Trump Perpanjang Tenggat Waktu TikTok untuk Ketiga Kalinya

- Perpanjangan tenggat waktu TikTok oleh Trump berseberangan dengan Kongres dan Mahkamah Agung yang mendukung larangan, karena kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
- Nama besar seperti Oracle, AppLovin, dan Project Liberty tertarik membeli TikTok, namun penjualan ini tergantung pada persetujuan pemerintah China.
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memperpanjang tenggat waktu bagi ByteDance untuk menjual operasi TikTok di AS. Ini menjadi perpanjangan ketiga sejak Trump menjabat pada Januari lalu.
Perintah Eksekutif tambahan akan diteken minggu ini, memberi waktu 90 hari agar kesepakatan bisa diselesaikan. Langkah ini dilakukan untuk menjamin data pengguna TikTok di AS tetap aman.
ByteDance sebelumnya dihadapkan pada tenggat 19 Januari, namun Trump sudah dua kali mengundur batas itu. Perpanjangan terakhir terjadi sehari sebelum tenggat 5 April berakhir.
Trump menyebut perpanjangan ini akan memastikan warga AS tetap bisa mengakses TikTok.
“Kami mungkin harus mendapatkan persetujuan Tiongkok. Saya pikir kami akan mendapatkannya. Saya pikir Presiden Xi pada akhirnya akan menyetujuinya” kata Trump, dikutip dari BBC, Rabu (18/6).
1. Kongres dan Mahkamah Agung tetap dukung larangan TikTok

Perpanjangan tenggat oleh Trump justru berseberangan dengan kehendak Kongres. Tahun lalu, Kongres mengesahkan Undang-Undang (UU) yang mewajibkan ByteDance menjual TikTok atau menghadapi larangan. UU ini disahkan dengan dukungan bipartisan dan ditandatangani oleh pendahulunya, mantan Presiden Joe Biden.
Alasan utama di balik larangan adalah kekhawatiran terhadap keamanan nasional. TikTok disebut bisa dijadikan alat oleh pemerintah China untuk memata-matai atau menyebarkan propaganda kepada pengguna di AS. Aplikasi ini sendiri digunakan oleh 170 juta warga Amerika.
Dilansir dari CNBC Internasional, Mahkamah Agung telah menegakkan aturan ini pada Januari, hanya beberapa hari sebelum Trump menjabat. Dengan demikian, secara hukum, tenggat waktu 19 Januari seharusnya menjadi batas akhir kepemilikan TikTok oleh ByteDance di AS.
2. Penjualan TikTok tarik investor besar, China jadi penghalang

Beberapa nama besar disebut-sebut tertarik membeli TikTok, termasuk Oracle, AppLovin, dan konsorsium Project Liberty milik miliarder Frank McCourt. Namun, belum jelas apakah pemerintah China akan menyetujui penjualan ini. Kesepakatan hanya bisa terjadi jika ada restu dari Presiden China Xi Jinping.
Sumber CBS News menyebut bahwa Trump sebelumnya berhasil mencapai kesepakatan untuk mendirikan perusahaan baru yang dikuasai investor Amerika. Tapi setelah Trump mengumumkan tarif dagang besar, ByteDance menyampaikan, China tak lagi menyetujui kesepakatan sebelum isu tarif diselesaikan.
Selain Oracle, nama-nama seperti Kevin O’Leary, Alexis Ohanian, dan bahkan YouTuber MrBeast juga disebut tertarik membeli TikTok. Trump sendiri terbuka jika TikTok jatuh ke tangan Oracle, perusahaan milik Larry Ellison yang merupakan sekutu lamanya.
3. TikTok sempat offline, reaksi Kongres makin tajam

Sebelum perintah eksekutif pertama diteken Trump, TikTok sempat offline di AS selama satu hari. Apple dan Google juga menghapus aplikasi itu dari toko masing-masing, sebelum akhirnya mengembalikannya pada Februari. TikTok memuji Trump karena membuat platform bisa beroperasi kembali.
Perpanjangan waktu yang terus-menerus membuat sebagian analis ragu akan efektivitas larangan.
“Larangan apa? Tidak ada lagi yang ‘mengintai’ tentang potensi larangan TikTok,” kata analis Forrester, Kelsey Chickering.
Ia menyebut TikTok bahkan meluncurkan fitur video AI baru minggu ini. Kongres sendiri belum mengambil tindakan meskipun perintah eksekutif Trump bertentangan dengan undang-undang.
“Saya pikir kita harus menegakkan hukum,” ujar Senator Josh Hawley, dikutip CBS News, Rabu (18/6).
Senator Chuck Grassley juga mempertanyakan otoritas presiden dalam menunda penerapan undang-undang tanpa konsekuensi apa pun.