Luhut Wanti-wanti Eks Pejabat Tak Sembunyikan Sesuatu: Pasti Ketahuan!

- Pemerintah dorong digitalisasi untuk transparansi dan kepatuhan.
- Data digital memungkinkan otoritas pajak melakukan profiling dan verifikasi silang.
- Digitalisasi memungkinkan deteksi sistematis terhadap ketidakakuratan data yang dilaporkan.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah terus mendorong digitalisasi untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan upaya tersebut akan mengungkap ketidakpatuhan, bahkan jika dilakukan oleh mantan pejabat.
Dia menyebut, dengan sistem digital dan akses data yang terintegrasi, tindakan menyembunyikan kewajiban atau pelanggaran di masa lalu tidak akan lagi luput dari pengawasan. Menurutnya, langkah itu akan membawa Indonesia menuju tata kelola yang lebih transparan dan modern.
"Karena nanti ada mantan-mantan pejabat juga yang tidak patuh akan ketahuan. Ya, akan ketahuan. Jadi kalau misalnya saya mantan pejabat, saya menyembunyikan sesuatu, pasti akan ketahuan. Entah dulu dia paling berkuasa, nggak ada urusan," kata Luhut dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (9/1/2024).
1. Digitalisasi akan memaksa orang-orang untuk patuh

Anggota DEN, Chatib Basri menekankan pentingnya digitalisasi, termasuk dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Menurutnya, data digital saat ini memiliki nilai strategis, memungkinkan otoritas pajak melakukan profiling dan verifikasi silang terhadap laporan wajib pajak.
Integrasi sistem seperti Coretax, GovTech, dan Simbara akan memudahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memantau akurasi pelaporan dan mendeteksi ketidaksesuaian. Langkah tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak dan membantu DJP mengatasi tantangan dalam mencapai target penerimaan.
"Bahkan nanti kalau dia tidak memenuhi persyaratan itu nanti di GovTech-nya bisa ada automatic blocking sehingga mau tidak mau mereka harus patuh," tuturnya.
2. Perusahaan tambang yang nakal bakal dibekukan

Anggota sekaligus Sekretaris Eksekutif DEN, Septian Hario Seto menekankan digitalisasi memungkinkan deteksi sistematis terhadap ketidakakuratan data yang dilaporkan. Sistem digital memungkinkan otoritas pajak memverifikasi silang data yang disampaikan wajib pajak untuk memastikan kebenarannya.
Sebagai contoh, dalam Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara), perusahaan tambang yang belum membayar royalti akan diblokir oleh sistem. Sehingga tidak dapat menjual produk mereka hingga kewajiban tersebut dipenuhi.
Integrasi sistem digital tersebut dapat diperluas, sehingga wajib pajak yang menunggak mungkin akan menghadapi pembatasan tertentu, seperti larangan bepergian ke luar negeri, hingga kewajiban mereka diselesaikan.
"Jadi, tadi intinya dengan digitalisasi ini kita bisa melakukan systematic detection kalau memang terjadi memasukkan data yang tidak benar," ujarnya.
3. Luhut sebut Bank Dunia kritik pajak RI seperti Nigeria

Sebelumnya, Luhut mengungkapkan Bank Dunia (World Bank) mengkritik Indonesia sebagai salah satu negara dengan sistem pengumpulan pajak yang kurang efektif, bahkan disamakan dengan Nigeria.
Kritik tersebut, menurut Luhut, menjadi pemicu pemerintah untuk berupaya memperbaiki kinerja perpajakan nasional melalui langkah-langkah yang lebih terarah dan strategis.
"Jadi, World Bank itu mengkritik kita bahwa kita salah satu negara yang meng-collect pajaknya tidak baik, kita disamakan dengan Nigeria," tambahnya.