Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Utang Indonesia Naik 70 Persen dalam 5 Tahun, Apa Saja Dampaknya?

Ilustrasi uang rupiah (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Ilustrasi uang rupiah (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Joko 'Jokowi' Widodo-Jusuf Kalla berupaya mewujudkan misi pembangunan infrastruktur secara masif, kendati anggaran negara (APBN dan APBD) terbatas. Sekjen Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Misbah Hasan mengatakan, konsekuensi logis atas kebijakan fiskal ekspansif untuk membiayai proyek infrastruktur adalah defisit fiskal dan pembiayaan utang.

"Imbasnya, utang pemerintah naik drastis berkisar 70 persen dalam lima tahun terakhir (2014-2018)," kata Misbah.

Lantas, apa saja dampak utang negara tersebut dalam perekonomian Indonesia?

1. Ekonomi tetap terjaga di level 5 persen

www.freepik.com

Misbah mengatakan, utang yang digunakan untuk menutup defisit fiskal cukup ampuh menahan tekanan ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di level 5 persen sepanjang 2014-2018. Hal itu masih jauh dari target pertumbuhan yang dipatok RPJMN 2015-2019, yakni 8 persen.

Selain itu, pemanfaatan utang pemerintah untuk belanja produktif juga menjadi stimulan aktivitas sektor riil. Hal itu dapat meningkatkan penerimaan pajak.

"Pertumbuhan penerimaan pajak meningkat signifikan dalam 2 tahun terakhir, yaitu 13, 75 persen (2017) dan 15,53 persen (2018)," kata Misbah.

2. Realisasi investasi mengalami peningkatan

pexels/rawpixel

Menurut Misbah, proyek-proyek infrastruktur yang bertujuan meningkatkan daya saing nasional bisa mengangkat laju pertumbuhan investasi. Rata-rata pertumbuhan sebesar 5,39 persen periode 2014-2018 dengan laju pertumbuhan tertinggi pada Triwulan I 2018 sebesar 7,95 persen.

Tahun 2018, realisasi investasi yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meningkat 4,1 persen. Sementara, realisasi investasi tahun 2018 dibandingkan tahun 2017 naik cukup signifikan, yaitu 32, 25 persen.

3. Ekspor non migas meningkat dalam 2 tahun terakhir

IDN Times/Fadli Syahputra

Misbah menambahkan, dampak kebijakan fiskal ekspansif melalui pembangunan infrastruktur juga diukur dengan melihat kinerja ekspor. Hal itu dapat dilihat dari ekspor nonmigas yang tumbuh 15,89 persen (2017) dan 6,35 persen (2018).

"Kinerja ekspor yang membaik akan menciptakan devisa lebih banyak," ungkapnya.

4. Tingkat pengangguran terbuka menurun 5,34 persen

Badan Pusat Statistik

Dari aspek sosial, lanjutnya, tingkat pengangguran terbuka Indonesia menurun dari 6 81 persen pada 2015 menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Menurut Misbah, penurunan tingkat pengangguran dipengaruhi oleh terbukanya lapangan kerja sebagai imbas dari pembangunan infrastruktur.

Selain itu, tingkat kemiskinan di Indonesia juga menurun dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,82 persen pada 2018. Sejalan dengan itu, tingkat ketimpangan juga menurun dari gini ratio 0,384 persen per September 2018, menurun dari 0,334 per Maret 2015.

5. Aset negara juga meningkat

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2018 di Jakarta, Selasa (27/11/2018). Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Menurut Misbah, peningkatan utang pemerintah tak hanya menambah kewajiban (liabilitas), melainkan juga memperbesar aset pemerintah. Dalam periode 2012-2016, rata-rata pertumbuhan utang per tahun 15,58 persen diikuti pertumbuhan aset per tahun 12,81 persen.

"Pada tahun 2016, rasio utang terhadap aset pemerintah pusat mencapai 64,42 persen," kata Misbah.

6. Pemerintah juga perlu mengatur strategi pelunasan utang

pixabay.com/nattanan23

Kendati berdampak positif, pemerintah juga diminta mengatur strategi untuk melunasi utang negara. Data publikasi Kementerian Keuangan menyatakan, indikator average time to maturity (ATM) utang pemerintah Indonesia menurun dari 9,7 tahun pada 2014 menjadi 8,9 tahun per Juli 2017.

"Artinya, rata-rata jatuh tempo pokok utang pemerintah semakin pendek," kata Misbah.

Situasi tersebut, kata Misbah, perlu diwaspai lantaran semakin pendeknya durasi pelunasan. Menurut dia, pemerintah harus menyiapkan kenaikan pendapatan agar bisa menutup hutang-hutang tersebut.

"Indikator risiko utang pemerintah berikutnya adalah debt maturity (utang jatuh tempo). Itu mencerminkan proporsi utang jatuh tempo dalam jangka pendek (1,3, dan 5 tahun) terhadap total outstanding utang," jelasnya.

Data Kementerian Keuangan pada Juli 2017 menyatakan, proporsi debt maturity di bawah 5 tahun meningkat dari 61,7 persen pada 2014 menjadi 71,3 persen pada 2017.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indiana Malia
EditorIndiana Malia
Follow Us