Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Potensi Gagal Bayar Utang, Sri Mulyani Bocorkan Dampaknya bagi RI

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan jika risiko gagal bayar utang pemerintah AS tidak berdampak bagi perekonomian dalam negeri, khususnya pada Surat Berharga Negara.

"Sampai hari ini sebenarnya kalo kita lihat dari perkembangannya tidak ada pengaruh kepada perekonomian kita, terutama kalo kita lihat pasar belum memberikan sinyal terhadap kemungkinan dinamika politik itu," kata dia dalam Konferensi Pers KSSK, Senin (8/5/2023).

Masalah gagal bayar utang Amerika Serikat, merupakan masalah dinamika politik. Ia menilai AS akan bisa membayar utang jika debt ceiling atau pagu utangnya dibuka.

1. Dampak gagal bayar utang AS ke SBN

Ilustrasi obligasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurutnya hingga saat ini, SBN masih menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi. Alhasil, gagal bayar utang AS diyakininya tidak akan menurunkan minat investor menaruh dananya di SBN.

Hal itu setidaknya terlihat dari imbal hasil (yield) SBN untuk tenor sepuluh tahun menurun 50 basis poin sejak awal tahun (year to date).

"Untuk kinerja SBN justru terjadi capital inflow karena dari sekian banyak negara, Indonesia mungkin termasuk yang memiliki kinerja yang baik," ujar Sri Mulyani.

2. Fundamental ekonomi RI solid

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tak hanya yield SBN yang menarik, prospek ekonomi dalam negeri juga kian membaik. Ini tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I tercatat 5,03 persen.

Kemudian, faktor laju inflasi terus terkendali, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) turun menjadi 4,33 persen secara year on year (yoy) pada April 2023 dari 5,51 persen yoy pada Desember 2022.

Dengan demikian, inflasi inti diperkirakan terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen di sisa tahun 2023 dan inflasi IHK dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal dari perkiraan sebelumnya.

"Indonesia termasuk memiliki kinerja yang baik, karena pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 5 persen. Kemudian faktor inflasi turun duluan itu juga baik dan dari sisi kebijakan fiskal dan moneter juga prudent, ini semua kombinasi agak langka hari-hari ini," bebernya.

3. Gagal bayar utang AS picu krisis sistemik global

Ilustrasi Utang (IDN Times/Mardya Shakti)

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, masalah utang memang berisiko memicu krisis sistemik global pasca pandemik.

Menurutnya, kondisi inflasi global yang masih tinggi serta kenaikan suku bunga (global) berimplikasi pada naiknya beban bunga utang.

"Kita perlu memperhatikan kondisi utang karena saat ini porsi utang saat ini 89 persen lebih bentuknya SBN yang artinya tergantung pada bunga pasar," ujarnya kepada IDN Times pada Rabu, 3 Mei 2023

Dengan demikian, upaya pemerintah untuk melakukan pengurangan beban utang dinilainya menjadi sulit. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Ilyas Listianto Mujib
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us