Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Redenominasi Rupiah Ancam Daya Beli Masyarakat, Kok Bisa?

ilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)
ilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)
Intinya sih...
  • Dampak ekonomi pembulatan nilai barang ke atas.
  • Sosialisasi kunci keberhasilan redenominasi.
  • Wacana redenominasi rupiah kembali mengapung.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan bahaya hyperinflasi yang mengintai jika redenominasi rupiah dilakukan secara terburu. Kondisi tersebut sudah banyak terjadi pada negara-negara yang juga melakukan redenominasi mata uang pada masa lampau seperti Brasil, Ghana, dan Zimbabwe.

"Redenominasi rupiah harus dilakukan extra hati hati. Berbagai negara banyak yang mencoba dan berujung hyperinflasi," kata Bhima kepada IDN Times, Senin (10/11/2025).

1. Dampak ekonomi pembulatan nilai barang ke atas

Aktivitas jual beli di pasar Besar Ngawi. IDN Times/ Riyanto.
Aktivitas jual beli di pasar Besar Ngawi. IDN Times/ Riyanto.

Satu hal yang memicu hyperinflasi adalah adanya dampak ekonomi pembulatan nilai barang ke atas karena adanya redenominasi. Contohnya, sebuah harga barang misalnya Rp9.000 dan ketika ada redenominasi maka harganya tidak jadi Rp9, melainkan Rp10.

Bhima mengatakan, redenominasi membuat penjual akan cenderung menaikkan harga pembulatan ke nominal paling atas.

"Dalam ekonomi disebut dengan opportunistic rounding, pembulatan ke atas agar penjual bisa pertahankan marjin saat redenominasi. Imbasnya Inflasi yang terlalu tinggi akibat redenominasi bisa melemahkan daya beli masyarakat. Padahal konsumsi rumah tangga merupakan motor utama pertumbuhan. Apakah mencapai 8 persen pertumbuhan bisa pakai redenominasi? Sepertinya belum bisa," tutur Bhima.

2. Sosialisasi kunci keberhasilan redenominasi

ilustrasi rupiah (IDN Times/Vadhia Lidyana)
ilustrasi rupiah (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Selain tidak tergesa-gesa, kunci keberhasilan lain dari implementasi redenominasi adalah sosialisasi. Bhima menyampaikan, saat ini 90 persen lebih transaksi di Indonesia masih menggunakan uang tunai meskipun pemanfaatan QRIS dan transaksi digital juga terus meningkat.

"Gap sosialisasi bisa menyebabkan kebingungan administrasi terutama di pelaku usaha ritel karena ribuan jenis barang perlu disesuaikan pembukuannya. Penukaran uang tunai dengan nominal baru juga kompleks, berapa banyak yang antre di bank?" kata dia.

3. Wacana redenominasi rupiah kembali mengapung

WhatsApp Image 2025-10-23 at 11.59.10.jpeg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Triyan).

Sebelumnya, wacara redenominasi rupiah kembali menjadi topik hangat yang dibicarakan publik. Hal itu terjadi setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah periode 2025–2029.

Pengusulan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029. Dokumen itu ditandatangani oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Salah satu dari empat RUU yang diusulkan adalah rancangan regulasi mengenai perubahan harga rupiah, atau yang lebih dikenal sebagai redenominasi.

"Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi)," demikian dikutip IDN Times dari PMK 70/2025 pada Jumat (7/11/2025).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

Indeks Keyakinan Konsumen Naik ke 121,2, Optimistis terhadap Ekonomi RI

10 Nov 2025, 18:43 WIBBusiness