6 Tren Menabung ala Gen Z yang Efektif untuk Semua Generasi

- Envelope budgeting atau cash stuffing: Metode membagi pendapatan ke dalam amplop khusus sesuai kategori pengeluaran, populer di era Gen Z sebagai gaya hidup yang membuat disiplin finansial terasa lebih menyenangkan.
- Mengandalkan otomatisasi dan AI: Gen Z memanfaatkan teknologi untuk mencatat pengeluaran harian, mengotomatisasi alokasi tabungan, hingga menginvestasikan sisa uang receh secara cerdas melalui fitur micro-investing.
- No Buy Challenge: Tantangan menabung 52 minggu memotivasi Gen Z untuk berhemat sekaligus memberi rasa pencapaian saat target berhasil dicapai, serta membantu menjaga konsistensi dengan konsep gamifikasi.
Generasi Z, ataa mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 kerap digambarkan sebagai kelompok yang dibebani pinjaman pendidikan, biaya hidup tinggi, serta ketidakpastian ekonomi. Namun, hal tersebut ternyata tidak menghentikan mereka menjadi generasi yang cerdas dalam mengelola uang dan aktif menabung.
Gen Z tumbuh besar di era digital, di mana teknologi dan media sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kehadiran layanan perbankan online, aplikasi fintech, hingga berlimpahnya konten edukasi finansial, turut membentuk cara mereka mengatur keuangan.
Tidak hanya itu, Gen Z juga dikenal lebih terbuka soal keuangan. Jika generasi sebelumnya menganggap tabu membicarakan gaji atau saldo rekening, generasi ini justru menganggap transparansi sebagai hal wajar, bahkan sering membagikannya kepada teman, keluarga, hingga audiens media sosial.
“Gen Z cukup pintar dalam menabung, terutama melihat kondisi yang mereka hadapi,” ujar perencana keuangan bersertifikat dari Fidato Wealth, Brennan Thiergartner.
“Mereka melewati pandemik, kenaikan inflasi, serta isu pinjaman mahasiswa dan biaya perumahan. Hal ini membuat mereka lebih berhati-hati dalam menggunakan uang,” imbuhnya.
Selain itu, Gen Z juga menghargai fleksibilitas dan kemandirian, sehingga banyak dari mereka mencari kebebasan finansial dengan cara-cara kreatif. Pola ini tidak hanya relevan untuk anak muda, tetapi juga bisa diterapkan siapa saja untuk membangun stabilitas keuangan.
Dilansir Yahoo Finance, berikut 6 tren menabung ala Gen Z yang bisa ditiru.
1. Envelope budgeting atau cash stuffing

Metode ini membagi pendapatan ke dalam amplop-amplop khusus sesuai kategori pengeluaran, seperti belanja, sewa rumah, transportasi, dan hiburan. Jika uang di amplop habis, maka pengeluaran untuk kategori tersebut berhenti hingga bulan berikutnya.
Di era Gen Z, metode klasik ini populer kembali dengan nama cash stuffing, bahkan menjadi tren viral di TikTok dan Instagram. Bagi mereka, ini bukan sekadar cara mengatur uang, melainkan gaya hidup yang membuat disiplin finansial terasa lebih menyenangkan.
2. Mengandalkan otomatisasi dan AI

Konsistensi adalah kunci dalam menabung, dan Gen Z memanfaatkannya dengan dukungan teknologi. Sebagai generasi digital native, mereka terbiasa menggunakan aplikasi keuangan untuk mencatat pengeluaran harian, mengotomatisasi alokasi tabungan, hingga menginvestasikan sisa uang receh secara cerdas melalui fitur micro-investing.
Dengan berbagai platform fintech yang mudah diakses, proses menabung tidak lagi terasa rumit atau membosankan. Justru, integrasi teknologi ini membuat manajemen keuangan lebih praktis, terukur, serta memberi kontrol penuh bagi pengguna untuk memantau perkembangan tabungan dan investasi mereka secara real time.
3. No Buy Challenge

Gen Z menyulap aktivitas menabung menjadi tantangan yang menyenangkan, seperti No Buy Challenge atau tantangan menabung 52 minggu. Cara ini memotivasi mereka untuk berhemat sekaligus memberi rasa pencapaian saat target berhasil dicapai.
Selain itu, konsep gamifikasi ini juga membantu menjaga konsistensi, karena setiap pencapaian kecil terasa seperti kemenangan. Dengan membagikan pengalaman mereka di media sosial, tren menabung ini semakin populer dan mampu menginspirasi orang lain untuk ikut mencoba, sehingga kebiasaan finansial positif dapat menyebar lebih luas.
4. Loud budgeting

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung sungkan, Gen Z lebih berani berkata jujur soal alasan finansial. Misalnya, menolak ajakan makan malam mahal dengan terus terang mengatakan mereka sedang menabung untuk dana darurat.
Konsep loud budgeting ini menormalisasi percakapan tentang keuangan, mengurangi stigma dalam membicarakan uang, sekaligus membantu menetapkan batasan sosial yang sehat. Dengan cara ini, Gen Z tidak hanya menjaga kondisi keuangan pribadi tetap stabil, tetapi juga mendorong lingkungan sekitar untuk lebih menghargai pilihan finansial masing-masing individu.
5. Belanja barang bekas (thrifting)

Gen Z tidak ragu membeli barang bekas, mulai dari pakaian hingga perlengkapan rumah. Survei Harris 2024 mencatat 63 persen Gen Z pernah berbelanja barang second-hand, lebih tinggi dibanding rata-rata orang dewasa di AS. Selain lebih hemat, thrifting juga mendukung gaya hidup ramah lingkungan dengan mengurangi limbah dan memperpanjang usia pakai suatu produk.
Tren ini bahkan berkembang menjadi gaya hidup sosial, di mana Gen Z kerap berbagi temuan unik mereka di media sosial, menjadikannya bukan hanya cara berhemat, tetapi juga sarana berekspresi sekaligus berkontribusi pada keberlanjutan.
6. Menjalankan side hustle

Selain berhemat, Gen Z juga meningkatkan penghasilan lewat pekerjaan sampingan. Survei Self mencatat 81,9 persen Gen Z memiliki side hustle dengan rata-rata penghasilan lebih dari 6.400 dolar AS per tahun. Mereka memanfaatkan internet untuk mencari peluang tambahan, mulai dari bisnis online, pekerjaan freelance, hingga menciptakan konten digital di berbagai platform.
Dengan cara ini, Gen Z tidak hanya menambah pemasukan, tetapi juga membangun keterampilan baru, memperluas jaringan, dan menciptakan lebih banyak sumber pendapatan yang dapat menopang kestabilan finansial jangka panjang.
Gen Z membuktikan, meski dihadapkan pada tantangan ekonomi yang berat, mereka mampu beradaptasi dengan strategi menabung yang kreatif dan berbasis teknologi. Dari cash stuffing hingga side hustle, kebiasaan ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin mencapai stabilitas finansial. Transparansi, disiplin, dan keberanian mengambil langkah berbeda menjadi kunci kesuksesan generasi ini dalam membangun masa depan keuangan yang lebih cerah.