Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemerintah Terbitkan Aturan Baru tentang Pembukuan dan Audit

ilustrasi laporan keuangan perusahaan (Freepik.com/snowing)

Jakarta, IDN Times – Pemerintah menerbitkan peraturan baru agar menciptakan pedoman yang dapat digunakan Bea Cukai untuk menguji kepatuhan pengguna jasa, serta mengoptimalkan dan meningkatkan pengawasan melalui mekanisme audit kepabeanan dan audit cukai. Kementerian Keuangan telah menerbitkan dua aturan baru yang mengatur hal tersebut.

Pertama, PMK Nomor 104 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Kepabeanan dan Cukai yang mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu sejak tanggal 19 Desember 2024. Kedua, PMK Nomor 114 Tahun 2024 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai yang mulai berlaku setelah 60 hari sejak tanggal diundangkan, yaitu mulai tanggal 1 Maret 2025 mendatang.

“Kami mengapresiasi seluruh pihak yang telah bekerja sama untuk menjalankan dan mematuhi ketentuan kepabeanan dan cukai. Kami berharap dukungan ini terus berlanjut dalam mengimplementasikan PMK terbaru mengenai pedoman pembukuan dan audit di bidang kepabeanan dan cukai,” ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Selasa (21/1/2025).

1. PMK yang baru sudah berlaku

ilustrasi dokumen (pexels.com/@anete lusina)

Pedoman pelaksanaan pembukuan dan audit diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yakni PMK Nomor 197 Tahun 2016 tentang pembukuan dan PMK Nomor 258 Tahun 2016 tentang audit. Namun peraturan tersebut dinilai belum mengatur pelaksanaan pembukuan untuk menguji kepatuhan pengguna jasa dan belum menggambarkan proses bisnis audit kepabeanan dan cukai secara keseluruhan.

Budi mengungkapkan ketika dua peraturan menteri yang baru mulai berlaku, maka dua peraturan sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Ia juga menyebutkan bahwa dua PMK terbaru dapat diakses melalui https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/pmk-104-tahun-2024 dan https://jdih.kemenkeu.go.id/dok/pmk-114-tahun-2024.

2. Tujuan penyusunan dua PMK baru

ilustrasi laporan keuangan (pixabay.com/stevepb)

Penyusunan PMK yang mengatur penyelenggaraan pembukuan ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:

  • Melaksanakan amanat undang-undang tentang kewajiban pengguna jasa kepabeanan dan cukai untuk menyelenggarakan pembukuan.
  • Menguji kepatuhan orang terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; mengakomodasi kepentingan audit kepabeanan dan cukai.
  • Memberikan keyakinan yang memadai terkait going concern pengguna jasa.
  • Memanfaatkan hasil analisis laporan keuangan untuk kepentingan pelayanan, pengawasan, dan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai.

Sementara untuk penyusunan PMK terkait pedoman audit, Budi menjelaskan terdapat empat tujuan yang mendasari penyusunan PMK tersebut, yakni:

  • Mengatur proses bisnis audit kepabeanan dan audit cukai secara menyeluruh.
  • Menjadi payung hukum untuk pelaksanaan teknik audit sampling dalam pemeriksaan fisik sediaan barang dan pengujian data audit.
  • Mengatur perubahan periode audit untuk menghindari dokumen impor barang yang kedaluwarsa pada awal tim audit melaksanakan penugasan lapangan.
  • Mengatur laporan khusus yang dibuat untuk audit yang dihentikan.

 

3. Pokok perbedaan PMK baru

ilustrasi laporan keuangan perusahaan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

PMK yang baru memiliki perbedaan secara struktur dengan PMK Nomor 197 Tahun 2016.

“Peraturan yang baru terdiri dari tujuh bab yang berisi total 15 pasal, berbeda dengan peraturan sebelumnya yang tidak terdapat bab dan hanya terdiri dari 11 pasal,” ujar Budi.

Budi menyebutkan bahwa setidaknya ada empat pokok pengaturan yang harus diketahui pengguna jasa kepabeanan dan cukai tentang pelaksanaan pembukuan. Pertama, pasal 4 ayat 1, yang berisi tata cara penyelenggaraan pembukuan menunjukkan bahwa PMK ini sebagai landasan hukum untuk menjalankan amanat Undang-Undang sekaligus alat monitoring going concern pengguna jasa.

Kedua, pasal 7 ayat 1, yang berisi permintaan informasi laporan keuangan menunjukkan kewenangan Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai untuk meminta informasi atas laporan keuangan sebagai mitigasi risiko pelaksanaan audit dan penelitian ulang.

Ketiga, pasal 8 ayat 1, yang berisi permintaan laporan keuangan menunjukkan kewenangan Bea Cukai untuk meminta laporan keuangan dalam rangka pengawasan, fasilitas, dan pelayanan.

Keempat, pasal 6, pasal 10 ayat 3, dan pasal 13, yang mengatur terkait sanksi administrasi berupa denda sampai dengan pemblokiran akses kepabeanan dan/atau pembekuan nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us