Lindungi Pekerja Perempuan, KPPPA Luncurkan Rumah Perlindungan

Jakarta, IDNTimes - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Kantor KPPPA, Kamis (15/8). Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan dinilai penting karena persentase kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja masih tinggi.
Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) diluncurkan di 5 kawasan industri. Di antaranya Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung di Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta; Karawang International Industrial City (KIIC) di Kab. Karawang, Jawa Barat; Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) di Kota Cilegon, Banten; Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kab. Pasuruan, Jawa Timur; Bintan Industrial Estate (BIE) di Kota Bintan, Kepulauan Riau.
1. Angka kekerasan terhadap perempuan di ranah publik masih tinggi
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Vennetia R. Danes dalam pidatonya menyebutkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan di ranah publik mencapai 3.915 kasus.
Kekerasan seksual terhadap perempuan menempati peringkat pertama, yaitu sebanyak 2.521 atau 64% dari total kasus. Lalu, kekerasan fisik 883 kasus (23%), kekerasan psikis 212 kasus (5%), dan kategori khusus yakni trafficking 158 kasus (4%), dan kasus pekerja migran 141 kasus (4%).
2. Buruh perempuan rentan mengalami tindak kekerasan
Vennetia menjelaskan bahwa buruh pabrik masih sangat rentan untuk mengalami tindak kekerasan dan diskriminasi di tempat kerja. Hal tersebut berkaitan dengan sulit mendapatkan hak-haknya sampai hubungan industrial yang tidak adil
“Pekerja perempuan khususnya buruh perempuan pabrik sangatlah rentan mengalami tindakan kekerasan dan diskriminasi seperti sulit mendapatkan hak untuk berserikat, hak cuti hamil, cuti haid, hubungan industrial yang tidak adil serta hak perlindungan dan keselamatan kerja" ujar Vennetia.
Vennetia juga menjelaskan penyebab dari kekerasan dan diskriminasi itu terjadi karena banyak pekerja perempuan yang tidak mengerti hak-haknya. Selain itu, mereka juga tidak tahu apa yang harus dilakukan pada saat mendapatkan tindak kekerasan serta diskriminasi di tempat kerja.
"Karena banyak di antara mereka yang belum memahami hak-hak perempuan pekerja, serta merasa takut, malu dan tidak tahu tempat untuk melapor ketika mengalami kekerasan ataupun diskriminasi di tempat kerja,” tegas Vennetia.
3. Buruh perempuan cenderung takut dipecat apabila melapor
Vennetia menjelaskan bahwa dalam dunia industri, buruh perempuan tidak memiliki posisi tawar pada struktur kerja. Dengan demikian, para buruh perempuan cenderung takut untuk melaporkan tindak kekerasan dan diskriminasi.
"Mereka terpaksa menerima dan tidak berani melapor karena terancam kehilangan pekerjaan. Hal ini terjadi karena adanya pola relasi kuasa di lingkup tempat kerja," ujar Vennetia.
4. Perempuan pekerja dilindungi oleh undang-undang
Perlindungan terhadap perempuan pekerja terdapat di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa perempuan pekerja harus diberikan perlindungan yaitu berupa penentuan shift kerja, cuti hamil dan melahirkan, pemberian kesempatan untuk menyusui anaknya.
Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan tentang perlindungan hak-hak perempuan sebagai pekerja, yaitu perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja.
5. RP3 berfungsi mendekatkan jangkauan pemerintah dengan perempuan pekerja
Selain sebagai perlindungan, Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) juga berfungsi untuk mendekatkan jangkauan dalam upaya penanganan dan perlindungan perempuan terutama di kawasan industri.
RP3 juga bisa menjadi tempat berkolaborasi antara pemerintah dan industri dalam menangani masalah kekerasan yang dialami perempuan.
“Kami harap rumah perlindungan ini dapat diduplikasi oleh Kawasan industri lainnya, sehingga seluruh pekerja perempuan memiliki tempat untuk menyampaikan pengaduan atas permasalahan yang mereka hadapi, memberikan pemulihan dan rehabilitasi serta mendampingi proses hukum hingga tuntas, sehingga cita-cita kita semua untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan dapat terwujud,” terang Pribudiarta.