Pengemplang BLBI yang Ubah Kewarganegaraan Tetap Bisa Ditangkap!

Jakarta, IDN Times - Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian ekstradisi. Perjanjian tersebut membuka akses bagi Satgas BLBI untuk menindak pengemplang BLBI yang mengubah kewarganegaraan, dari Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi Singapura.
Dengan perjanjian tersebut, para pelaku kejahatan yang mengubah kewarganegaraan demi menghindari penegakan hukum tak bisa lagi bersembunyi di bawah status kewarganegaraan barunya.
1. Penegakan hukum tetap bisa dilakukan

Lebih rinci, dalam keterangan resmi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Selasa (25/1/2022), dalam perjanjian ekstradisi ini, status warga negara pelaku kejahatan yang berubah tidak dapat mengecualikan pelaksanaan ekstradisi.
Sebab, pelaksanaan ekstradisi harus dilakukan berdasarkan status kewarganegaraan pelaku ketika tindak kejahatan terjadi. Artinya, status kewarganegaraan yang berlaku adalah WNI. Sebab, saat kejahatan dilakukan, pelaku masih berstatus sebagai WNI.
2. Perjanjian ekstradiri memfasilitasi Satgas BLBI

Pemberlakukan perjanjian ekstradisi buronan akan menciptakan efek
gentar (deterrence) bagi pelaku tindak kriminal di Indonesia dan Singapura.
Secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan perjanjian ekstradisi diyakini dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan memfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
3. Penyitaan aset di Singapura bisa dilakukan

Tak hanya itu, perjanjian ekstradisi ini juga akan melengkapi dan menyempurnakan komitmen kedua negara sebagai sesama negara ASEAN terkait perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana (ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty) yang mengharuskan kerja sama di antaranya terkait pencarian pelaku kejahatan, penggeledahan, maupun penyitaan aset.
Perjanjian ekstradisi yang ditandatangani oleh kedua negara memungkinkan
dilakukannya ekstradisi terhadap pelaku 31 jenis tindak pidana serta pelaku kejahatan lainnya yang telah diatur dalam sistem hukum kedua negara. Perjanjian ini juga
menyepakati pemberlakukan masa retroaktif hingga 18 tahun terhadap tindak kejahatan
yang berlangsung sebelum berlakunya perjanjian ekstradisi Indonesia Singapura.