Rupiah Lebih Kuat Dibandingkan Banyak Mata Uang di Asia, Ini Faktornya
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mencatat pergerakan nilai tukar rupiah hingga 24 Mei 2023 menguat 0,63 persen secara point to point (ptp), dibandingkan dengan level akhir kuartal I 2023.
"Kondisi ini, di dorong kuatnya aliran masuk modal asing (net inflow) di investasi portofolio," ucapnya dalam Konferensi Pers RDG, Kamis (25/5/2023).
1. Rupiah menguat dibandingkan banyak negara

Dia menjelaskan bahwa secara year to date, nilai tukar rupiah juga menguat 4,48 persen dari level akhir Desember 2022. Apresiasi rupiah tercatat lebih baik dibandingkan sejumlah negara di Asia, seperti apresiasi mata uang Thailand sebesar 0,20 persen, dibandingkan India sebesar 0,08 persen.
Sementara, mata uang Filipina yang terdepresiasi sebesar 0,10 persen.
"Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui triple intervention dan twist operation, untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi risiko rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," ungkapnya.
Dengan demikian, Bank Indonesia memperkirakan apresiasi rupiah berlanjut, ditopang oleh surplus transaksi berjalan. Selain itu, didukung aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
2. Rupiah ditutup melemah 53 point

Meski demikian, pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah pada penutupan perdagangan, Kamis (25/5/2023), terpantau melemah 53 poin atau 0,36 persen pada penutupan perdagangan. Rupiah anjlok ke Rp14.953 per dolar Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, nilai tukar rupiah juga melemah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), ke Rp14.952 per dolar AS pada Kamis, 25 Mei 2023.
3. Rupiah tertekan imbas deadline pembayaran utang AS makin dekat

Dihubungi terpisah, Analis DCFX Futures, Lukman Leong, mengatakan mata uang Garuda tertekan oleh dolar AS yang menguat terhadap hampir semua mata uang dunia.
Hal tersebut disebabkan oleh sentimen risk off di pasar uang. Investor cenderung menghindari investasi berisiko dan lebih memilih untuk berinvestasi pada aset yang dianggap lebih aman.
"Sentimen risk off yang memburuk oleh kekhawatiran gagalnya perundingan debt ceiling (batas utang) AS. Rupiah sedikit rebound setelah gubernur BI memberikan statement yang cukup hawkish," ujar Lukman.
Sementara itu, analis Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, mengatakan indeks dolar AS menguat di tengah kekhawatiran soal kesepakatan batas utang AS yang belum tercapai meski mendekati deadline pembayaran. Itu menjadi pemicu penguatan dolar AS.
"Pasar mungkin mengkonsolidasikan diri dari aset berisiko ke aset aman dolar AS," ujarnya.
Notulen rapat bank sentral AS yang dirilis dini hari tadi, tidak memperlihatkan keinginan untuk memangkas suku bunga acuan. Bank sentral tampaknya masih mempertahankan suku bunga tinggi atau bahkan menaikkan lagi bila data inflasi menunjukkan kenaikan melebihi ekspektasi. Hal itu mendukung penguatan dolar AS.