Sri Mulyani Beberkan Perjalanan Pajak RI dari Rp13,87 T Jadi Rp1.869 T

- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya pajak dalam membangun negara dan mencapai kesejahteraan yang berkeadilan.
- Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai sejak 1980-an dengan diterapkannya sistem self assessment dan terus berkembang hingga penerimaan pajak mencapai Rp1.869 triliun pada tahun 2023.
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan pajak merupakan instrumen penting dalam membangun suatu negara, peradaban, serta mencapai kesejahteraan yang berkeadilan.
Para pendiri bangsa Indonesia telah menyadari hal tersebut dan memasukkannya dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (UUD) 1945.
“Pasal 23A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang,” kata Sri Mulyani melalui unggahan di Instagram pribadinya.
1. Penerimaan pajak hanya Rp13,87 triliun pada 1983

Perjalanan reformasi pajak di Indonesia berjalan seiring dengan perkembangan ekonomi negara. Reformasi perpajakan dimulai sejak diterapkannya sistem self assessment pada awal 1980-an. Pada 1983, penerimaan pajak Indonesia hanya Rp13,87 triliun.
“Tahun 1983, penerimaan pajak Indonesia hanya sebesar Rp13,87 triliun, dibutuhkan hampir lima belas tahun untuk meningkatkan penerimaan pajak sebesar Rp100 triliun, dan pada tahun 1998 penerimaan pajak mencapai Rp143,63 triliun,” ujarnya.
Kemudian, krisis ekonomi pada 1998-1999 membuat Indonesia masuk dalam program Dana Moneter Internasional (IMF). Lalu, pada 2002 dibentuk Large Taxpayer Office (LTO) yang meningkatkan penerimaan pajak menjadi Rp249,4 triliun.
2. Penerimaan pajak tembus lebih dari Rp300 triliun di 2004

Era reformasi 2004 menandai dimulainya Reformasi Perpajakan Jilid II. Untuk pertama kalinya, penerimaan pajak mencapai lebih dari Rp300 triliun.
Pada 2007, penerimaan pajak menembus angka Rp571,7 triliun dengan diberlakukannya Sunset Policy. Meskipun dunia dihantam krisis keuangan global pada 2008-2009, ekonomi Indonesia dan penerimaan pajak tetap terjaga.
3. Penerimaan pajak sempat anjlok di tengah pandemik COVID-19

Pada 2014, e-filing mulai diperkenalkan dan penerimaan pajak menembus Rp1.060 triliun. Pemerintah juga menerapkan kebijakan Tax Amnesty pada 2016, meningkatkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan menetapkan pajak final 0,5 persen untuk UMKM.
Pada 2017, Indonesia mulai melakukan pertukaran informasi otomatis secara global (automatic exchange of information).
“Tahun 2020 terjadi pandemik COVID-19, penerimaan pajak anjlok dari Rp1.332 triliun menjadi hanya Rp1.072 triliun (turun Rp260 triliun!),” tulis Sri Mulyani.
Namun, pada 2022, penerimaan pajak pulih dan melesat mencapai Rp1.716 triliun, serta Rp1.869 triliun pada 2023. Implementasi UU HPP dan Core Tax merupakan langkah reformasi selanjutnya yang perlu dijalankan.
“Membangun Institusi Pajak yang bersih, kompeten, modern dan profesional harus terus dilakukan, untuk Indonesia mampu mencapai cita-citanya,” ujarnya.