Trump Berlakukan Tarif 10 Persen untuk Inggris

- Presiden AS menerapkan tarif 10 persen pada seluruh impor dari Inggris, mengancam perekonomian dengan potensi penurunan hingga 1 persen tahun depan.
- Pemerintah Inggris intensif negosiasi dengan AS untuk meminimalkan efek buruk tarif, tetapi siap bertindak demi melindungi kepentingan ekonomi domestik.
- Kantor Perbendaharaan Inggris memperkirakan bahwa jika Inggris merespons dengan memberlakukan tarif balasan terhadap AS, ekonomi bisa mengalami kontraksi hingga 1 persen tahun depan. Sebaliknya, jika tidak ada tindakan balasan, penurunan diprediksi lebih moderat, sekitar 0,6 persen.
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menerapkan tarif 10 persen pada seluruh impor dari Inggris sebagai bagian dari kebijakan proteksionis yang lebih luas. Langkah ini memicu kekhawatiran karena perekonomian Inggris berisiko kehilangan miliaran dolar akibat hambatan perdagangan baru tersebut.
Kebijakan ini menandai perubahan drastis dalam strategi dagang AS. Selain Inggris, Uni Eropa dikenai tarif lebih tinggi sebesar 20 persen, sementara China menghadapi beban lebih besar hingga 34 persen. Kendati Inggris terhindar dari tarif 20 persen yang sebelumnya dikhawatirkan, pemerintah tetap mengantisipasi dampak negatif terhadap stabilitas ekonomi domestik.
1. Inggris berupaya meredam guncangan ekonomi

Pemerintah Inggris bergerak cepat untuk mengurangi dampak kebijakan ini dengan mengintensifkan negosiasi dengan AS. Menteri Bisnis dan Perdagangan Jonathan Reynolds menekankan bahwa pemerintah akan terus mencari solusi terbaik guna meminimalkan efek buruk tarif tersebut.
“Kami memiliki berbagai alat di tangan kami dan tidak akan ragu untuk bertindak,” ujar Reynolds, dikutip dari The Guardian, Kamis (3/4/2025).
Ia menambahkan bahwa pemerintah ingin menghindari perang dagang, tetapi tetap siap mengambil langkah yang diperlukan demi melindungi kepentingan ekonomi Inggris.
Sumber dari Downing Street menilai bahwa perbedaan tarif antara Inggris dan Uni Eropa mencerminkan keberhasilan strategi negosiasi pemerintah.
“Kami tidak menginginkan tarif sama sekali, tetapi tarif yang lebih rendah dibandingkan negara lain menunjukkan pendekatan kami berhasil,” kata sumber tersebut, dikutip dari BBC Internasional, Kamis (3/4).
2. Perekonomian Inggris dalam ancaman

Kendati tarif untuk Inggris lebih rendah dibandingkan negara lain, kebijakan ini tetap membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi. Kantor Perbendaharaan Inggris memperkirakan bahwa jika Inggris merespons dengan memberlakukan tarif balasan terhadap AS, ekonomi bisa mengalami kontraksi hingga 1 persen tahun depan. Sebaliknya, jika tidak ada tindakan balasan, penurunan diprediksi lebih moderat, sekitar 0,6 persen.
Para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu lonjakan inflasi dan memperlambat investasi. Industri otomotif Inggris, yang mengekspor kendaraan senilai 6,4 miliar poundsterling ke AS setiap tahunnya, diperkirakan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak, terutama karena AS juga menerapkan tarif 25 persen pada impor mobil.
Mike Hawes, Kepala Eksekutif Society of Motor Manufacturers and Traders, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan ini.
“Pengumuman ini menjadi tantangan tambahan bagi industri otomotif yang sudah menghadapi berbagai hambatan,” katanya.
3. Langkah Inggris hadapi ketidakpastian

Perdana Menteri Keir Starmer menekankan bahwa pemerintah akan tetap tenang dalam menghadapi situasi ini. Ia menekankan bahwa semua opsi tetap terbuka, tetapi pemerintah tidak akan mengambil langkah yang tergesa-gesa.
“Penting pada saat-saat seperti ini bahwa kita tidak memiliki reaksi spontan, bahwa kita berkepala dingin tentang hal ini.
Pemerintah Inggris juga tengah menyiapkan strategi untuk melindungi sektor-sektor utama seperti farmasi, otomotif, dan pangan dari dampak perang dagang global. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah membangun koalisi dengan Uni Eropa dan negara-negara lain untuk merespons kebijakan perdagangan AS secara kolektif.
Sementara itu, Menteri Keuangan Rachel Reeves mengatakan bahwa meskipun Inggris tidak akan serta-merta membalas kebijakan AS, pemerintah tetap mengawasi situasi dengan saksama.
“Kami tidak ingin berpose di sini. Hadiah yang ditawarkan adalah perjanjian ekonomi yang baik antara kami dan Amerika Serikat. Kami tidak akan melakukan apa pun untuk menempatkan itu dalam bahaya” katanya di hadapan Komite Keuangan Inggris.
Dengan negosiasi yang masih berlangsung dan ketidakpastian pasar global, kebijakan tarif ini menjadi ujian berat bagi hubungan dagang Inggris dan AS. Jika strategi diplomasi Inggris gagal meredam dampaknya, industri domestik bisa mengalami tekanan berkepanjangan. Di tengah gejolak ini, keputusan pemerintah dalam beberapa bulan ke depan akan menentukan arah ekonomi Inggris di masa mendatang.