Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Timnas AMIN Sebut Nikel Kebanggaan Jokowi Terancam Gak Laku Lagi

Presiden Jokowi resmikan Smelter Nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara pada Senin (27/12/2021). (dok. Biro Pers Kepresidenan)
Presiden Jokowi resmikan Smelter Nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara pada Senin (27/12/2021). (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Jakarta, IDN Times - Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Thomas Trikasih Lembong menyebut dunia tidak akan lagi bergantung kepada komoditas nikel.

Menurut pria yang akrab disapa Tom itu, terdapat masalah pada kebijakan komoditas logam yang selama ini dibanggakan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo tersebut. Dalam hal ini, pemerintah terkesan mengesampingkan realita pasar dalam memperlakukan nikel.

"Ini sangat tidak berorientasi kepada pasar atau tidak market oriented ya. Tapi sangat isilahnya government driven, sangat didorong oleh hanya pemerintah. Tapi tidak memperhatikan realita pasar yang ada dan tidak ramah kepada pasar," katanya dalam diskusi publik yang diselenggarakan CSIS Indonesia, Rabu (6/12/2023).

1. Muncul produk subtitusi nikel

Tambang nikel PT Makmur Lestari Primatama di wilayah Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (dok. MLP)
Tambang nikel PT Makmur Lestari Primatama di wilayah Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (dok. MLP)

Menurutnya, pemerintah terlalu fokus pada kebijakan hilirisasi nikel tapi tidak memperhitungkan kondisi pasar. Memang, harga komoditas tersebut sempat melambung tinggi seiring meningkatnya kebutuhan dunia terhadap kendaraan listrik.

Bagaimanapun, nikel sangat penting dalam pembuatan baterai karena digunakan sebagai komponen kunci dalam sel baterai.

"Jadi, pemerintah itu kemarin melihat 'wah harga nikel bagus banget nih dan permintaan nikel tinggi sekali'. Ya karena semua baterai mobil listrik pakai nikel. Dan harga tinggi, harga bagus," ujarnya.

Akibat harga yang tinggi itu, produsen baterai kendaraan listrik pun mencari substitusi, yaitu bahan baku alternatif yang kegunaannya serupa dengan nikel.

"Kalau harga tinggi, apa yang terjadi? Substitusi. Jadi nasabah kita tentunya tidak mau disandera oleh harga yang tinggi, dengan ketersediaan yang bergantung kepada sentimen pemerintah. Akhirnya apa? Mereka beralih kepada bahan baku yang lain," sambung Tom.

2. Ketergantungan terhadap nikel akan semakin berkurang

dok.Antam
dok.Antam

Pada periode 2015-2017, kata Tom, 70 persen baterai mobil listrik memang menggunakan nikel. Tapi, pada akhirnya nikel bukan lagi satu-satunya primadona dalam pembuatan baterai.

"Dan yang sekarang menjadi semakin meluas adalah baterai mobil listrik yang namanya LFP atau Lithium Ferrophosphate yang menggunakan besi dan fosfat dan tidak mengandung sama sekali nikel, tidak mengandung sama sekali mangan, dan tidak mengandung sama sekali cobalt," sebutnya.

Berdasarkan perkiraan yang dipaparkan Tom, baterai yang masih menggunakan nikel hanya tinggal 30 persen pada 2030, dari yang sebelumnya 60-70 persen.

"Dikalahkan oleh formulasi bahan baku baterai yang lainnya seperti Lithium Ferrophosphate dan Nickel Cobalt Aluminum. Tapi juga masih ada banyak yang lain, others itu termasuk misalnya Sodium Ion Battery," tuturnya.

3. Produsen mobil listrik sudah marak menggunakan baterai bukan nikel

Ilustrasi Tesla Model 3 (tesla.com)
Ilustrasi Tesla Model 3 (tesla.com)

Dia mencontohkan, 100 persen mobil Tesla yang diproduksi di China sudah menggunakan baterai LFP yang tidak mengandung nikel sama sekali.

"Dan beberapa industri otomotif lainnya seperti Ford Motor Company sudah menyatakan mereka juga akan semakin bergeser ke baterai yang tidak pakai nikel, tidak pakai cobalt," paparnya.

"Nah, ini contoh di mana kebijakan pemerintah tidak cukup memperhitungkan realita pasar, di mana tidak ada yang namanya nasabah itu mau disandera, mereka pasti akan cari solusi lain. Dan solusi lain itu akan berkembang menikmati sebuah skala ekonomi, efisiensi, yang akhirnya menyaingi solusi yang kita tawarkan, yaitu nikel," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
Anata Siregar
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us