Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemenperin Pantau Impor Bahan Baku untuk Produksi Sritex

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza. (IDN Times/Triyan).
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza. (IDN Times/Triyan).
Intinya sih...
  • Importasi bahan baku Sritex kembali berjalan setelah status pailit, mempengaruhi produksi dan merumahkan 2.500 karyawan.
  • Operasional Sritex tetap berjalan tanpa PHK pekerjanya, namun impor bahan baku terhambat sehingga mempengaruhi Rencana Impor Barang (RIB).
  • Liabilitas Sritex mencapai Rp25,12 triliun di Semester I-2024, dengan defisiensi modal yang serius dan lebih banyak utang daripada aset yang dimiliki.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza memastikan importasi bahan baku yang dibutuhkan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex akan kembali berjalan setelah sempat dibekukan di kawasan berikat. Pembekuan itu imbas status pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Semarang.

Di sisi lain, ia pun akan memantau kondisi operasional Srirex sembari menunggu hasil dari pengajuan kasasi soal status pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk.

“Masih menunggu kasasi, kita akan pantau,” kata Faisol saat ditemui di The Kasablanka, Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Sebagai informasi, status pailit Sritex berdampak terhadap pemblokiran aktivitas impor bahan baku dan ekspor perseroan. Alhasil, Sritex mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku untuk melakukan produksi dan terpaksa merumahkan 2.500 karyawannya. 

1. Pembekuan impor bahan baku pengaruhi RIB

Pada kesempatan yang sama, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita mengatakan, operasional Sritex akan tetap berjalan sehingga tidak akan melakukan PHK pekerjanya. 

" Ketika itu dipailitkan Bea Cukai mengantisipasi, mungkin apa dia terlalu atraktif atau apa, akhirnya semua fasilitasnya dibekukan, bahasanya. Nah untuk itu ketika udah dibekukan, kita ada proses untuk membuka kembali," kata dia.

Menurutnya, pembekuan impor bahan baku Sritex telah mempengaruhi Rencana Impor Barang (RIB) sehingga berdampak pada perseroan. Namun, bea cukai pun dinilainya sudah membuka fasilitas importasinya. 

Dengan demikian, ia berharap agar  impor bahan baku dapat dipermudah agar produksi tetap berjalan dan tidak ada karyawan yang dirumahkan.

“Sudah dibuka. Tapi kan itu juga perlu proses kan, kalau yang jalannya seperti dulu kan, nggak ada lagi tertahan berapa hari,” jelasnya.

2. DJBC tunggu hasil diskusi Sritex dengan kurator

Kontainer yang mengangkut logistik MotoGP Indonesia 2024 ke Sirkuit Mandalika. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Kontainer yang mengangkut logistik MotoGP Indonesia 2024 ke Sirkuit Mandalika. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Di temui terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani mengatakan masih menunggu hasil diskusi (Sritex) dengan pihak kurator.

"Kalau Sritex itu urusan kurator, kita ikut aja. Sebab kami tidak punya kewenangan," kata Askolani di kantor pusat Ditjen Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta, Kamis, (14/11/2024).

Menurutnya, Kementerian Keuangan menghormati putusan pengadilan yang menyatakan Sritex pailit, terlebih pengadilan juga sudah memberikan penguasaan Sritex kepada kurator.

"Itu penguasaan mereka. Kita harus hormati hukum, yang pegang kewenangan itu kurator, jadi kita ikutin apa kurator," kata dia.

3. Liabilitas Sritex capai Rp25,12 triliun di Semester I

Infografis Daftar Bank yang Utangi Sritex (IDN Times/Aditya Pratama)
Infografis Daftar Bank yang Utangi Sritex (IDN Times/Aditya Pratama)

Mengutip laporan keuangan perusahaan per semester I-2024, tercatat liabilitas SRIL mencapai 1,6 miliar dolar AS atau setara Rp25,12 triliun (kurs Rp15.700). Angka tersebut terdiri dari liabilitas jangka panjang 1,47 miliar dolar AS, dan liabilitas jangka pendek sebesar 131,42 juta dolar AS.

Berdasarkan laporan keuangan semester I-2024, Sritex mengalami defisiensi modal yang serius, dengan ekuitas mencapai minus 980,56 juta dolar AS, atau sekitar Rp15,34 triliun. Dengan demikian, perusahaan memiliki lebih banyak utang daripada aset yang dimiliki.

Liabilitas jangka panjang Sritex pun sangat besar, mencapai 1,47 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,02 triliun. Sementara liabilitas jangka pendeknya tercatat sebesar 131,42 juta dolar AS atau sekitar Rp2,05 triliun.

Hingga 30 Juni 2024, tercatat ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas Sritex dengan nilai sebesar 809,99 juta dolar AS atau sekitar Rp12,72 triliun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
Anata Siregar
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us