Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kompetensi Orang Dekat Prabowo Jadi Komisaris BUMN Dipertanyakan

Kantor Kementerian BUMN di Jakarta Pusat. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Intinya sih...
  • Sejumlah nama dekat Prabowo Subianto mendapat posisi di pemerintahan maupun BUMN
  • Kritik dari Pengamat BUMN Herry Gunawan terhadap kurangnya kompetensi dan potensi konflik kepentingan dalam penunjukkan komisaris BUMN

Jakarta, IDN Times - Posisi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah nama yang dekat dengan presiden terpilih, Prabowo Subianto mendapatkan posisi di pemerintahan maupun BUMN.

Teranyar ada nama Fauzi Baadila, seorang aktor yang terjun ke dunia politik dan sempat menjadi Koordinator Penggalang Pendukung Prabowo Subianto dipilih menjadi Komisaris Independen PT Pos Indonesia.

Sebelum Fauzi, ada nama seperti Tsamara Amany, Grace Natalie, Simon Aloysius Mantiri, Condro Kirono, dan Fuad Bawazier yang dekat dan pendukung Prabowo,  mendapat jabatan sebagai komisaris di perusahaan pelat merah.

Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan pun mengkritisi kondisi tersebut. Dia bilang, persoalan kompetensi dan potensi terjadinya konflik kepentingan adalah masalah serius dalam penunjukkan nama-nama tersebut sebagai komisaris BUMN.

"Soal bagi-bagi kursi komisaris BUMN sebenarnya sah-sah saja. Tentu saja sepanjang memenuhi unsur kepatutan dan kepantasan, tapi memang yang jadi soal adalah kompetensi dan potensi terjadinya conflict of interest yang terjadi sekarang ini memang ada masalah serius," kata Herry kepada IDN Times, Minggu (21/7/2024).

1. Komisaris tidak bisa awasi direksi

Staf Khusus V Menteri BUMN, Tsamara Amany. (Instagram @tsamaradki)

Herry kemudian mengambil contoh Tsamara Amany. Eks kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut ditunjuk Erick menjadi Komisaris Holding BUMN Perkebunan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Menurut Herry, Tsamara merupakan sosok yang minim pengalaman, tapi tiba-tiba ditunjuk menjadi seorang komisaris di perusahaan pelat merah.

"Sebagai contoh Tsamara Amany. Nyaris minim pengalaman di dunia profesional, tapi tiba-tiba jadi komisaris. Ini soal kepatutan, yakni terkait kompetensi. Sulit untuk mengawasi direksi sesuai fungsi utama dewan komisaris. Bisa celaka," ujar dia.

2. Pelanggaran terhadap Permen BUMN

Fuad Bawazier. (Dok. MIND ID)

Selain itu, Herry juga mengungkapkan adanya pelanggaran terhadap Peraturan Menteri (Permen) BUMN Nomor 3 tahun 2023. Pada Pasal 18 ayat 1 poin a Permen tersebut dijelaskan, posisi komisaris BUMN tidak boleh diisi oleh seseorang yang menjadi pengurus partai politik.

Hal itu terjadi pada Fuad Bawazier dan Simon Aloysius Mantiri. Keduanya tercatat sebagai Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.

"Pasal 18 menyebutkan, komisaris bukan pengurus partai politik. Ini artinya, yang menjadi pengurus parpol gak boleh jadi komisaris. Di sini, Kementerian BUMN melanggar regulasi yang dibuat sendiri. Kalau terus dibiarkan, jadi rusak sistem. Kasihan BUMN kita harus menerima yang seperti itu," tutur Herry.

3. Pengawasan kinerja BUMN jadi korban

Kantor pusat Kementerian BUMN. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Herry menambahkan, kondisi tersebut hanya akan membuat pengawasan terhadap kinerja BUMN jadi korban. Dewan komisaris yang seharusnya mengawasi justru tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik karena inkompeten dan punya konflik kepentingan.

"Akibatnya, sulit melakukan pengawasan terhadap kinerja BUMN, karena dimulai oleh tata kelola yang tidak baik. Seharusnya pemerintah menjalankan regulasi yang dibuat, jangan asal hantam," kata Herry.

"Gaya seperti itu akan menjadi pijakan rusaknya tata kelola perusahaan di BUMN. Perusahaan pelat merah itu seperti dikendalikan oleh kehendak politik praktis," sambung dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us