Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Uni Eropa Tunda Aturan Jegal Sawit, Ini Kata Airlangga

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas usai acara Rapat Koordinasi Tim Nasional Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD dan Peluncuran Portal Aksesi OECD). (IDN Times/Triyan).
Intinya sih...
  • Komisi Eropa usulkan penundaan implementasi EUDR selama satu tahun atas desakan Indonesia, Amerika, dan Jerman.
  • Airlangga menekankan pentingnya aturan implementasi dari kebijakan EUDR bagi Indonesia yang menjadi penghasil sawit terbesar di dunia.

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan Komisi Eropa sedang mengusulkan penundaan implementasi kebijakan Peraturan Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) selama satu tahun.

Seharusnya UU tersebut berlaku pada 30 Desember 2024. Airlangga menyebut penundaan dilakukan atas desakan dari Indonesia hingga Sekretaris Jenderal World Trade Organization (WTO). 

"EU (Uni Eropa) mengumumkan akan memperpanjang satu tahun. Itu atas desakan selain Indonesia juga bipartisan dari Amerika di kongres, kemudian kanselir Jerman, Sekjen WTO," ujar Airlangga di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024).

1. Terpenting bukan penundaan kebijakan tapi implementasinya

Ilustrasi pekerja sawit di Indonesia. (ANTARA FOTO)

Dia mengatakan, terpenting bukanlah penundaan kebijakan, melainkan aturan implementasi dari kebijakan EUDR. Karena kalau ditunda saja, menurutnya, tidak mempengaruhi isi dari beleid tersebut jika nanti akan berlaku.

“Bagi Indonesia yang paling penting adalah implementing regulation-nya apa, bukan cuma ditunda saja,” katanya Airlangga. 

2. Ada sejumlah aturan UU EUDR beratkan beberapa negara

Petani memindahkan kelapa sawit yang baru dipanen di Nagari Katapiang, Padang Pariaman, Sumatra Barat, Senin (2/9/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc

Airlangga mengungkapkan, ada beberapa aturan dalam UU EUDR yang memberatkan beberapa negara, termasuk Indonesia dan Malaysia yang merupakan penghasil sawit terbesar di dunia.

Salah satu aturan yang memberatkan, yakni dengan aturan ini, Uni Eropa dapat melacak perjalanan produk komoditas perusahaan-perusahaan yang melakukan impor maupun ekspor dari dan/atau ke Eropa. Dengan begitu, jaminan dan transparansi pada rantai pasok global untuk mengatasi dan mengurangi dampak lingkungan akibat deforestasi. 

"Kita keberatan terkait dengan geolocation yang mereka inginkan, bahasa anak muda shareloc semua hasil. Padahal Indonesia yang wilayah deforestasi kebun sudah jelas diatur dan kita punya dashboard nasional. Kita hanya meminta mereka suruh ngecek kita punya dashboard nasional, tetapi mereka ingin sampai detail geolocation, itu kan kita biacra security," tuturnya.

3. Produsen sawit harus penuhi ketentuan

ilustrasi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Di sisi lain, Indonesia sudah memiliki dashboard nasional terkait wilayah deforestasi hutan dan kebun. Pemerintah juga telah mewajibkan produsen sawit dan produk dari sawit yang selama ini jadi sorotan dunia sebagai penyumbang deforestasi terbesar untuk memenuhi persyaratan tertentu.

Saat ini standar yang ditetapkan pemerintah adalah menyertakan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sementara Malaysia menggunakan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO), dan Eropa memiliki Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Kita hanya meminta mereka, suruh ngecek ke kita punya dashboard nasional saja. Tapi mereka ingin dapet sampai detail geolocation, kalau itu kan kita baca secara security,” ujar dia.

Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) itu juga merasa keberatan terhadap pemeringkatan negara terkait tingkat deforestasi yang ditentukan oleh Uni Eropa. Hal ini jelas dapat menimbulkan ketidakadilan bagi negara-negara di dunia karena Uni Eropa bukan merupakan perusahaan pemeringkat (rating agency).

“Kalau undang-undangnya tidak diubah, itu sama aja mereka standstill. Kita tidak ingin negara itu, mereka yang tentukan, ini negara yang risiko karena kalau bicara risiko mengenai komoditas kehutanan kan tidak ber-impact hanya komoditas kehutanan, tetapi keseluruhan ekosistem daripada perdagangan,” kata Airlangga.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
Jujuk Ernawati
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us