Restrukturisasi Kredit KUR Lanjut, Airlangga: Tunggu Aturan OJK

- Menteri Airlangga Hartarto akan memperpanjang relaksasi restrukturisasi KUR terdampak Covid-19 hingga 2022.
- Implementasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi KUR diserahkan kepada OJK sesuai regulasi yang ada.
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 khusus segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan diperpanjang.
Namun ia menjelaskan, perpanjangan restrukturisasi KUR ini hanya direlaksasi pada akad atau pencairan kredit pada 2022.
“Kan sudah khusus untuk KUR yang berbasis akad kredit 2022,” kata Airlangga di Kantornya, Kamis (25/7/2024).
1. Regulasi perpanjangan restrukturisasi ada di OJK

Meski demikian, saat diatanya kapan implementasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi KUR tersebut, dia menyerahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sesuai regulasi yang ada di OJK,” tambah Airlangga.
Adapun, restrukturisasi kredit adalah proses penyesuaian syarat-syarat pinjaman yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan kepada nasabah yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang mereka.
2. Per Mei nilai restrukturisasi kredit Rp192,52 triliun

Adapun kebijakan tersebut berakhir pada 31 maret 2024 lalu untuk industri perbankan. Sedangkan, untuk lembaga pembiayaan berakhir pada 17 April 2024.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan data per Mei 2024 atau dua bulan setelah berakhirnya relaksasi tersebut, nilai dari kredit restrukturisasi Covid-19 tercatat sebesar Rp192,52 triliun.
"Angka itu berarti terus menurun dibandingkan pada saat pengakhirannya dan juga dibandingkan pada bulan April, dengan jumlah restrukturisasi yang tertentu dibagi dua sifatnya targeted, yaitu Rp72,7 triliun dan jumlah restrukturisasi secara menyeluruh untuk Covid-19 itu Rp119,8 triliun, sehingga jumlah totalnya sampaikan Rp192,52 triliun,” tuturnya.
3. Jumlah debitur terus turun

Ia menambahkan bahwa tren restrukturisasi hingga Mei jauh lebih kecil dibandingkan puncak pada kondisi kebutuhan restrukturisasi yang terjadi pada Oktober 2020 sebesar Rp820 triliun.
Selain itu, jumlah debitur juga terus menurun di kisaran 702 ribu debitur, dibandingkan pada awal restrukturisasi sebanyak 6,8 juta debitur, atau hampir 10 kali lipatnya.
Melihat kondisi saat ini, lanjut Mahendra, perbankan telah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang sangat memadai, di mana coverage ratio mencapai 33,84 persen. Hal ini menunjukkan perbankan secara umum telah menerapkan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian yang baik.