Larangan Angkutan Barang Berlaku 16 Hari, Aptrindo Ancam Mogok Operasi

- Aptrindo keberatan atas pembatasan operasional angkutan barang selama 16 hari mulai 24 Maret hingga 8 April 2025 di jalan tol dan non tol.
- Dampak signifikan terhadap distribusi logistik, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, dan citra Indonesia di mata dunia disebabkan oleh kebijakan tersebut.
- Aptrindo meminta koreksi durasi pelarangan operasional kendaraan angkutan barang menjadi 27 Maret sampai dengan 3 April 2025, jika tidak akan melakukan stop operasional mulai 20 Maret 2025.
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) keberatan atas pengaturan pembatasan operasional angkutan barang yang akan diberlakukan mulai hari 24 Maret hingga 8 April 2025 baik di jalan tol dan non tol. Pembatasan operasional selama 16 hari itu dianggap Aptrindo terlalu lama.
Ketua DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan menyatakan, keputusan pembatasan operasional angkutan barang tersebut tidak mempertimbangkan masukan para pelaku usaha angkutan barang. Pembatasan tersebut dinilai punya dampak signifikan bagi tiap orang yang terlibat dalam proses distribusi logistik.
"Bukan hanya berdampak langsung kepada pemilik kendaraan akan tetapi juga pada pelaku usaha yang terlibat yaitu pengemudi, tenaga buruh bongkar muat, pabrikan, pergudangan, perkapalan dan para pihak yang terlibat dalam dunia logistik," kata Gemilang dalam pernyataannya kepada IDN Times, Kamis (13/3/2025).
Selain itu, dampak lebih luasnya berpengaruh terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 persen lantaran tersendatnya pengiriman bahan baku industri, terganggunya ekspor dan impor, dan pembatalan kontrak dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan kegagalan masuk devisa ke dalam negeri.
1. Dampak pembatasan operasional angkutan barang selama 16 hari

Aptrindo kemudian membuat sejumlah akibat dari adanya kebijakan pembatasan angkutan barang selama 16 hari tersebut:
1. Penumpukan barang di pelabuhan karena kapal dari luar negeri terus datang membawa barang sehingga kemungkinan terjadi kongesti/stagnasi di pelabuhan, membebani para importir atas biaya penumpukan pelabuhan dan denda demurage container yang dicharges oleh pelayaran asing akan membengkak, dweeling time.
2. Kesulitan para eksportir dalam melaksanakan ekspor terhadap barang-barangnya sehingga tidak dapat memenuhi perjanjian dagang.
3. Pengemudi tidak mempunyai penghasilan selama larangan itu dilakukan sehingga menimbulkan keresahan pada pengemudi.
4. Kapal-kapal yang datang dari luar negeri akan menjadi pulang kosong tidak tanpa muatan.
5. Memperburuk citra Indonesia di mata Dunia, terutama di perdagangan internasional sehingga investor akan beralih ke negara yang lebih mudah proses ekspor dan impornya.
6. Peraturan yang dibuat sangat berdekatan dengan implementasi, maka akan banyak pihak yang tidak siap sehingga dapat menimbulkan kepanikan serta melonjaknya biaya produksi karena potensi stop produksi, batal ekspor, dan keterlambatan pengiriman akibat penumpukan kegiatan setelah masa larangan.
Gemilang mengatakan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seharusnya lebih peka dengan kondisi perekonomian dan industri di Tanah Air ini yang banyak sekali terjadi perusahaan gulung tikar dan pemutusan hubungan kerja.
Kondisi yang terjadi bukan hanya dikarenakan efek kalah bersaing atau berkompetisi dengan negara lain, tetapi juga disebabkan oleh pembuatan regulasi-regulasi tidak ramah iklim usaha untuk dapat tumbuh dan berkembang.
"Pembatasan operasional angkutan barang dengan dalih mengamankan kelancaran lalu lintas selama masa arus mudik dan balik lebaran tahun 2025, mengorbankan hak hidup para pelaku usaha dunia angkutan barang dan logistik," ujar Gemilang.
2. Pemerintah tidak peduli pelaku usaha

Menurut Gemilang, kebijakan pembatasan operasional angkutan barang di Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir seakan menjadi budaya regulator tanpa memedulikan kerugian yang ditanggung para pelaku usaha angkutan barang.
"Terlebih tidak memikirkan dampak langsung bagi para pengemudi ataupun tenaga buruh bongkar muat yang sangat bergantung mendapatkan penghasilan harian dari adanya aktivitas operasional angkutan barang. Dampak negatif yang dapat memicu terjadinya kerawanan gejolak sosial dikarenakan kebutuhan biaya hidup," kata dia.
3. Aptrindo ancam mogok beroperasi

Gemilang mewakili Aptrindo pun meminta kepada Presiden Prabowo agar segera mengoreksi kebijakan bersama yang diambil terkait pelarangan operasional kendaraan angkutan barang selama periode angkutan Lebaran 2025.
Aptrindo meminta meminta durasi kebijakan pelarangan operasional kendaraan angkutan barang diubah menjadi mulai tanggal 27 Maret sampai dengan 3 April 2025.
"Apabila usulan perubahan durasi pelarangan operasional kendaraan angkutan barang tidak ditanggapi oleh para stakeholder terkait, maka kami seluruh pengusaha angkutan barang di Tanah Air khususnya pelaku usaha angkutan barang yang melayani aktivitas seluruh pelabuhan di Indonesia akan melakukan stop operasional mulai tanggal 20 Maret 2025," tutur Gemilang.