Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonom Harap Tarif Resiprokal AS ke RI Setara dengan Vietnam

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)
Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Meskipun ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 9,9 persen dari total ekspor nasional dan sekitar 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Amerika Serikat tetap memiliki nilai strategis bagi perekonomian Indonesia.
  • Pemerintah harus memperkuat iklim usaha domestik dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional melalui berbagai bentuk kerja sama ekonomi.

Jakarta, IDN Times – Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan, optimisme tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat terhadap Indonesia dapat diturunkan dari level awal yang mencapai 32 persen.

Optimisme tersebut sejalan dengan langkah strategis pemerintah Indonesia yang menawarkan sejumlah insentif, termasuk rencana impor produk asal Amerika Serikat senilai Rp550 triliun. Langkah ini ditujukan untuk mendorong Presiden Donald Trump agar menurunkan tarif resiprokal yang dikenakan terhadap produk ekspor Indonesia.

"Melihat apa yang telah dilakukan oleh tim negosiasi kita, saya sangat yakin akan ada penurunan tarif resiprokal dari 32 persen. Saya optimistis, paling tidak kita bisa sejajar dengan Vietnam, yaitu sekitar (20 persen)," ujar Wijayanto Samirin kepada IDN Times, Senin (7/7/2025).

1. Ekspor RI ke AS hanya mewakili 9,9 persen terhadap total ekspor RI

Ilustrasi ekspor-impor (Pixabay)
Ilustrasi ekspor-impor (Pixabay)

Meskipun ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 9,9 persen dari total ekspor nasional dan sekitar 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Amerika Serikat tetap memiliki nilai strategis bagi perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa hampir 50 persen surplus perdagangan Indonesia berasal dari hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam.

Sebagian besar ekspor Indonesia ke AS berasal dari sektor manufaktur, seperti elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, peralatan listrik, hingga komponen otomotif—sektor-sektor padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja.

"Dampaknya bukan hanya pada neraca dagang, tetapi juga menyentuh isu-isu besar seperti deindustrialisasi dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah," ungkapnya.

2. Pemerintah harus perkuat iklim investasi

(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat
(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Terlepas dari dinamika negosiasi tarif internasional yang masih berlangsung, Samirin menekankan bahwa pemerintah harus memperkuat iklim usaha domestik dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional melalui berbagai bentuk kerja sama ekonomi.

"Kerja sama dengan berbagai negara perlu ditingkatkan, baik di bidang perdagangan maupun investasi, termasuk dengan negara-negara BRICS. Potensi kolaborasi dengan China, Brazil, dan India masih sangat luas," tegasnya.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperkuat regulasi domestik, menyederhanakan proses perizinan usaha, serta memberikan insentif kepada pelaku industri. Langkah-langkah ini dinilai penting untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, menarik lebih banyak investor asing, dan mendukung pelaku usaha lokal agar mampu bersaing di pasar global.

3. Rincian produk AS yang dibeli Indonesia

GAmbar Susunan Kata Donald Trump (https://www.pexels.com/id-id/foto/30918022/)
GAmbar Susunan Kata Donald Trump (https://www.pexels.com/id-id/foto/30918022/)

Berdasarkan dokumen yang diterima IDN Times, pemerintah Indonesia menawarkan berbagai bentuk kerja sama pembelian produk Amerika Serikat sebagai respons atas kebijakan tarif resiprokal, senilai 34 miliar dolar AS atau sekitar Rp550,8 triliun (kurs Rp16.200 per dolar AS).

Berbagai produk pertanian, energi hingga sektor penerbangan akan dibeli dari AS, dengan rincian:

Total pembelian produk pertanian diperkirakan lebih dari 4,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp72,9 triliun, dengan rincian:

  • Kedelai: sekitar 3,5 juta ton senilai 2,4 miliar dolar AS (Rp38,8 triliun). Volume ini meningkat 1 juta ton dibandingkan tahun 2024.

  • Bungkil kedelai: sekitar 3,8 juta metrik ton senilai 1,52 miliar dolar AS (Rp24,6 triliun). Impor ini direncanakan dilakukan oleh perusahaan Cargill, yang bergerak di sektor makanan dan pertanian.

  • Gandum: sekitar 2 juta metrik ton senilai 500 juta dolar AS (Rp8,1 triliun), meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Impor akan dilakukan oleh PT Indofood.

  • Kapas: sekitar 63 ribu ton senilai 215 juta dolar AS (Rp3,5 triliun). Jumlah ini meningkat 93 ribu ton dibandingkan 2024, dan akan diimpor oleh PT Indorama.

Pemerintah juga berkomitmen meningkatkan impor energi dari AS hingga 15 miliar dolar AS (Rp243 triliun) yang dilakukan PT Pertamina (Persero), meliputi:

  • LPG: senilai 3 miliar dolar AS (Rp48,6 triliun), naik 70 persen dibandingkan periode sebelumnya. Impor akan dilakukan oleh Pertamina.

  • Minyak mentah: senilai 4,25 miliar dolar AS (Rp68,85 triliun), meningkat 38 persen dibandingkan tahun lalu.

  • Bensin: senilai 8 miliar dolar AS (Rp129,6 triliun).

Potensi kerja sama diranah penerbangan

  • Pengadaan pesawat: senilai 3,2 miliar dolar AS (Rp51,8 triliun) hingga 2029.

  • Layanan perawatan pesawat: gabungan nilai layanan yang sudah ada dan rencana tambahan dari AS diperkirakan mencapai 11,2 miliar dolar AS (Rp181,4 triliun) hingga 2041.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us