5 Komoditas Dunia yang Harganya Terganggu jika Terjadi Perang

- Minyak mentah sangat sensitif terhadap ketegangan geopolitik, terutama di wilayah penghasil utama seperti Timur Tengah atau Rusia.
- Konflik di kawasan pemasok gas alam dapat memengaruhi ekspor gas melalui pipa atau kapal tanker dan berdampak pada biaya listrik, industri manufaktur, dan rumah tangga.
- Gandum sangat terpengaruh oleh konflik yang melibatkan negara produsen besar seperti Ukraina, Rusia, Amerika Serikat, dan Kanada. Harga gandum dunia melonjak drastis pada 2022.
Konflik bersenjata di satu wilayah sering kali berdampak luas, tak hanya pada negara yang terlibat, tetapi juga pada stabilitas ekonomi global. Salah satu sektor paling terdampak adalah perdagangan komoditas dunia. Ketika terjadi perang, gangguan logistik, sanksi ekonomi, dan ketidakpastian pasar dapat menyebabkan harga-harga komoditas melonjak drastis atau justru anjlok, tergantung pada dinamika pasokan dan permintaan.
Ketidakstabilan geopolitik menyebabkan negara-negara pembeli maupun penjual komoditas mengubah strategi perdagangan mereka. Dalam situasi perang, beberapa komoditas menjadi sangat rentan karena sifatnya yang krusial bagi kehidupan sehari-hari dan industri. Berikut adalah lima komoditas dunia yang harganya terganggu jika terjadi perang berskala besar.
1. Minyak mentah

Minyak mentah merupakan komoditas paling sensitif terhadap ketegangan geopolitik, terutama jika konflik terjadi di wilayah penghasil utama seperti Timur Tengah atau Rusia. Perang dapat menghambat produksi, merusak infrastruktur kilang, atau memblokade jalur distribusi seperti Selat Hormuz yang menjadi jalur utama ekspor minyak dunia. Ketika pasokan terancam, pasar langsung bereaksi dengan kenaikan harga yang tajam, bahkan sebelum terjadi penurunan produksi secara nyata.
Sebagai contoh, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990 dan konflik di Libya pada 2011 membuat harga minyak naik drastis akibat ketakutan pasar terhadap gangguan pasokan. Selain itu, negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara Eropa biasanya merespons dengan intervensi pasar atau rilis cadangan strategis. Namun, langkah-langkah tersebut sering kali hanya memberi dampak jangka pendek.
2. Gas alam

Gas alam, terutama dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas), sangat penting dalam memenuhi kebutuhan energi dunia. Konflik di kawasan pemasok besar seperti Rusia atau negara-negara Asia Tengah dapat secara langsung memengaruhi ekspor gas melalui pipa atau kapal tanker. Eropa sangat rentan terhadap situasi ini karena sebagian besar gasnya bergantung pada pasokan dari luar, terutama Rusia.
Ketika Rusia mengurangi pasokan gas ke Eropa selama konflik Ukraina, harga gas melonjak tajam hingga lebih dari tiga kali lipat dalam waktu singkat. Kenaikan ini berdampak langsung pada biaya listrik, industri manufaktur, dan rumah tangga. Negara-negara pengimpor terpaksa mencari alternatif mahal atau melakukan penghematan besar-besaran untuk menjaga kestabilan energi domestik.
3. Gandum

Sebagai bahan pangan utama, gandum sangat terpengaruh oleh konflik yang melibatkan negara produsen besar seperti Ukraina, Rusia, Amerika Serikat, dan Kanada. Perang dapat merusak lahan pertanian, memutus rantai pasok, atau membuat ekspor terhambat oleh sanksi atau blokade pelabuhan. Ketika dua negara yang menguasai hampir 30 persen ekspor gandum dunia (seperti Rusia dan Ukraina) terlibat perang, dampaknya terasa secara global.
Negara-negara di Afrika Utara dan Timur Tengah yang sangat bergantung pada impor gandum, langsung merasakan krisis pangan ketika pengiriman terganggu. Harga gandum dunia melonjak drastis pada tahun 2022, bahkan mencetak rekor tertinggi dalam satu dekade. Hal ini memicu inflasi pangan dan memperburuk ketahanan pangan di berbagai negara berkembang.
4. Emas

Meskipun emas bukan komoditas yang dikonsumsi secara langsung, perannya sebagai aset lindung nilai membuat harganya sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian global. Dalam situasi perang, para investor cenderung menarik dana dari aset berisiko dan beralih ke emas sebagai safe haven. Akibatnya, permintaan terhadap emas meningkat, mendorong harga naik secara signifikan.
Di samping itu, beberapa negara di kawasan konflik seperti Afrika Utara dan Timur Tengah juga menjadi lokasi tambang emas aktif. Perang dapat mengganggu aktivitas penambangan dan ekspor, baik karena kerusakan fasilitas maupun hambatan perizinan dan transportasi. Jika pasokan emas fisik terganggu, maka tekanan harga akan bertambah dari sisi penawaran.
5. Logam industri, khususnya tembaga, nikel hingga aluminium

Logam industri seperti tembaga, nikel, dan aluminium memainkan peran penting dalam pembangunan infrastruktur, kendaraan listrik, serta teknologi digital. Perang yang melibatkan negara-negara produsen utama di Asia dan Afrika dapat mengganggu rantai pasok global, terutama jika pelabuhan dan jalur pengiriman berada di zona konflik atau sekitarnya. Ketidakpastian ini membuat para pelaku industri menahan produksi atau mencari bahan baku alternatif dengan biaya lebih tinggi.
Sebagai contoh, tembaga digunakan luas dalam kabel listrik dan sistem energi surya. Bila pasokan terganggu, proyek-proyek energi terbarukan bisa tertunda. Nikel dan aluminium pun penting untuk baterai dan industri otomotif. Kenaikan harga logam ini akan berdampak luas terhadap biaya produksi barang jadi, dari smartphone hingga kendaraan listrik, yang ujungnya membebani konsumen di seluruh dunia.
Perang bisa menyebabkan bencana bagi ekonomi global, sebab ada komoditas dunia yang harganya terganggu jika terjadi perang. Komoditas yang menjadi tulang punggung energi, pangan, dan industri sangat rentan terhadap guncangan akibat konflik bersenjata. Oleh karena itu, kestabilan geopolitik menjadi faktor krusial dalam menjaga harga komoditas tetap terkendali, serta memastikan keberlanjutan pasokan bagi masyarakat dunia.