Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.242,5 per Dolar AS

- Rupiah, Ringgit Malaysia, Bath Thailand, Yuan China, Peso Filipina, Won Korea, Dolar Taiwan, dan Yen Jepang menguat terhadap dolar AS.
- Kinerja lemah dolar AS setelah rilis data inflasi bulan Mei 2025 memperkuat rupiah menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
- Penguatan rupiah dipengaruhi hasil perundingan dagang AS-China yang memberikan harapan bagi pelaku pasar.
Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah ditutup menguat tipis pada akhir perdagangan, Senin (19/8/2024). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat ke level Rp16.242,5 per dolar AS per dolar AS.
Rupiah tercatat menguat 17,5 poin atau 0,11 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
1. Rincian mata uang di Asia
Lebih rinci, rupiah tidak menguat sendirian karena semua mata uang di kawasan Asia ikut menguat terhadap dolar AS. Berikut data beberapa mata uang di Asia yang menguat terhadap dolar AS:
Ringgit Malaysia menguat 0,17 persen
Bath Thailand menguat 0,34 persen
Yuan China menguat 0,11 persen
Peso Filipina menguat 0,15 persen
Won Korea menguat 0,79 persen
Dolar Taiwan menguat 1,34 persen
Yen Jepang menguat 0,52 persen.
2. Rupiah menguat usai data inflasi AS dirilis
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar AS. Hal ini dipicu oleh kinerja dolar AS yang diperdagangkan justru lebih lemah terhadap mayoritas mata uang global setelah rilis data inflasi AS bulan Mei 2025.
“Data inflasi moderat di AS mengonfirmasi kemungkinan lebih dari satu penurunan suku bunga pada tahun 2025, sehingga melemahkan Dolar AS,” ujar Josua.
3. Selesainya perundingan perdagangan AS-China beri sentimen positif
Sementara itu, Josua menuturkan, Presiden AS Donald Trump juga mengumumkan perjanjian perdagangan dengan China telah dirampungkan setelah perundingan di London. Penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen positif dari hasil perundingan dagang AS-China.
“Kemajuan dalam perundingan tersebut memberikan harapan bagi pelaku pasar yang selama ini cenderung mengambil tindakan risk-off akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Namun, penguatan Rupiah terbatas karena pasar masih cenderung mengambil tindakan wait and see,” jelasnya.