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Laporan mengatakan, meskipun COVID-19 merupakan faktor besar dalam penurunan investasi asing langsung di AS dan sebagian besar negara lain, namun penurunan investasi perusahaan asing di Amerika telah dimulai jauh sebelum pandemik.

Menurut Departemen Perdagangan AS, investasi asing di AS telah mengalami penurunan tajam setelah mencapai 440 miliar dolar pada tahun 2015.

Disebutkan bahwa kebijakan perdagangan go-it-alone mantan Presiden Donald Trump merugikan investasi asing, terutama dari Tiongkok. Penurunan investasi dari negara tersebut adalah yang paling tajam selama beberapa tahun terakhir. Ketidakpastian ekonomi yang meningkat di seluruh dunia juga berkontribusi pada penurunan tersebut.

“Tahun lalu, penurunan investasi asing langsung ke AS paling menonjol dalam perdagangan grosir, jasa keuangan dan manufaktur,” kata laporan itu. Merger dan akuisisi internasional, serta penjualan aset AS ke investor asing, turun 41 persen.

3. Investasi di Tiongkok melonjak akibat berbagai faktor

ANTARA FOTO/REUTERS/Juan Medina

Sementara itu, ledakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan pemulihan cepat dari pandemik, membantu investasi asing di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu melonjak. Ekonomi Tiongkok tumbuh 2,3 persen tahun lalu, ketika sebagian besar ekonomi utama dunia menyusut.

Dalam hal penanganan pandemik COVID-19, negara itu telah memberlakukan kebijakan penguncian (lockdown) yang ketat dan pelacakan populasi untuk mencegah penyebaran virus. Tiongkok juga telah menganggarkan ratusan miliar dolar untuk proyek infrastruktur besar guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kemampuan Tiongkok untuk mengendalikan penyebaran virus membantu menstabilkan investasi setelah penguncian awal,” kata laporan itu.

Disisi lain, laporan menyebut bahwa investasi asing langsung di Australia, Prancis, Kanada, dan Indonesia mencatatkan penurunan dua digit. Negara-negara ini adalah penerima investasi asing langsung terbesar pada tahun 2019.

Secara keseluruhan, investasi asing langsung turun 42 persen tahun lalu ke level terendah sejak 1990-an dan 30 persen di bawah level terendah yang dicapai selama krisis keuangan global 2008-2009.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rehia Sebayang
Umi Kalsum
Rehia Sebayang
EditorRehia Sebayang
Follow Us