Trump Dorong Penambangan Laut Dalam Lewat Perintah Eksekutif

- Presiden AS menandatangani perintah eksekutif untuk mempercepat penambangan mineral laut dalam, seperti nikel, kobalt, dan tembaga.
- Kebijakan ini bertujuan mengurangi ketergantungan AS pada pasokan mineral dari China dan memperkuat posisi AS dalam perlombaan global.
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Kamis (24/4/2025) yang bertujuan mempercepat pengembangan industri penambangan laut dalam. Kebijakan ini menargetkan eksplorasi mineral kritis seperti nikel, kobalt, dan tembaga di dasar laut, baik di wilayah perairan nasional maupun internasional.
Langkah ini memicu reaksi beragam karena dianggap dapat meningkatkan perekonomian AS, namun juga mengabaikan peringatan lingkungan dan kesepakatan internasional. Gedung Putih menyatakan, perintah ini merupakan bagian dari strategi untuk mengurangi ketergantungan AS pada pasokan mineral dari China.
1. Tujuan strategis dan dampak ekonomi

Perintah eksekutif ini mengarahkan Departemen Perdagangan AS untuk mempercepat proses penerbitan izin eksplorasi dan penambangan mineral di dasar laut, termasuk di wilayah di luar yurisdiksi nasional. Kebijakan ini bertujuan memperkuat posisi AS dalam perlombaan global untuk menguasai mineral kritis yang digunakan dalam industri pertahanan, energi terbarukan, dan teknologi canggih.
Gedung Putih memperkirakan industri penambangan laut dalam dapat menghasilkan lebih dari satu miliar ton nodul mineral dan menciptakan 100 ribu lapangan kerja dalam satu dekade, dengan potensi keuntungan ekonomi mencapai ratusan miliar dolar.
“Kami ingin AS berada di depan Tiongkok dalam penguasaan sumber daya mineral laut,” ujar seorang pejabat senior pemerintahan Trump, dikutip dari CNN.
2. Kontroversi lingkungan dan internasional

Kebijakan ini menuai kritik keras dari kelompok lingkungan karena potensi kerusakan ekosistem laut yang masih belum dipahami sepenuhnya. Penambangan laut dalam dapat melepaskan racun, menghancurkan habitat laut, dan menyebabkan polusi suara, yang mengancam keanekaragaman hayati di dasar laut.
Selain itu, perintah ini memungkinkan perusahaan AS untuk mengabaikan proses perizinan yang diatur oleh Otoritas Dasar Laut Internasional (ISA), badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Ini adalah langkah berbahaya yang mengancam ekosistem laut dan mengabaikan upaya global untuk mengatur industri ini,” kata Addie Haughey dari Earthjustice, dilansir dari Earthjustice.
3. Reaksi pasar dan langkah perusahaan
Pengumuman perintah eksekutif ini langsung memengaruhi pasar, dengan saham The Metals Company, salah satu perusahaan penambangan laut dalam terkemuka, melonjak 40 persen menjadi 3,39 dolar AS per saham (Rp57 ribu). Perusahaan ini telah mengajukan izin untuk memulai penambangan komersial di perairan internasional melalui anak perusahaannya di AS.
“Kami memiliki kapal yang siap produksi dan metode pengolahan yang ramah lingkungan,” ungkap Gerard Barron, CEO The Metals Company, menegaskan kesiapan perusahaannya memanfaatkan kebijakan baru ini, dikutip dari Common Dreams.
Meski demikian, para ahli memperingatkan industri ini masih dalam tahap awal dan membutuhkan investasi besar serta waktu bertahun-tahun sebelum dapat beroperasi secara penuh.