Ramalan Bos BI: Ekonomi Kuartal III-2022 Tumbuh di Atas 5,5 Persen

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 bisa lebih dari 5,5 persen secara year on year (yoy).
Adapun angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin (7/11) mendatang.
"Kami masih optimis triwulan III masih lebih tinggi dari 5,5 persen," kata Perry dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11/2022).
1. Kinerja ekspor hingga jasa keuangan masih terus positif

Adapun proyeksi itu didasari pada beberapa kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal III-2022, seperti indeks harga penjualan, indeks harga konsumen, pertumbuhan kredit, neraca transaksi berjalan, dan juga kinerja ekspor.
Khususnya dari sisi perbankan, KSSK mencatat kredit perbankan pada September 2022 tumbuh sebesar 11 persen (yoy), didorong oleh jenis kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 12,26 persen (yoy), dan pertumbuhan kredit debitur korporasi sebesar 12,97 persen (yoy).
Selain itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 6,77 persen (yoy), didorong giro dan tabungan yang tumbuh masing-masing sebesar 13,52 persen (yoy) dan 10,05 persen (yoy).
2. BI prediksi inflasi di akhir tahun lebih rendah dari 6,3 persen

Di sisi lain, BI juga memprediksi inflasi indeks harga konsumen (IHK) bisa lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Akhir tahun semula kami perkirakan 6,6 persen, dengan realisasi ini maka bisa lebih rendah dari 6,3 persen, itu inflasi IHK," ucap Perry.
Begitu juga dengan inflasi inti. Adapun prediksi itu didasari pada tingkat inflasi di bulan Oktober yang lebih rendah dari perkiraan BI.
"Inflasi inti Oktober kemarin 3,3 persen. Semula kita perkirakan dulu adalah 3,7 persen. Ini inflasi inti juga lebih rendah. Di akhir tahun semula inflasi Inti bisa mencapai 4,3 persen, ini dengan realisasi, inflasi inti bisa lebih rendah dari 4,3 persen," kata Perry.
3. Inflasi lebih rendah karena pengendalian harga pangan hingga stabilisasi nilai tukar rupiah

Perry menjabarkan tiga faktor yang membuat inflasi akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya. Pertama, adanya pengendalian harga pangan yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda), dan juga dampak kenaikan harga BBM yang lebih rendah pada putaran kedua dan ketiga.
"Jadi salah satunya koordinasi pemerintah pusat dan daerah mengendalikan inflasi pangan, TPID, GNPIP, bahkan Bu Menteri memberikan insentif kepada para gubernur, wali kota, bupati yang bisa menurunkan inflasi pangan diberikan insentif," ucap Perry.
Kedua, stabilisasi nilai tukar rupiah (NTR) dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation melalui intervensi di pasar valas serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder.
"Kalau kita lihat seluruh negara mengalami dampak dari uapnya dolar. Dolar sangat-sangat super strong. Year to date sudah menguat atau apresiasi hampir 20 persen, 19 persen," kata dia.
Menurut Perry, upaya itu berhasil menjaga depresiasi NTR lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Adapun faktor ketiga, upaya pengendalian inflasi dengan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 125 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.
"Keputusan ini sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke dalam sasaran 3 persen plus minus 1 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023," kata Perry.