Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tax Amnesty Jilid III Dianggap Berbau Politis

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini. (Dokumentasi Universitas Paramadina)

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Paramadina, Profesor Didik J. Rachbini menilai rencana pelaksanaan tax amnesty jilid III memiliki nuansa politis.

Pendiri Institue for Development of Economics and Finance (Indef) itu mengingatkan DPR RI untuk mencermati kebijakan itu dengan seksama, mengingat potensi hilangnya pendapatan pajak yang signifikan.

Dia mengindikasikan rencana pelaksanaan tax amnesty jilid III kemungkinan merupakan bentuk balas budi politik atas dukungan pengusaha dalam pemilihan presiden (pilpres).

"Tax amnesty ini bau-bau politik. Jadi DPR itu harus mencermati dengan baik ya karena itu kan banyak pajak yang hilang," kata dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (21/11/2024).

1. Program tax amnesty sebelumnya dinilai tidak efektif

ilustrasi pajak (Freepik.com/roman-)

Menurutnya, pengalaman tax amnesty alias pengampunan pajak sebelumnya tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga sebaiknya kebijakan serupa tidak dilanjutkan.

Program tax amnesty di Indonesia telah dilaksanakan dalam beberapa periode. Tax amnesty jilid I dilaksanakan pada 2016 hingga 2017. Tax amnesty jilid II alias Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlangsung dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022.

"Itu sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu hasilnya juga tidak memungkinkan, tidak bagus. Jadi sebaiknya tidak usah," ujarnya.

2. Pemerintah didorong tingkatkan transparansi pajak

ilustrasi pajak (Freepik.com)

Didik menyoroti tingginya motif politik di balik rencana tax amnesty jilid III. Oleh karena itu, dia menekankan perlunya transparansi dalam perpajakan, terutama bagi pengusaha besar.

Hal semacam itu diperlukan mengingat rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang masih terendah di ASEAN, yakni di bawah 10 persen, sementara negara lain seperti sudah ada yang mencapai 16 persen.

"Jadi sebaiknya kita mentransparankan saja pajak-pajak terutama dari pengusaha besar karena tax ratio kita itu masih terendah di ASEAN," tuturnya.

3. Tax amensty terbukti tidak kerek rasio pajak

ilustrasi pajak kendaraan bermotor (freepik.com)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center Of Economic And Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan tax amnesty jilid III bisa menjadi keputusan yang blunder (tidak jelas) jika pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak.

“Rasio pajak sudah terbukti tidak naik setelah tax amnesty jilid I dan II. Apa pengaruhnya tax amnesty? Jelas tidak ada,” kata Bhima kepada IDN Times, Kamis (21/11/2024).

Menurutnya, pengampunan pajak yang terlalu sering dilakukan bisa membuat kepatuhan pajak orang kaya dan pajak korporasi dari wajib pajak badan justru turun. Hal itu membuat pengemplang pajak berasumsi setelah tax amnesty III akan ada program serupa.

"Pastinya pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi," ungkap Bhima.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us