Pertamax Kurang Laku, Pertashop Minta Ikut Jualan LPG 3 Kg

Jakarta, IDN Times - Bisnis Pertashop mengalami tekanan akibat gejolak dunia yang dipicu perang antara Ukraina dan Rusia. Situasi tersebut mengakibatkan disparitas harga Pertamax dan Pertalite semakin melebar.
Di satu sisi, Pertashop hanya bisa menjual BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan Dexlite. Namun, karena ada disparitas harga yang tinggi dengan Pertalite, penjualan Pertamax anjlok.
"Setelah kita berjuang berusaha untuk lebih maju dari sebuah UMKM, ternyata ada gejolak dunia, perang antara Ukraina dengan Rusia yang katanya sangat berpengaruh dengan ekonomi mikro dengan melonjaknya harga minyak mentah dunia. Akhirnya terjadilah disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite," kata Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY Gunadi Broto Sudarmo dalam audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Senin (10/7/2023).
1. Pangkas selisih harga Pertamax dan Pertalite

Pengusaha Pertashop berharap Komisi VII DPR RI dapat membantu menyuarakan ke pemerintah untuk memperkecil disparitas harga Pertamax dengan Pertalite.
"Yang kami harapkan, yang pertama permohonan disparitas harga BBM Pertamax dengan Pertalite maksimal Rp1.500 per liter di seluruh wilayah Indonesia," ujar Gunadi.
2. Minta jadi penyalur LPG 3 kg

Pengusaha Pertashop juga berharap bisa menjadi penyalur LPG 3 kg atau LPG bersubsidi. Sayangnya, usaha yang dilakukan pengusaha Pertashop untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg, belum terealisasi.
Hal itu disebabkan kuota dari agen sudah habis disalurkan kepada pangkalan yang terdaftar. Alhasil tidak bisa lagi menambah pangkalan baru.
"Kami berharap seperti layaknya SPBU, SPBU ditunjuk sebagai pangkalan LPG 3 kg. Jadi, SPBU tidak perlu mengajukan permohonan ke agen. Tapi agen sudah mempunyai list dari Pertamina, SPBU-nya mana-mana di-droping, di-mapping dari Pertamina. Itu yang kami harapkan," ujarnya.
3. Revisi Perpres 191 segera disahkan

Pengusaha Pertashop juga berharap peredaran BBM subsidi di pengecer ditertibkan. Mereka juga meminta pemerintah mempercepat revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang menjadi regulasi acuan penetapan penyaluran BBM bersubsidi.
Pihaknya ingin agar konsumen Pertalite jelas seperti yang berlaku pada solar subsidi, di mana sudah ada payung hukum yang jelas tentang siapa saja yang berhak dan dilarang mengonsumsinya.
"Tetapi untuk Pertalite belum, masih banyak yang sebenarnya tidak menggunakan Pertalite seperti pelat merah, BUMN, BUMD, TNI-Polri, tapi ternyata masih ditemukan menggunakan BBM jenis Pertalite," tambahnya.