OJK: Sektor Jasa Keuangan Terjaga di Tengah Dinamika Perang Tarif

- OJK memastikan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga
- Ketidakpastian kebijakan perdagangan global meningkat signifikan
- Dinamika ekonomi dipengaruhi oleh ketegangan dagang AS-China dan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat
Jakarta, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga. Hal ini merupakan kesimpulan dari Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK yang digelar pada 30 April 2025.
Namun, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, ketidakpastian kebijakan perdagangan global mengalami peningkatan signifikan.
“Stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah tingginya dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global,” ujar Mahendra dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK yang digelar secara virtual, Jumat (9/5/2025).
1. Ketidakpastian meningkat dipicu tarif dagang Trump

Mahendra Siregar menyebutkan, dinamika ekonomi pada April 2025 didominasi oleh meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global dengan rencana pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), yang mendorong kenaikan tajam volatilitas pasar keuangan global.
“Meskipun Presiden Trump menunda pemberlakuan tarif selama 90 hari tensi perdagangan antara AS dan China tetap ter-eskalasi,” kata Mahendra.
2. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan melambat

Namun demikian, langkah penundaan ini tidak cukup meredakan ketegangan dagang antara AS dan China. Lembaga-lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pun menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebagai respons terhadap ketidakpastian tersebut.
Ia mencontohkan IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,8 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata historis tahun 2019–2020 sebelum pandemi COVID-19, yang berada di level 3,7 persen.
“Di Amerika Serikat, meskipun data ketenagakerjaan masih tergolong solid, sejumlah indikator ekonomi terbaru menunjukkan perlambatan, seperti inflasi, tingkat kepercayaan konsumen, dan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025,” tambah Mahendra.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, pasar mulai memproyeksikan penurunan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) secara lebih agresif, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada bulan Juni tahun ini.
Sementara itu, di China pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tercatat solid. Namun permintaan manufaktur China terlihat lebih lemah, terdapat indikasi perbaikan yang tercermin dari peningkatan inflasi inti dan penjualan ritel.
3. OJK pantau dampak dinamika global dan domestik ke sektor jasa keuangan

Di dalam negeri, perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 4,87 persen pada kuartal I 2025. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga.
Laju inflasi pada April tetap terkendali di level 1,95 persen (year-on-year), sementara inflasi inti berada pada level 2,5 persen. Mahendra menyatakan bahwa angka tersebut mencerminkan permintaan domestik yang tetap kuat.
“Beberapa indikator permintaan domestik lainnya, seperti penjualan ritel, semen, dan kendaraan bermotor, menunjukkan proses pemulihan yang masih berlangsung, meskipun dengan laju yang moderat,” jelas Mahendra.
Dari sisi produksi, Mahendra menilai kinerjanya masih cukup baik, didukung oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan serta kinerja emiten yang positif. Ia menyoroti bahwa laporan kinerja tahun 2024 secara umum lebih baik dibandingkan tahun 2023.
Dengan dinamika kondisi ekonomi global, OJK akan terus memantau dinamika global dan domestik. OJK juga akan melakukan stress test untuk mengevaluasi dampaknya terhadap sektor jasa keuangan.
“Saat ini, sektor jasa keuangan nasional dinilai tetap resilien dengan permodalan yang solid dan mampu menyerap potensi peningkatan risiko ke depan,” ucap Mahendra.